Penjelasan Garuda Indonesia Soal Prime Time dan Harga Tiket Pesawat Turun

Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara mengatakan tiket Aceh-Jakarta yang awalnya Rp 3,2 juta saat ini sudah turun Rp 1,6 juta.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jan 2019, 09:45 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2019, 09:45 WIB
Garuda Indonesia
Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara mengatakan tiket Aceh-Jakarta yang awalnya Rp 3,2 juta saat ini sudah turun Rp 1,6 juta, (Foto: AFP / Adek BERRY)

Jakarta - Masalah tarif tiket pesawat terbang rute domestik masih terus jadi bahan pembicaraan. Sejumlah maskapai penerbangan termasuk PT Garuda Indonesia sudah mulai menurunkan tarif penerbangan di sejumlah rute.

Hal itu terjadi menyusul hasil konsolidasi Kementerian Perhubungan dan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia Indonesia (Inaca) soal lonjakan harga tiket beberapa waktu lalu.

Dilansir Antara, Selasa 15 Januari 2019, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan tiket Aceh-Jakarta yang awalnya Rp 3,2 juta saat ini sudah turun Rp 1,6 juta, selain itu Jakarta-Surabaya dari Rp 1,6 juta menjadi Rp 1,3 juta.

Ari yang juga merupakan Ketua Inaca menyebutkan untuk penerbangan berbiaya murah (LCC), rute Jakarta-Surabaya tarif sudah mulai turun menjadi Rp 500.000 dan Jakarta-Yogyakarta Rp 300.000-Rp 400.000.

Menurut Ari, sejumlah rute memang belum turun tarifnya karena permintaan yang masih tinggi, seperti Jakarta-Denpasar pada jam-jam sibuk mulai pukul 06.00-09.00 atau pada sore hari.

"Karena di rute-rute tertentu di 'prime time' itu permintaaannya tinggi seperti ke Denpasar, apalagi Kamis sore sampai Senin siang semua jam pasti penuh,"  ungkapnya.

Ari menjelaskan pihaknya menaikkan harga tiket pesawat karena saat itu memang sedang musim ramai liburan Natal dan Tahun Baru dan sejak 2016 hingga Desember 2018 tercatat merupakan harga terendah yang dipasang oleh maskapai.

Tidak Melanggar Aturan

Garuda Indonesia
Garuda Indonesia terpilih sebagai maskapai penerbangan paling tepat waktu di Asia. (dok.Instagram @garuda.indonesia/https://www.instagram.com/p/Bn_MyZIjRhz/Henry

"Dari April 2016 sampai Desember 2018 harga terendah dan tertinggi untuk avtur itu 171 persen dan kursnya 17 persen, jadi kita punya struktur biaya yang kompetitif," terangnya.

Ia melanjutkan, sejak 2016 Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri tidak berubah.

Menurut Ari lagi, sebanyak 40-45 persen biaya operasional adalah biaya avtur dan sewa pesawat 20 persen dan 10 persen untuk biaya pegawai.

"10 persen ada biaya pegawai yang harus dikasih makan, dari Garuda sendiri 10.000 pegawai, Citilink 2.000, Sriwijaya 4.500, jadi ini masyarakat yang perlu kami biayai dan masuk dalam komponen biaya kita," katanya.

Ari menyangkal Inaca melanggar aturan terkait menaikkan tarif. "Dari 2016, kami maskapai nasional dan insan yang terlibat di dalamnya tidak melanggar regulasi. Kalau ada kementerian sebagai regulator pasti akan menegur," tandasnya tentang tarif tiket pesawat di dunia penerbangan Indonesia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya