Liputan6.com, Jakarta - Seorang penyiar radio di Malaysia membuat surat terbuka. Ia memohon maaf karena telah memutarkan azan maghrib dua kali, yakni pada pukul 18.16 dan pukul 18.20, waktu setempat.
"Saya, Mohd Safwan bin Junit, penyiar yang bertugas petang ini dalam Syoknya Hujung Minggu telah melakukan kesalahan teknis, yakni menyiarkan azan maghrib dua kali, yaitu sekitar 6.16 dan 6.20 petang," tulis Safwan dalam akun Facebook miliknya, dikutip dari laman mStar, Senin (4/4/2022).
Advertisement
Menurut Safwan, azan yang benar adalah pada 18.20. Artinya, azan pertama adalah penanda maghrib yang salah karena berbunyi empat menit lebih awal.
"Menyebabkan banyak dari warga Tawau secara tidak sengaja telah berbuka puasa lebih awal dari waktunya," sambung dia.
Ia menyatakan insiden itu sepenuhnya adalah kesalahan teknis yang diperbuatnya. Ia pun meminta maaf kepada warga Tawau yang batal puasa karena mendengar azan maghrib yang salah.
"Kesalahan ini sepenuhnya kesalahan saya sendiri, bukan RTM Tawau atau Tawau FM (radio tempatnya bekerja)," kata Safwan seraya meminta agar surat permintaan maafnya disebarluaskan kepada warga lainnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Insiden Serupa
Insiden serupa pernah terjadi pada Ramadan tahun lalu di Malaysia. Pada Senin, 19 April 2021, azan maghrib berkumandang tiga menit lebih cepat di Masjid Al Khairiyah Taman Seri Gombang.
Alhasil, warga pun batal puasa berjemaah. Pengurus masjid akhirnya meminta maaf atas kesalahan tersebut dalam sebuah pernyataan resmi. Menurut pengurus masjid, Wan Nawawi, kesalahan ini terjadi karena kendala teknis pada tampilan jam digital yang menunjukkan waktu azan di rumah ibadah tersebut.
"Assalamualaikum, saya mewakili seluruh pengurus Masjid Al-Khairiyah Taman Seri Gombak mohon maaf atas kesalahan kami karena mengumandangkan azan magrib tiga menit sebelum waktunya pada hari Senin, 7 Ramadhan 1442, atau 19 April 2021, karena kendala teknis tampilan digital azan di masjid," ujarnya.
Advertisement
Ganti Puasa
Wan mengatakan bahwa mayoritas ulama menyatakan setiap orang yang tidak sengaja membatalkan puasa karena mendengar azan di masjidnya, perlu mengganti puasa mereka di hari lain. "Inilah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafi, Maliki, Syafie dan banyak di antara ulama Hambali yang menyatakan bahwa puas tersebut batal dan wajib diganti," ia menerangkan.
Begitu pula dengan pandangan Pencetus Umat (PU), Mohamad Amirul Amin Maula Lokman Hakim. Menurutnya, tidak ada beban dosa bagi siapa pun yang batal puasanya karena kecelakaan.
"Tidak ada tanggung jawab atas dosa siapapun karena alasan yang tidak disengaja. Kamu bisa berpuasa setelah 1 Syawal," kata Amin.
Aturan Azan
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Yaqut di Jakarta, Senin, 21 Februari 2022, dikutip dari Kanal News Liputan6.com.
Yaqut memahami bahwa penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Saat bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
Yaqut menjelaskan, surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
"Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya," ujar dia.
Advertisement