Liputan6.com, Jakarta - Jam di tangan hampir menunjukkan pukul 19.00 WIB saat mata saya tertumbuk pada spanduk bertuliskan 5 Tradisi Pemakaman Istimewa dan Mumi Asli Indonesia menarik perhatian saya di Pekan Kebudayaan Nasional 2019. Meski agak takut, akhirnya saya dan dua teman memberanikan diri masuk ke tenda yang posisinya menyendiri, agak jauh dari keramaian.
Dua petugas keamanan menyambut setiap pengunjung yang baru masuk. Mereka mempersilakan setiap tamu mengelilingi seluruh ruang dengan syarat tidak menyalakan flash ketika mengambil gambar.
Advertisement
Baca Juga
Tata cahaya ruangan yang dibuat temaram makin membuat suasana agak seram. Melangkah sedikit ke depan, Anda bisa menemukan jerangkong telentang di atas batu dan dikelilingi oleh beberapa tengkorak kepala berukuran kecil.
Berbelok ke kiri, teriakan kecil keluar dari salah satu pengunjung. "Hii..ada pocong..takut ah," serunya.
Ternyata, ia melihat replika jenazah berbungkus kain kafan dengan wajah menghadap ke samping. Di sekelilingnya adalah tanah merah, dibuat menyerupai kondisi jenazah yang dikuburkan secara Islam.
Di seberang jenazah, kembali saya melihat tengkorak ditaruh acak di atas tumpukan daun. Tengkorak itu dikelilingi dengan anyaman bambu renggang yang dibentuk menjadi prisma, disebut pula ancak saji. Sehelai kain yang disematkan pada atas anyaman bambu menjadi petunjuk.
'Trunyan', kata yang tertulis sebagai judul, merujuk sebuah desa di Bali yang memiliki prosesi pemakaman jenazah unik. Di sana, jenazah tak dikubur, melainkan hanya ditaruh di atas tanah, dibiarkan membusuk sampai tinggal kerangka.
Namun, tidak ada bau busuk lantaran bau wangi yang dikeluarkan oleh pohon-pohon taru menyan. Berdasarkan petunjuk itu pula, tak semua warga di Desa Trunyan dimakamkan demikian.
Hanya mereka yang meninggal secara wajar, masih bujangan, sudah berumah tangga dan anak-anak yang gigi susunya telah tanggal yang berhak dimakamkan di sema wayah. Sedangkan jika yang meninggal adalah anak-anak atau bayi yang belum tanggal gigi susunya, jenazahnya akan disemayamkan di sema muda.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mumi Bangsawan
Setelah puas melihat-lihat di tempat Trunyan tadi, saya beranjak ke area lapang dengan sebuah peti kayu diletakkan di atas panggung rendah. Dari jauh sekilas terlihat mumi yang dicari-cari.
Badan mumi terlipat, tangannya disilangkan di dada. Pada peti mumi itu tersimpan sebuah termometer yang menunjukkan angka 26 derajat Celcius.
Tiga petugas dengan vest merah berjaga di sekitar mumi. Mereka memperbolehkan siapapun yang hendak mengambil foto asalkan tak memakai blitz.
"Mungkin agar tidak rusak," ujar Efry Wildiansyah, petugas pameran itu, Senin, 7 Oktober 2019.
Menurut dia, mumi tersebut selama ini disimpan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Mengutip penjelasan staf balai, ia menyebut mumi tersebut adalah lelaki dewasa yang berasal dari kalangan bangsawan atau tokoh terhormat. Mumi tersebut ditemukan pada 1950.
"Tapi belum diketahui apakah dia dari Minahasa atau Tana Toraja," katanya.
Hal itu diketahui dari posisi jari tangan. Jempol tangan kanan mayat kering itu dimasukkan di antara jari telunjuk dan tengah. Posisi tangan ini punya kedudukan penting dalam budaya Indonesia sebagai posisi meditasi untuk melepaskan diri dari hal duniawi.
Penasaran ingin melihatnya langsung? Anda bisa datang ke Pekan Kebudayaan Nasional di Istora GBK yang bisa diakses gratis asal mendaftar terlebih dulu, baik online maupun on the spot.
Advertisement