Unagi, Hidangan Belut Khas Jepang yang Ternyata Diimpor dari Cilacap

Menurut laman resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, unagi, atau juga dikenal sebagai sidat, adalah ikan yang digunakan dalam pembuatan hidangan unagi. Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program "Kampung Sidat" di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja.

oleh Dyra Daniera diperbarui 12 Jun 2023, 06:31 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2023, 06:31 WIB
Unagi
Unagi, hidangan ikan belut air tawar lezat khas Jepang. (Dok. Instagram/@kirakiralife.t)

Liputan6.com, Jakarta - Unagi merupakan salah satu menu yang selalu menjadi favorit di restoran-restoran khas Jepang. Menurut Japan Guide, Unagi adalah ikan belut air tawar yang memiliki rasa yang kaya dan berlemak. Unagi dapat disiapkan dengan berbagai cara, tetapi gaya paling populer adalah kabayaki dengan fillet unagi dipanggang dan dilumuri dengan saus manis gurih.

Fakta menarik ini baru-baru ini menjadi viral di media sosial Twitter. Semuanya dimulai ketika seorang pengguna media sosial menyebutkan bahwa makanan khas Jepang itu ternyata diproduksi di Indonesia, terutama di Cilacap, yang kini dijuluki sebagai 'Kota Unagi' di Indonesia.

Pada 28 Mei 2023, akun Twitter @PartaiSocmed mengunggah foto dirinya menikmati unagi dengan nasi. Dalam keterangan fotonya, ia menulis, "Maksi dulu dgn Unagi from Cilacap. Sekedar info saja Sushi Tei, Sushi Tengoku, dll unaginya produksi Cilacap ini. Mereka juga ekspor ke Jepang. Koperasi produsen unagi ini bisa berhasil krn saat merintis banyak dibantu oleh Kementerian KKP saat Bu @susipudjiastuti jadi menteri.”

Akun @jogmfs juga menulis, "Makanan ini terkenal di Jepang dan cukup mahal di sana padahal jepang import dari Indonesia khususnya Cilacap, ada yang pernah ngerasain lezat nya makanan ini ! bahasa jepang nya Unagi, bahasa kita nya sidat.”

Menurut laman resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, unagi, atau juga dikenal sebagai sidat, adalah ikan yang digunakan dalam pembuatan hidangan unagi. Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program "Kampung Sidat" di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja. 

Program ini secara langsung diinisiasi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti pada 2018. Desa Kaliwungu telah dikenal sebagai Kampung Sidat pertama di Indonesia. Budidaya sidat saat ini masih mengandalkan hasil dari tangkapan alam, hal itu karena sidat belum dapat dipijahkan. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


8 dari 20 Jenis Sidat Dunia Ada di Indonesia

SIdat
Cilacap merupakan salah satu dari tiga "Kampung Sidat" di Indonesia, bersama dengan Sukabumi dan Banyuwangi. (Dok. Twitter/@PartaiSocmed)

Plt. Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada Pusat Riset Perikanan KKP, Eko Priyanto menjelaskan, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan budidaya sidat dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem. Dengan demikian, populasi sidat di alam tetap terjaga dan terhindar dari kepunahan.

"Di Eropa dan Jepang, populasi sidat sudah jauh menurun dan tidak boleh ditangkap. Indonesia merupakan penghasil sidat terbesar yang pemanfaatannya belum optimal," kata Eko pada Pelatihan Penangkapan dan Budidaya Sidat 2018 lalu.

Eko menjelaskan bahwa Indonesia memiliki 8 dari 20 jenis sidat yang ada di dunia. Kebijakan larangan penangkapan sidat di beberapa negara telah menyebabkan permintaan sidat dari Indonesia meningkat. Mengingat ketersediaan sidat yang melimpah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berusaha untuk mengedukasi masyarakat melalui pelatihan budidaya dan konservasi.

"Ada dua jenis sidat yang sangat diminati pasar ekspor, yakni Anguilla bicolor dan Anguilla mamorata. Diharapkan pemanfaatan sidat ini tidak melebihi daya dukung lingkungan dan stok yang ada di alam," tambah Eko.

