Ke Mana Semestinya Anda Buang Sampah Elektronik yang Ada?

Sampah elektronik tak bisa dibuang sembarangan lantaran kandungan B3 di dalamnya bisa meracuni manusia dan lingkungan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jul 2021, 12:02 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2021, 12:02 WIB
Ke Mana Semestinya Anda Buang Sampah Elektronik yang Ada?
Ilustrasi sampah elektronik. (dok. John Cameron/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan peralatan elektronik sudah akrab dengan keseharian masyarakat. Dari baterai, ponsel, hingga lemari es, semuanya akan menjadi sampah elektronik bila sudah usang dan tak terpakai lagi.

Bagaimana cara Anda membuangnya selama ini? Tahukah Anda bahwa sampah elektronik memerlukan penanganan khusus? Alasannya adalah kandungan B3 di dalamnya yang bila dibuang bebas, akan mencemari dan membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar.

Pranandya Wijayanti, External Relations EwasteRJ, menerangkan racun dan logam berat yang ada di sampah elektronik bersifat bioakumulatif, yang berarti efeknya baru terasa setelah puluhan tahun. Bila dibiarkan, hal itu sama saja dengan kita mewariskan racun kepada generasi mendatang.

Untuk itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan dan memberikan kepada pengelola yang tepat. Salah satunya dengan memasukkan ke dropbox EwasteRJ, komunitas peduli lingkungan yang berdiri sejak 2016.

Komunitas yang kini berbadan hukum dengan nama Yayasan Peduli Sampah Elektronik Indonesia menyebar dropbox pengumpulan sampah elektronik di Jakarta dan luar Jakarta. Total saat ini ada 20 titik tersebar meliputi wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Tangerang Selatan, Depok, Kabupaten Bogor, Bandung, Salatiga, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.

"Kumpulkan e-waste (sampah elektronik) ke dropbox terdekat. Pisahkan per jenis e-waste sebelum dikirim, terutama baterai yang seringkali cairan hitamnya sudah keluar-keluar. Jangan membuang e-waste bercampur dengan sampah jenis lainnya," jelas Pranandya kepada Liputan6.com, Kamis, 8 Juli 2021.

Menurut dia, estimasi timbulan sampah elektronik Indonesia mencapai 1.618.000 ton per tahun. Prediksi akan semakin meningkat setiap tahun seiring jumlah produksi barang elektronik yang juga meningkat.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

6 Kategori

Ilustrasi Sampah Elektronik
Ilustrasi sampah elektronik. (dok. Unsplash.com/@john_cameron)

Menurut Yorkie Sutaryo, Operations Manager EwasteRJ, kesadaran masyarakat terkait penanganan sampah elektronik meningkat setiap tahunnya. Indikasinya terlihat dari jumlah sampah yang diterima menunjukkan tren penaikan. Pada 2018, EwasteRJ menerima 569 kg sampah, tahun berikutnya meningkat jadi 718 kg, dan pada 2020 mencapai 1.857,8 kg.

"Jumlah dropper yang mengirimkan e-waste juga mengalami peningkatan, 201 orang pada tahun 2020, dan meningkat ke 345 sepanjang semester 1 tahun 2021," sambung Yorkie.

"Ini bisa dipandang sebagai terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola e-waste pascakonsumsi," ia menyimpulkan.

Sampah elektronik yang diterima beragam, dari ukuran kecil hingga sedang. Mereka mengategorikan sampah elektronik menjadi enam jenis.

Pertama, peralatan rumah tangga seperti rice cooker, setrika, hair dryer dan lainnya. Kedua, peralatan hiburan seperti DVD player, kamera, radio dan lainnya. Ketiga, peralatan teknologi informasi dan komunikasi seperti ponsel, laptop, komputer, bahkan flashdisk.

Keempat, peralatan listrik seperti baterai, kabel dan lainnya. Kelima, perlengkapan cahaya seperti bohlam, lampu LED, dan lainnya. Terakhir, mainan dan alat olahraga, seperti konsol gim dan treadmill.

Cara Pengiriman

Ke Mana Semestinya Anda Buang Sampah Elektronik yang Ada?
Salah satu titik dropbox sampah elektronik EwasteRJ. (dok. Instagram @ewasterj/https://www.instagram.com/p/B1Q5aiEgdG3/Dinny Mutiah)

Sebelum mengirim sampah elektronik, pengirim harus mengisi form di linktr.ee/ewasterj. Ada empat cara pengiriman sampah, yakni melalui agen atau relawan individu untuk daerah luar Jakarta; mengumpulkan di dropbox yang disebar di berbagai mitra, seperti kafe, bulk store, dan sekolah; dikumpulkan di dropbox yang dibawa saat event, serta dikirim langsung menggunakan ekspedisi ke gudang EwasteRJ.

"Kami lakukan pemilahan ke dalam enam kategori. Setelah itu, diangkut secara berkala satu sampai dua bulan sekali oleh perusahaan pendaur-ulang khusus sampah elektronik rekanan kami yang tersertifikasi oleh KLHK," kata Pranandya.

Pengirim tidak dikenakan biaya khusus, tetapi hanya menanggung biaya pengiriman. Selama 2021, e-waste yang paling banyak diterima adalah kategori Information and Communications Technology (ICT) yang persentasenya mencapai 39,23 persen atau sekitar 916,3 kilogram. Yang termasuk kategori ini di antaranya, komputer dan aksesorinya, serta ponsel.

"Biaya operasional EwasteRJ ditutup oleh grant yang kami terima dari Kedutaan Besar Selandia Baru di Indonesia (melalui proses pengajuan proposal). Selain itu, kami juga menjual dua jenis buku tentang sampah elektronik secara umum dan juga tentang baterai," jelas Yorkie.

Komunitas ini berencana akan meningkatkan pelayanan mereka ke depannya. Selain itu semakin menggencarkan sosialisasi mengingat kebijakan WFH memicu konsumsi produk elektronik.

"Menambah titik dropbox, bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk pengumpulan sampah elektronik yang lebih masif," tutupnya.

(Jihan Karina Lasena)

Sampah Kemasan Produk Kecantikan

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan
Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya