Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan bisa menjadi media untuk melestarikan budaya, salah satunya dengan berbusana pengantin adat, alih-alih busana nasional. Semakin banyak yang memakainya, semakin lestari budaya tersebut. Itu pula berlaku untuk busana pengantin Betawi.
Dikutip dari jurnal berjudul Unsur Rupa dan Makna pada Busana Pengantin Betawi yang diterbitkan pada 2019, busana pengantin Betawi memiliki keterkaitan sejarah panjang dengan pembentukan Kota Jakarta sebagai tempat asal suku Betawi. Berawal dari Pelabuhan Sunda Kelapa yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai tempat, hingga terjadi akulturasi budaya antara masyarakat setempat dan para pendatang, seperti dari Arab, China, India, Sunda, Jawa, Eropa, Melayu, Minang, dan sebagainya.
Advertisement
Baca Juga
Satu ciri khas dari budaya Betawi itu adalah mengutamakan nilai religius dalam setiap aspek budaya. Hal itu juga tercermin dalam busana pengantin adat mereka, yaitu 'care haji' untuk busana pengantin lelaki dan 'rias besar dandanan care none pengantin cine' untuk busana pengantin perempuan.
Dari penamaannya saja, busana pengantin perempuan bisa terlihat kental unsur kebudayaan Tionghoa. Umumnya, kostumnya terdiri dari atasan berbentuk baju kurung berhias sulaman dan manik-manik dengan bentuk kerah leher shanghai yang tertutup dan disebut tuaki. Sementara, bagian bawahnya berbentuk rok yang melebar yang disebut kun.
Busana pengantin itu juga dilengkapi dengan hiasan penutup dada yang disebut Delime Betawi atau Teratai Betawi. Sementara, alas kaki menggunakan selop yang disebut Perahu Kolek.
Seperti mayoritas pengantin Nusantara, pengantin wanita Betawi juga didandani dengan hiasan kepala berupa ronce melati dan siangko cadar. Aksesori itu merupakan hiasan dahi berbentuk cadar yang terbuat dari manik-manik berwarna emas dan berjuntai. Ada pula aksesori yang dipasangkan ke sanggul pengantin, yakni tusuk rambut burung hong dan aksesori berbentuk kembang seperti kembang goyang, kembang kelape, dan kembang rumput.
Makna Setiap Perhiasan
Masing-masing elemen pada busana pengantin Betawi itu memiliki makna. Siangko bercadar yang berfungsi untuk menutupi wajah pengantin melambangkan sebagai kesucian mempelai perempuan yang tidak boleh sembarangan dilihat orang lain. Sementara, sepuluh kembang paku yang menghiasi rambut mempelai merupakan simbol tolak bala.
Selanjutnya, kembang tancep yang berjumlah lima buah melambangkan rukun Islam, yakni kewajiban dasar setiap Muslim. Adapun 20 kembang goyang yang dipasang sebagai hiasan rambut merupakan simbol kebesaran Allah yang harus diajarkan kepada anaknya kelak. Sedangkan, hiasan kembang kelapa menyimbolkan harapan perkawinan mempelai kokoh, sejahtera, dan bahagia.
Lalu, hiasan Burung Hong merupakan perlambang kebahagiaan pengantin. Burung Hong atau phoenix merupakan makhluk mitologi China yang dianggap agung dan merupakan salah satu dari empat hewan sakral masyarakat Tionghoa. Ini salah satu bukti bahwa budaya Betawi berakulturasi dengan budaya China. Tapi, unsur Islamnya diwakili oleh penggunaan empat buah hiasan yang merupakan lambang empat sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ada lagi sunting atau sumping telinga yang diyakini berdaya magis. Aksesori ini jika dipakai oleh pengantin yang sudah tidak perawan, akan membuat yang bersangkutan akan pusing kepala, bahkan pingsan. Untuk menunjang keserasian, pengantin wanita juga akan dipasangi kerabu atau giwang.
Advertisement
Busana Pengantin Lelaki
Di sisi lain, busana pengantin lelaki Betawi lebih sederhana dari pasangannya. Komponennya terdiri dari jubah yang disebut jube, dan alpie, yaitu penutup kepala khas haji.
Jubah yang dipakai pengantin Betawi lebih menyerupai jubah dari jazirah Arab. Ini tak terlepas dari kontak budaya masyarakat setempat di Sunda Kelapa dengan para pedagang Arab.
Jubah yang digunakan pengantin Betawi umumnya berbentuk longgar dan besar dengan dihiasi benang emas dan manik-manik yang membentuk motif burung hong, bunga-bungaan, kubah masjid, pola geometris, dan lainnya. Penggunaan jubah pada oleh pengantin pria dalam disimbolkan sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi Muhammad, simbol kereligiusan, serta simbol keagungan karena Islam menganggap perkawinan adalah hal yang suci dan sakral.
Sementara, alpie adalah penutup kepala yang dibentuk dari lilitan serban, berwarna putih atau terang. Alpie yang digunakan oleh pengantin pria umumnya dihiasi tiga untai roncean bunga melati, bagian atasnya ditempeli bunga mawar, dan ujungnya digantungkan bunga cempaka.
Masing-masing bunga mengandung makna. Bunga melati dilambangkan sebagai nilai kesucian, ketulusan hati, dan ketulusan. Sementara, alpie menyimbolkan kepatuhan dan keimanan calon pengantin lelaki saat melangkah ke jenjang pernikahan.
Jadi Tema Pameran
Pengantin Betawi menjadi tema yang diangkat dalam pameran Gebyar Pernikahan Indonesia (GPI) edisi Lagoon Garden Hall yang akan digelar pada 24--25 September 2022 di The Sultan Hotel & Residence Jakarta. Tujuannya adalah untuk melestarikan adat istiadat nusantara. Acara tersebut menargetkan 2.000 pengunjung yang diharapkan bisa kembali meramaikan sektor pameran pernikahan setelah terpuruk akibat pandemi.
"Lebih 50 peserta dipastikan ikut dalam gelaran akbar ini, para vendor terbaik tersebut berasal dari Jabodetabek. Pameran ini juga akan dimeriahkan berbagai atraksi, seperti fashion show, demo makeup, demo bertemakan semarak pernikahan Betawi dan lainnya," kata Ketua Panitia Pameran Gebyar Pernikahan Indonesia Tommy Yoewono dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat, 16 September 2022.
Pengunjung gratis masuk ke area pameran. Tetapi, panitia mewajibkan pengunjung untuk mendaftarkan data diri di www.gebyarpernikahanindonesia.com atau dapatkan tiket free entry di https://www.loket.com/event/gpilagoon3.
"Kemudian, pastikan telah divaksin dan mempunyai aplikasi “Peduli Lindungi” demi mematuhi protokol kesehatan. Pengunjung juga wajib menggunakan masker," pungkasnya.
Advertisement