Sosok Delima Silalahi, Aktivis Lingkungan Indonesia Peraih Penghargaan Prestisius Goldman Prize 2023

Delima Silalahi menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang menerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023 (Goldman Prize), penghargaan prestisius yang diberikan kepada para aktivis lingkungan di tingkat akar rumput.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 25 Apr 2023, 14:02 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2023, 14:02 WIB
Sosok Delima Silalahi, Aktivis Lingkungan Indonesia Peraih Anugerah Lingkungan Goldman 2023
Delima Silalahi, penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023. (dok. Edward Tigor via Goldman Prize)

Liputan6.com, Jakarta - Delima Silalahi jauh dari ingar bingar gemerlap ibu kota. Sebagai aktivis lingkungan, ia banyak menghabiskan waktu di hutan di Sumatera utara untuk memperjuangkan hak masyarakat adat yang lahannya direbut perusahaan pulp dan kertas besar untuk ditanami eukaliptus. Padahal, tanaman itu bukan merupakan tanaman asli dan dikembangkan secara monokultur.

Ia bersama gerakan masyarakat sipil di Sumatera Utara akhirnya berhasil mengambil kembali lahan yang menjadi hak enam kelompok masyarakat adat. Pada Februari 2022, pemerintah akhirnya memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak. 

Atas kiprahnya, Delima Silalahi yang menjabat sebagai direktur eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mendapat Anugerah Lingkungan Goldman 2023 (Goldman Prize). Ini merupakan penghargaan pertama di dunia bagi aktivis lingkungan di tingkat akar rumput.

Delima menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang mendapat penghargaan dari Goldman Environmental Foundation sekaligus mewakili kategori Pulau dan Negara Kepulauan. Penghargaan tahunan itu diharapkan menginspirasi masyarakat untuk beraksi melindungi Bumi.

"Saya sangat gembira walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan Masyarakat Adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit. Itu diperjuangkan. Kita tidak sedang melanggar hukum. Ada konstitusi yang menjamin perjuangan kita. Negara tidak akan memberikannya begitu saja kepada kita," kata Delima dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Selasa (25/4/2023).

Ada enam kelompok masyarakat adat Tano Batak yang mendapatkan pengakuan penggunaan lahan. Keenam komunitas adat itu adalah Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak, dan Tornauli Aek Godang Adiankoting. 

Mereka berkomitmen untuk melestarikan hutan adatnya. Enam kelompok masyarakat adat itu memiliki program pemulihan kawasan hutan adat mereka dengan mulai menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan. 

Bukan Orang Indonesia Pertama

Sosok Delima Silalahi, Aktivis Lingkungan Indonesia Peraih Anugerah Lingkungan Goldman 2023
Delima Silalahi, penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023, berpose bersama anggota komunitasnya. (dok. Edward Tigor via Goldman Prize)

Delima bukan yang pertama mendapat penghargaan serupa. Sebelum Delima ada Loir Botor Dingit (1997), Yosepha Alomang (2001), Yuyun Ismawati (2009), Prigi Arisandi (2011), Aleta Baun (2013), dan Rudi Putra (2014) yang berhasil mendapatkannya.

Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman. Hingga kini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 pemenang, termasuk 98 perempuan di 95 negara. Sebagian besar pemenang ini kemudian menempati posisi pejabat pemerintah, kepala negara, pemimpin NGO, dan penerima Nobel.

"Kini, ketika dunia menyadari krisis lingkungan akut, seperti perubahan iklim, ekstraksi bahan bakar fosil, dan pencemaran udara dan air, kita makin sadar akan hubungan kita satu sama lain dan terhadap semua kehidupan di planet," ujar John Goldman, Presiden Goldman Environmental Foundation.

"Aktivis akar rumput di Malawi yang tengah melawan pencemaran plastik di negaranya, terhubung dengan kita, begitu pun sebaliknya. Ia mengajari cara melakukannya di tempat tinggal kita. Pekerjaan ini, dan kehidupan kita, semuanya saling terkait."

Para Peraih Penghargaan Lingkungan Tahun Ini

(Foto: Dok Disparbud Gresik)
Banyuurip Mangrove Center (Foto: Dok Disparbud Gresik)

Penyerahan penghargaan akan dirayakan dalam seremoni langsung di Opera House San Francisco pada 24 April 2023, pukul 05.30 PM, waktu setempat, atau 25 April 2023, pukul 07.30 WIB. Ini merupakan seremoni tatap muka pertama sejak pandemi.

Acaraini akan dipandu oleh pendiri Outdoor Afro, Rue Mapp, beserta musisi tamu Aloe Blacc. Acara ini akan disiarkan langsung di kanal YouTube Goldman Environmental Prize.

Seremoni kedua akan diselenggarakan di Eisenhower Theater yang berlokasi di John F. Kennedy Center for the Performing Arts, Washington, DC, pada 26 April 2023, pukul 07.00 malam waktu setempat. Seremoni ini akan dipandu oleh jurnalis pemenang Anugerah Pulitzer, dengan sambutan khusus oleh Nancy Pelosi, mantan Ketua DPR AS.

Selain Delima, berikut adalah lima penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023 lainnya yang mewakili lima kategori berbeda:

1. AFRIKA: Chilekwa Mumba, Zambia

Chilekwa Mumba mengajukan gugatan hukum untuk meminta pertanggungjawaban dari Vedanta Resources sebagai perusahaan induk tambang yang diduga mencemari lingkungan akibat operasi Konkola Copper Mines di Provinsi Copperbelt, Zambia. Dia pun memenangkan gugatan di Mahkamah Agung Inggris dan prestasinya menjadi preseden hukum, yang menandai pertama kalinya perusahaan Inggris dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh operasi anak perusahaannya di negara lain. Preseden serupa kemudian diterapkan guna meminta pertanggungjawaban Shell Global, salah satu dari 10 perusahaan terbesar di dunia berdasarkan pendapatan, atas pencemaran yang dilakukannya di Nigeria.

2. ASIA: Zafer Kizilkaya, Turki

Dengan bekerja bersama koperasi nelayan setempat dan otoritas Turki, Zafer Kizilkaya memperluas jaringan kawasan konservasi laut (KKL) Turki sepanjang 498,9 km di pesisir Mediterania. Kawasan yang baru ditetapkan ini disahkan pemerintah Turki pada Agustus 2020 dengan cakupan perluasan jaringan KKP seluas 350 km persegi yang bebas penggunaan pukat harimau/pukat cincin dan tambahan zona bebas penangkapan ikan seluas 70 km persegi. Ekosistem bahari Turki telah mengalami degradasi parah akibat penangkapan ikan secara ilegal dan berlebihan, pengembangan pariwisata, dan dampak perubahan iklim. Keberadaan sejumlah KKL tersebut membantu menanggulangi tantangan ini.

3. EROPA: Tero Mustonen, Finlandia

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Sejak April 2018, Tero Mustonen memimpin restorasi terhadap 62 lokasi bekas tambang gambut industri dan hutan yang terdegradasi parah di seluruh Finlandia, dengan luas total 34.802,96 hektare. Ia dan tim mengubahnya menjadi lahan basah dan habitat yang produktif, serta memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

Dengan kekayaan bahan organiknya, lahan gambut merupakan penyerap karbon yang sangat efektif. Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN), lahan gambut merupakan penyimpan karbon alami terbesar di bumi. Sekitar sepertiga dari luas permukaan Finlandia terdiri dari lahan gambut.

4. AMERIKA UTARA: Diane Wilson, Amerika Serikat

Pada Desember 2019, Diane Wilson memenangkan kasus yang menjadi preseden melawan Formosa Plastics, salah satu perusahaan petrokimia terbesar di dunia, terkait pembuangan limbah plastik beracun secara ilegal di Pantai Teluk Texas. Penyelesaian senilai 50 juta dolar AS tersebut merupakan penghargaan terbesar dalam gugatan warga negara terhadap pencemar industri dalam sejarah Undang-Undang Air Bersih AS.

Sebagai bagian dari penyelesaian, Formosa Plastics sepakat untuk mencapai target 'nol-pembuangan' limbah plastik dari pabrik Point Comfort, membayar denda hingga dihentikannya pembuangan limbah, serta mendanai remediasi lahan basah, pantai, dan badan air setempat yang terdampak.

5. AMERIKA SELATAN DAN TENGAH: Alessandra Korap Munduruku, Brasil

Alessandra Korap Munduruku menghimpun upaya masyarakat dalam menghentikan pengembangan pertambangan oleh Anglo American, perusahaan tambang Inggris, di hutan hujan Amazon, Brasil. Pada Mei 2021, perusahaan berkomitmen secara resmi mencabut 27 proposal penelitian tambang yang disetujui di dalam wilayah adat, termasuk Wilayah Adat Sawré Muybu, yang memiliki hutan hujan seluas lebih dari 161.874,26 hektare. Keputusan ini dibuat untuk melindungi kawasan Amazon sebagai hutan hujan terbesar di dunia sekaligus penyerap karbon signifikan secara global yang tengah terancam secara kritis akibat meningkatnya kegiatan penambangan.

Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan
Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triiyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya