Peralihan Aset Kripto ke OJK Optimalkan Ekosistem Aset Keuangan Digital

OJK menyatakan, perubahan regulasi juga mencerminkan pergeseran paradigma mengenai aset kripto yang kini dikategorikan sebagai bagian dari aset keuangan digital.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 12 Feb 2025, 23:13 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 20:30 WIB
Peralihan Aset Kripto ke OJK Optimalkan Ekosistem Aset Keuangan Digital
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi. (Foto: Liputan6.com/Gagas YP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengambil alih tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto per 10 Januari 2024. Langkah ini menandai peralihan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.

Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK) serta Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2024 yang mengatur mekanisme peralihan tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menegaskan kebijakan ini tidak hanya berorientasi pada aspek keamanan dan kehati-hatian dalam ekosistem aset kripto nasional, tetapi juga bertujuan mengembangkan serta mengoptimalkan ekosistem aset keuangan digital secara berkelanjutan.

“Pendekatan ini diharapkan mampu menghadirkan manfaat lebih nyata kepada masy kepada konsumen pelaku usaha serta dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional melalui penciptaan inovasi dan adopsi teknologi keuangan yang lebih luas,” kata Hasan di Seminar Harnessing Crypto Assets for Financial Market Growth and Economic Resilience dalam rangkaian Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, di Jakarta Selasa (11/2/2025).

Transformasi Paradigma Aset Kripto

Menurut Hasan Fawzi, perubahan regulasi juga mencerminkan pergeseran paradigma mengenai aset kripto yang kini dikategorikan sebagai bagian dari aset keuangan digital.

Perubahan ini menunjukkan bahwa aset kripto tidak lagi hanya dianggap sebagai komoditas, melainkan instrumen keuangan yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor jasa keuangan nasional.

“Aset kripto tidak lagi sekadar diperjualbelikan untuk meraih keuntungan dari selisih harga, tetapi berkembang menjadi instrumen keuangan yang memiliki potensi pemanfaatan dan pengembangan lebih luas ke depan,” jelas Hasan.

Dengan demikian, menurut Hasan keberadaan aset kripto diharapkan dapat mendorong inovasi teknologi dan model bisnis baru di sektor keuangan, memperluas akses keuangan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Tren Global dan Adopsi Aset Kripto

Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik
Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik... Selengkapnya

Di sisi lain Amerika Serikat, melalui Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) telah menyetujui instrumen Exchange-Traded Fund (ETF) berbasis Bitcoin Spot pada Januari 2024. Bahkan, pada Januari 2025, SEC akan memperluas regulasi dengan menyetujui ETF berbasis kombinasi aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum.

“Perubahan lanskap ini mendorong partisipasi aktif dari berbagai hedge fund dan manajer aset global. Laporan dari PwC 2024 menunjukkan bahwa 47 persen hedge fund tradisional telah memiliki eksposur pada aset digital, meningkat signifikan dari 29 persen di tahun sebelumnya,” jelas Hasan.

Dari perspektif pasar, kapitalisasi aset kripto global meningkat 45,7 persen dengan nilai mencapai USD 3,4 triliun. Pertumbuhan ini mencerminkan minat yang semakin tinggi dari investor ritel maupun institusi terhadap aset kripto sebagai kelas aset baru.

Usaha Regulator Makin Besar untuk Atur Kripto

Di sisi lain, Pemimpin Riset alur kerja Sistem Uang Baru Program Aset Digital di Cambridge Centre for Alternative Finance, Roman Proskalovich mengungkapkan banyak regulator saat ini mengingatkan usaha mereka untuk membawa aset kripto dalam parameter regulai.

Menurut Roman ada beberapa penyebab yang mendorong langkah regulator tersebut, tetapi yang paling penting adalah adopsi aset kripto yang semakin besar dan banyaknya kejadian yang merugikan investor.

“Misalnya kasus FTX dan stablecoin Luna. Jadi regulator mengerti stablecoin bukan solusi yang bagus lagi dan mereka mengambil langkah untuk membuat kerangka peraturan,” jelas Roman.

Akibat hal ini banyak negara yang membuat standar internasional yang diharapkan dapat menjadi patokan global, seperti di Uni Eropa dengan aturan Market in Crypto Assets (MiCA).

 

Adopsi Kripto di Indonesia

Aset digital kripto Bitcoin. (Foto by AI)
Aset digital kripto Bitcoin. (Foto by AI)... Selengkapnya

Di tingkat domestik, Hasan menjelaskan Indonesia menunjukkan perkembangan pesat dalam adopsi aset kripto. Berdasarkan laporan Chainalysis 2024, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam Global Crypto Adoption Index, berada di bawah India dan Nigeria.

“Kehadiran aset digital, termasuk kripto, berpotensi memperkuat pertumbuhan pasar keuangan Indonesia melalui peningkatan opsi diversifikasi investasi serta mendorong inovasi produk keuangan yang memberikan nilai tambah bagi konsumen dan ekosistem keuangan secara keseluruhan,” jelas Hasan.

Tokenisasi dan Masa Depan Aset Digital

Hasan juga menyoroti tren tokenisasi sebagai pendorong utama inovasi di industri aset digital pada 2025. Tokenisasi memungkinkan fragmentasi kepemilikan atau fractional ownership, sehingga aset bernilai tinggi yang sebelumnya hanya dapat diakses segelintir investor kini lebih inklusif dan dapat dijangkau oleh lebih banyak pihak.

Dengan regulasi yang semakin jelas serta dukungan dari berbagai pihak, OJK optimistis ekosistem aset kripto dan keuangan digital di Indonesia dapat berkembang secara sehat dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya