Angka Konsultasi Kekerasan dalam Rumah Tangga di Jepang Capai Rekor pada 2020

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jepang terjadi peningkatan signifikan.

oleh Komarudin diperbarui 05 Mar 2021, 04:02 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2021, 04:02 WIB
Ilustrasi KDRT
Ilustrasi KDRT. (dok. Pixabay.com/Tumisu)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi di berbagai negara, termasuk di negara maju, seperti Jepang. Hal itu terbukti dari jumlah konsultasi KDRT di Jepang mencapai rekor 82.643 pada 2020, tertinggi sejak undang-undang yang melarang kekerasan terhadap pasangan berlaku pada 2001.

Berdasarkan data kepolisian, jumlah konsultasi mengenai penguntitan mencapai 20.189 tahun lalu, turun 723 dari 2019, tetapi tetap di atas 20.000 selama delapan tahun berturut-turut sejak 2013. Di antara jumlah konsultasi KDRT yang meningkat 436 dari 2019, 76,4 persen yang diduga menjadi korban adalah perempuan, melansir dari Kyodo News, Kamis (4/3/2021).

Berdasarkan usia, 23,4 persen berusia 20-an, 27,0 persen berusia 30-an dan 22,9 persen berusia 40-an, menurut Badan Kepolisian Nasional. Sebanyak 75,9 persen dari tersangka penyerang adalah laki-laki. Dari jumlah tersebut, 26,3 persen berusia 30-an dan 23,9 persen berusia 40-an.

Sebuah rekor 5.183 kasus kekerasan dalam rumah tangga di antara 8.778 yang diselidiki terlibat penyerangan, diikuti oleh 2.626 kasus cedera tubuh. Tidak ada kasus pembunuhan, tetapi 110 kasus dikategorikan percobaan pembunuhan.

Ada satu kasus cedera yang mengakibatkan kematian yang melibatkan seorang pria berusia 80-an. Dia ditangkap oleh polisi Fukuoka pada Juli 2020 karena penyerangan fatal terhadap istrinya yang berusia 70-an.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikanlah video pilihan di bawah ini:

Korban Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan
Ilustrasi Kekerasan terhadap perempuan/ Tumisu from Pixabay

Dari dugaan penguntitan korban, 87,6 persennya adalah perempuan. Dari seluruh korban, mereka yang berusia 20-an merupakan kelompok terbesar berdasarkan usia, yaitu 34,7 persen, diikuti oleh mereka yang berusia 30-an sebesar 23,6 persen.

Pria merupakan 80,7 persen dari dugaan penguntit. Dari semua penguntit, kelompok terbesar berdasarkan usia terdiri dari mereka yang berusia 40-an dengan 19,4 persen, diikuti oleh orang-orang berusia 20-an dan 30-an dengan masing-masing sekitar 18 persen dan mereka yang berusia 50-an sebesar 12,8 persen. Beberapa di antaranya berusia belasan atau lansia berusia 60 tahun atau lebih.

Sedangkan untuk hubungan antara korban dan pelaku, 40,8 persen adalah mereka yang pernah atau pernah berpacaran, sedangkan 7,4 persen adalah pasangan hidup atau sebelumnya atau pasangan ipar. Kasus yang melibatkan orang asing mencapai 7,8 persen.

Polisi menyelidiki 2.503 kasus penguntitan pada 2020, naik 148 dari tahun sebelumnya. Penganiayaan dan penyiksaan badan mencapai 1.518 kasus, sedangkan 985 kasus merupakan pelanggaran undang-undang anti-penguntitan.

Hanya ada satu kasus pembunuhan, di mana seorang wanita berusia 45 tahun yang bekerja di sebuah toko swalayan di Utsunomiya, Prefektur Tochigi, ditikam pada Agustus  lalu oleh seorang pria berusia 41 tahun, yang segera bunuh diri. Pemerintah akan memberlakukan RUU untuk merevisi undang-undang yang melarang penguntitan.

Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya