Liputan6.com, Jakarta - Filipina merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang selalu diidentikkan dengan Spanyol. Wajar saja, mengingat di masa lalu, negra kepulauan ini adalah bagian dari koloni Spanyol. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sebelum kedatangan bangsa Spanyol, Filipina sempat dipimpin seorang perantau Muslim berdarah Minang.
Hal itu diungkap dalam dalam acara Bincang Ramadan bertajuk "Kaum Minoritas Islam di Asia Tenggara" secara virtual pada Senin, 11 Mei 2020 oleh Cahyo Pamungkas. Menurut Peneliti P2W-LIPI yang mengangkat tema Sejarah Islam di Filipina itu, Indonesia punya pengaruh cukup besar dalam masuknya Islam ke negara beribu kota Manila itu.
Secara geografis, Filipina memiliki dua kepulauan besar, yaitu di sebelah utara Kepulauan Luzon beserta gugusannya, dan di sebelah selatan terdapat Kepulauan Mindanao-Sulu, juga gugusannya yang dihuni bangsa Moro. Pada 1380, Islam masuk ke wilayah bagian selatan, khususnya Kepulauan Mindanao dan Sulu.
Advertisement
Dalam sejarah, tercatat orang yang pertama kali menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut adalah Karimul Makhdum, seorang tabib dan ulama dari Arab, serta Raja Baguindah atau Raja Bagindo. Raja Baguindah sendiri ialah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).
Baca Juga
la datang ke Kepulauan Sulu setelah 10 tahun berhasil mendakwahkan Islam dl Kepulauan Zamboanga dan Basilan. Dari sanalah awal peradaban Islam dirintis.
"Setelah itu Islam disebarluaskan ke Pulau Lanau dan utara Zambonga, serta di daerah-daerah pantai Iainnya. Semua itu dilakukan di bawah kepemimpinan Islam yang bergelar datuk maupun raja. Perkembangan Islam ini berlangsung sampai kedatangan Spanyol," terang Cahyo.
Selain Raja Baguindah, ada tokoh lain dari Sumatra Barat yang berpengaruh terhadap perkembangan Islam di Filipina, yaitu Raja Sulaeman yang pernah berkuasa di kawasan Tondo dan Manila sekitar 1570--1574.
Bersama Raja Matanda, Raja Sulaeman memerintah suku Tagalog di wilayah selatan Sungai Pesig di Manila. Sedangkan, Raja Lakandula memerintah di wilayah utara Sungai Pesig di Manila. Jauh sebelum Spanyol datang, Kerajaan Manila telah berkembang dengan pesat dan menjalin kerja sama dalam perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain di pulau seberang.
Catatan terkait identitas Raja Sulaeman ditemukan dalam disertasi Mochtar Naim pada 1974 yang berjudul "Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau". Dalam disetasinya ditemukan bukti bahwa terdapat sebagian masyarakat Minangkabau yang melakukan migrasi ke Kepulauan Sulu, Filipina. Termasuk jejak dari Raja Sulaeman yang akhirnya mendirikan Manila.
Selama masa pemerintahannya, Raja Sulaeman berhasil mengenalkan Islam pada suku Tagalog. Bahkan, disebut-sebuh bahwa nama Filipina berasal dari serapan kata 'Fi’amanillah' yang bermakna dalam lindungan Allah. Namun, sejak kejatuhan Kerajaan Manila, banyak muslim dari suku Tagalog yang dikristenkan oleh Spanyol.
Pemberontakan Bangsa Moro
Kekuasaan ketiga raja tersebut akhirnya ditaklukkan Spanyol pada 1574. Spanyol dapat menaklukkan wilayah utara dengan mudah, tapi tidak dengan bagian selatan yang didiami Muslim. Terbukti dengan banyaknya perlawanan-perlawanan di wilayah selatan terhadap Spanyol.
Spanyol gagal menaklukkan kepulauan Sulu dan Mindanao. Namun, mereka tetap menganggap kepulauan tersebut merupakan bagian teritorialnya. Kemudian pada 1898, Spanyol menjual kepulauan tersebut pada Amerika Serikat (AS) melalui Traktat Paris.
Pada 20 Agustus 1898, pihak AS dan penguasa Moro menandatangani Traktat Bates yang isinya menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, dan kebebasan mendapatkan pendidikan bagi bangsa Moro.
"Perjanjian ini hanya berlaku sementara saja, karena setelah Amerika menguasai Filipina dan gerakan penyebaran Islam semakin dibatasi. Sejak itu persengketaan dan pemberontakan terus berlangsung di Filipina mulai dari zaman pra-kolonial sampai sekarang," tutur Cahyo.
Hal itu yang di kemudian hari mendorong terbentuknya MILF (Moro Islamic Liberation Front) atau Front Pembebasan Islam Moro, yang merupakan pemberontakan bangsa Moro terhadap pemerintah Filipina yang dianggap tidak adil dalam memperlakukan mereka.
Pada 1903, Kepulauan Mindanao dan Kepulauan Sulu disatukan jadi wilayah Moroland. lmbasnya, pada awal 1970-an, Islam di Filipina jadi komunitas minoritas yang tinggal terkonsentrasi di beberapa daerah dan pulau.
Di Taguig, umat Islam memiliki daerah pemakaman khusus yanq dibangun pada masa pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos. Pemakaman itu dikenal dengan nama Maharlika Village Project. Selain itu, banyak terjadi perpindahan penduduk muslim dari Pulau Mindanao ke Metro Manila, karena sering terjadi konflik antara warga dengan tentara Filipina.
Advertisement