Cilacap juga merupakan salah satu dari tiga "Kampung Sidat" di Indonesia, bersama dengan Sukabumi dan Banyuwangi. Proses budidaya sidat dilakukan oleh pengusaha-pengusaha asal Indonesia. Biasanya dimulai dari ikan sidat berukuran kecil yang ditangkap nelayan dari berbagai daerah.


Budidaya Sidat Sempat Terhambat Saat Pandemi

Sidat
Budi Daya Sidat di "Kampung Sidat" di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Cilacap. (Dok. Twitter/@riandarrr)

Dikutip dari laman Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap, pandemi telah berdampak besar bagi pembudidayaan sidat di Cilacap, Jawa Tengah, juga mendorong mereka untuk menjadi lebih kreatif. Karena terhenti potensi ekspor sidat ke Jepang, pasar lokal menjadi sasaran penjualan utama bagi salah satu restoran Jepang terkemuka di Indonesia.

Beberapa varian olahan sidat, seperti kabayaki dan shirayaki, menjadi pilihan yang disalurkan. Diolah secara higienis, sidat dibelah, dibersihkan, dipanggang lalu dibumbui dengan saus, disebut varian kabayaki dan dihargai Rp380.000/kg. Sementara yang tidak menggunakan saus, dikenal sebagai shirayaki, harganya Rp350.000/kg.

Situasinya agak berbeda ketika memenuhi permintaan dari Jepang. Saat itu, harga sidat utuh sekitar Rp200.000/kg. Meskipun harganya lebih murah daripada olahan sidat, namun dalam praktiknya lebih menguntungkan. Hal ini karena ikan sidat tidak perlu diolah, sehingga biaya operasional menjadi lebih hemat.

Rudy Utomo, Manajer Koperasi Mina Sidat Bersatu, mengungkapkan harapannya untuk dapat kembali memenuhi potensi ekspor. Menurutnya, penawaran kerja sama telah mulai datang, tetapi ada kendala yaitu minimal harus mampu memasok sebanyak 10 ton per bulan untuk kontrak selama satu tahun.

Untuk memenuhi kuota yang diminta, pembudidaya sidat membutuhkan benih sidat (glass eel) dalam jumlah yang cukup. Namun, ketersediaan benih sidat masih belum mencukupi karena benih harus diambil dari alam, dan nelayan yang mencarinya masih belum banyak yang aktif kembali sejak pandemi.


Kandungan Nutrisi Unagi

Unagi
Unagi yang telah diolah menjadi kabayaki di Cilacap. (Dok. Twitter/@PartaiSocmed)

Unagi yang diekspor ke Jepang harus melalui standar yang tinggi. "Unagi yang bisa diterima Jepang pasti bukan unagi sederhana. Sama dengan ekspor udang ke Jepang, harus melalui proses yang tidak sederhana. Pertama, jenisnya berbeda, kedua penanganannya juga pasti khusus," ujar Wahyu Saidi, pimpinan Teknik Kelautan di Persatuan Insinyur Indonesia, saat diwawancarai Liputan6.com pada Minggu, 11 Juni 2023.

Selain sidat, ada pula beberapa tangkapan laut dari Indonesia juga diketahui diekspor ke Jepang, terutama udang, tuna, cakalang, tongkol dan lobster. Menurut Wahyu, tuna jenis tertentu hanya ada di Indonesia sehingga diincar pasar global. "Coba cari tuna di Jakarta, susah, yang ada hanya sisanya saja," ungkap Wahyu. 

Ia menambahkan, "Ekspor ikan hasil bumi kita itu besar, ratusan triliun rupiah per tahun. Ada juga udang vaname yang diekspor ke pasar premium di Jepang dan Amerika, tapi lebih banyak diekspor ke Cina dan Taiwan untuk direekspor lagi."

Dilansir dari Health Liputan6.com, ikan sidat dianggap sebagai sumber pangan yang sangat baik. Ikan migrasi ini kaya protein tinggi, vitamin A 4700 IU, omega 3, DHA (docosahexaenoic acid, asam lemak omega 3 untuk mengatur perkembangan otak, kulit, dan retina), serta EPA (eicosapentaenoic acid, pencegahan dan pengobatan penyakit jantung aterosklerosis). Karena itu, ikan sidat sering dikonsumsi termasuk dalam hidangan unagi.

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya