Liputan6.com, Jakarta - Partai NasDem menolak wacana penggunaan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai dalam Pemilu 2024. NasDem menilai penerapan sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran.
Ketua DPP NasDem Willy Aditya mengatakan, apabila diterapkan sistem pemilu proporsional tertutup, maka pemilih dipaksa membeli kucing dalam karung. Tidak tahu siapa anggota legislatif yang akan mewakilinya di parlemen.
Baca Juga
Advertisement
"Demokratisasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja. Yang terjadi pada sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsional tertutup maka terjadi kemunduran luar biasa. Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal caleg, rakyat juga dipaksa memilih kucing dalam karung," ujar Willy kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).
Sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini justru menjadi antitesis dari sistem proporsional tertutup yang pernah digunakan. Memilih calon legislatif secara langsung menjadi jawaban masalah kesenjangan representasi.
"Sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi. Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran," kata Willy.
Sistem proporsional terbuka membuka pintu bagi siapapun dengan berbagai latar belakang elektoral untuk ikut Pemilu. Sadangkan sistem tertutup justru akan melanggengkan oligarki partai politik. Sebab, asal anggota legislatif itu dekat dengan penguasa partai, maka kinerjanya tidak jadi persoalan.
"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," kata Willy.
Kelemahan Sistem Pemilu
Meski demikian, tidak dipungkiri ada kelemahan dalam sistem pemilu yang berlaku. Misalnya beragam masalah kecurangan. Tapi bukan berarti memilih jalan mundur menerapkan sistem lama.
"Namun jangan karena kekurangan yang ada, pilihannya adalah kemunduran. Itu sesat pikir namanya. Kalau kita ingin memperbaiki maka harus maju cara berpikirnya, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu kita koreksi sendiri," kata Willy.
"Kalau mau, gagas dan uji kembali sistem distrik atau sistem campuran misalnya. Ini namanya kita berpikir dan bergerak maju. Jadi jangan kebalik-balik cara berpikirnya," pungkas wakil ketua Baleg DPR RI ini.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement