Lusinan Karet Rambut Ditemukan di Perut Seekor Kucing

Kucing yang menelan karet rambut ini diketahui ditinggalkan pemiliknya yang pindah rumah.

oleh Asnida Riani diperbarui 03 Jan 2023, 06:30 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2023, 06:30 WIB
Kucing - Vania
Ilustrasi Kucing/https://unsplash.com/Manja Vitolic

Liputan6.com, Jakarta - Dokter hewan di South Carolina, Amerika Serikat (AS) tercengang ketika mereka mengeluarkan lebih dari tiga lusin sampah karet rambut dari perut seekor kucing. Seorang baik hati disebut membawa kucing bernama Juliet dan dua kucing lain ke Charleston Animal Society.

Ia disebut melihat kucing-kucing itu ditinggalkan ketika pemiliknya pindah ke luar negara bagian, menurut laporan WCBD, seperti dilansir dari New York Post, Sabtu, 31 Desember 2022. Pimpinan di rumah sakit hewan mengira Juliet sehat saat tiba, tapi setelah beberapa minggu, ia jadi lesu dan berhenti makan.

Saat itulah radiografi mendeteksi penyumbatan yang tidak biasa di perutnya. Leigh Jamison, direktur asosiasi perawatan hewan masyarakat, mengatakan bahwa tim bedah menemukan "seikat karet yang tampaknya tidak ada habisnya" selama prosedur bedah Juliet.

Juliet tercatat menelan 38 ikat rambut, mengakibatkan tumpukan internal. "Saya belum pernah melihat yang seperti ini," kata Jamison pada media lokal. Usus Juliet tidak rusak karena benda asing itu, namun penyumbatan tersebut menyebabkan kondisi hati yang serius, membuat kucing itu sekarang harus dirawat.

"Kita harus memastikan bahwa, saat kita memberinya makan, kita menjaga keseimbangan elektrolitnya," tambah Jamison.

Ini bukan kali pertama benda yang "ditinggalkan" manusia dengan kurang bertanggung jawab menyebabkan kemalangan pada hewan. Kasus panjang kawanan rusa di Nara, Jepang dan masalah sampah plastik sekali pakai telah jadi salah satu yang paling terkenal.


Makan Sampah

Taman Nara, Jepang
Seorang turis memberi makan rusa di taman Nara, kota Nara, Jepang pada 7 Desember 2018. Begitu memasuki kawasan ini, para pengunjung akan disambut dengan banyak rusa yang berkeliaran bebas. (Behrouz MEHRI / AFP)

Pada 2019, berdasarkan laporan SoraNews24, Nara Deer Welfare Association menyebut bahwa beberapa rusa terkenal Nara tercatat mati dalam beberapa bulan belakangan. Populasi rusa sekarat dikarenakan turis memenuhi taman dengan sampah, terutama sampah plastik.

Sampah ini akhirnya termakan oleh para rusa yang mencari makanan di sekitar taman. Pada Maret 2019, setidaknya terhitung enam rusa yang mati karena ditemukan sampah plastik di perut mereka. Pada sebuah kesempatan, sampah plastik yang ditemukan di perut rusa bahkan mencapai 3,2 kilogram (kg).

"Sayangnya di Nara Park, kami sering melihat sampah dibuang tidak pada tempatnya. Ada orang-orang yang membuang kantong plastik dengan makanan masih ada di dalamnya. Saat mencium makanan, rusa akhirnya juga ikut makan sampah plastik," salah seorang anggota asosiasi menuliskan di akun Twitter-nya, beberapa waktu lalu.

Mencegah jumlah rusa yang mati bertambah, asosiasi itu menyediakan kantong ramah lingkungan yang akan digunakan saat memberi makan rusa. Dibanderol 1.350 yen (sekitar Rp 177 ribu), tas Otomo terbuat dari bahan pembuat kelambu yang didesain dengan mimik menggemaskan dari rusa.


Darurat Sampah Plastik

Rusa di Taman Nara Jepang
Foto yang diabadikan pada 9 Desember 2020 ini menunjukkan rusa yang sedang menatap toko "biskuit rusa" di Nara, Jepang. Rusa Nara, yang hidup berdekatan dengan manusia, menjadi salah satu simbol Kota Nara. Rusa Nara dilindungi sebagai monumen alam Jepang. (Xinhua/Du Xiaoyi)

Tas ini bisa dicuci kembali setelah digunakan dan sangat ringan dibawa. Desainnya membuat tas ini juga kece saat digunakan. Selain, bisa jadi salah satu suvenir menarik dari Negeri Sakura.

Selain rusa Nara, sampah, terutama selama plastik, juga telah mengancam biota laut dalam tingkat sangat serius. Pada Februari 2022, World Wide Fund for Nature (WWF) mengatakan bahwa sampah plastik telah mengotori semua lautan dan menyerukan upaya mendesak untuk membuat perjanjian internasional tentang plastik.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan pihaknya, 88 persen spesies laut telah terpengaruh kontaminasi plastik yang parah di lautan. Laporan tersebut menambahkan, banyak organisme laut telah menelan plastik, termasuk hewan laut yang biasa dikonsumsi manusia, demikian dikutip kanal Global Liputan6.com dari DW Indonesia.

Laporan yang disusun berdasarkan hasil bekerja sama dengan Institut Alfred Wegener di Jerman itu, mengumpulkan data dari 2.590 studi ilmiah, yang mengukur dampak plastik dan mikroplastik di laut. Dikaporkan, "pulau plastik" raksasa, yang terdiri dari potongan-potongan plastik yang mengapung, telah ditemukan di Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik.

Laporan tersebut menemukan, zat turunan bahan bakar fosil "telah mencapai setiap bagian lautan, dari permukaan laut hingga dasar laut dalam, dari kutub hingga garis pantai pulau-pulau terpencil, dan dapat dideteksi di dalam organisme plankton terkecil hingga mamalia laut terbesar: paus."


2.144 Spesies Menderita

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

WWF mengindikasi setidaknya ada 2.144 spesies yang menderita akibat polusi plastik di habitatnya. Sejumlah spesies akhirnya juga menelan sampah plastik, dengan rincian kasus konsumsi sampah plastik pada 90 persen burung laut dan 52 persen penyu laut, menurut laporan itu.

WWF memperingatkan, kandungan mikroplastik telah ditemukan pada spesies kerang biru dan tiram, dan seperlima sarden kalengan. Laporan itu juga memperkirakan, produksi plastik akan berlipat ganda pada 2040, dan berpotensi menyebabkan peningkatan empat kali lipat sampah plastik di lautan.

Juga, akan mencemari area dengan luas dua setengah kali ukuran Greenland. WWF menyebutkan beberapa wilayah laut yang paling terancam adalah Laut Kuning, Laut Cina Timur, dan Mediterania. Area-area ini sudah mencapai batas jenuh volume mikroplastik yang bisa diserap secara alamiah.

Pakar WWF, Eirik Lindebjerg, mengatakan bahwa penangkapan ikan merupakan penyumbang utama pencemaran laut dengan faktor utamanya adalah prevalensi plastik sekali pakai.

"Karena plastik semakin murah, produsen memproduksinya dalam jumlah besar, dan ini memungkinkan mereka mengembangkan produk sekali pakai yang kemudian jadi sampah," kata Lindebjerg.

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya