Kisah Inspiratif hingga Serba-serbi Body Shaming di Fimela Fest 2019

Pelaku body shaming tak jarang insecure dan tak menyukai tubuh mereka sendiri.

oleh Putu Elmira diperbarui 17 Nov 2019, 21:01 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2019, 21:01 WIB
Fimela Fest 2019
Talkshow "Jangan Lagi Anggap Wajar Body Shaming" bersama Wenny Dewanti dan Tara de Thouars di Fimela Fest 2019, Minggu (17/11/2019) (Liputan6.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Body shaming bukanlah isu baru yang mencuat di masyarakat, bukan hanya di Indonesia tetapi seantero dunia. Lantas, apa sebenarnya makna di balik perilaku negatif ini?

Terkait body shaming, Fimela Fest 2019 menggelar sesi talkshow bertajuk "Jangan Lagi Anggap Wajar Body Shaming". Sesi ini turut mengundang psikolog Tara de Thouars dan makeup artist Wenny Dewanti.

"Intinya akan terjadi kalau ada semacam melecehkan, meledek, menghina yang terkait dengan tubuh. Kadang orang bingung batasannya apa," kata Tara di Gandaria City, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2019).

Tara menambahkan, body shaming kurang lebih bullying namun bullying sense of power dengan tujuan membuat orang lain lebih rendah. Seperti makna shame, mempermalukan orang hingga ia merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri.

"Ada pelaku dan korban body shaming sama-sama insecure. Pelaku tidak suka tubuhnya jadi ingin mengomentari tubuh orang lain, sedangkan korban insecure tubuh sendiri otomatis jadi terbawa perasaan," lanjutnya.

Sebenarnya, tanpa pelaku body shaming mengungkapkan kekurangan orang lain, korban pun sudah mengetahui hal tersebut. dalam dirinya. Body shaming dapat mengakibatkan beragam dampak negatif pada korban.

"Ada depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan seperti anoreksia, bulimia yang memuntahkan makanan. Jika ditelaah, ada pula masalah di masa lalu yang jadi trauma," ungkap Tara.

Terdapat tiga rentang dalam body shaming yakni rentang kanan yakni self-denial, di mana dalam hati sudah mengetahui apa yang jadi kekurangan namun menyangkal itu. "Contohnya biarin saya gemuk, padahal dalam hati ingin kalau bisa lebih kurus," tambah Tara.

"Yang ekstrem yaitu self-obsession, self-harm, saking membenci tubuh jadi nggak mau jadi diri sendiri. Biasanya hingga akan operasi plastik. Lalu, self-love, menerima kekurangan dalam posisi tahu tubuh kelebihan berat badan, harus melakukan sesuatu untuk mencintai diri," jelas Tara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sepenggal Kisah Wenny Dewanti

Fimela Fest 2019
Talkshow "Jangan Lagi Anggap Wajar Body Shaming" bersama Wenny Dewanti dan Tara de Thouars di Fimela Fest 2019, Minggu (17/11/2019) (Liputan6.com/Putu Elmira)

Kisah inspiratif hadir dari makeup artist Wenny Dewanti pernah menjadi korban kasus body shaming. Bahkan, ia kerap menerima celetukan tak mengenakkan sedari kecil.

"(Body shaming) makanan dari kecil dan sebetulnya sampai sekarang masih ada. Aku sempat overweight 90 kilogram," kata Wenny Dewanti dalam sesi talkshow Fimela Fest 2019.

Ketika mendapat perlakukan hingga kata-kata yang mengomentari tubuh, tak masalah bagi seseorang untuk berani berbicara bahwa itu tidak membuat diri nyaman. Hal ini pula yang membuatnya dapat kuat dan bangkit dari keterpurukan body shaming.

"It's fine, jangan takut speak up, nggak berteman. Kita layak membela diri kalau nggak ok bilang saja. Bukan kapasitas kita menyenangkan semua orang," tambahnya.

Selain meproteksi diri dari perlakuan body shaming orang lain, penting pula memperhatikan poin mencintai diri sendiri. Semua itu kembali lagi pada diri untuk dapat menyebarkan aura positif.

"Nature manusia itu baik, semua lahir dengan aura positivity, refleksi ke diri saya, saya bangun tembok ketemu orang dan menurut saya berdamai dengan kekurangan," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya