Liputan6.com, Jakarta - Adidas, salah satu nama besar di dunia peralatan olahraga, memperkenalkan sepasang sepatu kets terbarunya yang dibanderol dengan harga AUD 777 atau setara dengan Rp7,6 juta. Sepatu tersebut diberi nama Adizero Adios Pro Evo 1 dan menjadi produk terbaru untuk kategori sepatu lari.
Melansir news.com.au pada Selasa (19/9/2023), Adizero Adios Pro Evo 1 diklaim tidak hanya mengedepankan desain modern, tetapi juga fungsionalitas dengan bobot hanya 138 gram saja. Sepatu ini dijuluki sebagai tonggak baru dalam dunia sepatu lari, yang memiliki misi untuk merombak ekonomi lari serta menjadi pendukung bagi para atlet untuk menciptakan rekor maraton yang baru.
Baca Juga
Jika dibandingkan dengan produk sebelumnya, yakni Adizero Adios Pro 3, sepatu terbaru ini memiliki keunggulan signifikan. Adizero Adios Pro Evo 1 tercatat 40 persen lebih ringan dari pendahulunya.
Advertisement
Mengutip informasi dari Runners World, Adidas menyampaikan bahwa sejumlah atletnya akan mengenakan Adizero Adios Pro Evo 1 di musim maraton yang akan datang. Empat di antaranya akan segera menguji sepatu tersebut di ajang Berlin Marathon pekan depan.
Namun, ada satu detail penting yang tidak boleh dilewatkan oleh para konsumen. Charlotte Heidmann, selaku manajer produk global senior di Adidas, menegaskan bahwa setiap pembelian Adizero Adios Pro Evo 1 disertai dengan sebuah penafian (pernyataan) yang sangat krusial.
Menurutnya, Adizero Adios Pro Evo 1 dirancang khusus untuk "satu balapan" saja, yang berarti hanya untuk satu maraton ditambah periode "adaptasi pemakaian sepatu". Dengan kata lain, ketahanan sepatu lari tersebut diperkirakan hanya mencapai sekitar 42 kilometer. Informasi ini tentu mengejutkan dan memicu banyak spekulasi serta kontroversi.
Dianggap Tidak Peduli Isu Keberlanjutan
Sejumlah reaksi muncul di dunia maya, khususnya terkait klaim isu keberlanjutan Adidas. Beberapa warganet kecewa, menganggap bahwa perusahaan ini hanya berupaya menarik perhatian dengan mengklaim produknya ramah lingkungan, sementara realitanya sepatu yang dijual dengan harga premium tersebut hanya bisa bertahan untuk satu kali lomba.
Istilah "greenwashing" pun menjadi sorotan, yang mengacu pada praktik perusahaan yang berpura-pura peduli terhadap isu lingkungan hanya demi meningkatkan citra positif. Salah satu warganet dengan tegas mengkritik langkah Adidas di media sosial, terutama di Instagram.
Dia menulis, "Jangan mengklaim diri sebagai perintis sepatu eco-friendly yang bertujuan menghapus sampah plastik, sementara Anda memproduksi sepatu Rp7 juta yang hanya dirancang untuk satu perlombaan."
Kritik lain muncul dari seorang pengguna yang mengakui bahwa Adidas memang telah membuat kemajuan signifikan dalam hal keberlanjutan dan penggunaan bahan daur ulang. Namun, rilis sepatu baru ini, menurutnya, tampaknya bertentangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan yang selama ini diusung oleh Adidas. Dengan kata lain, sepatu baru ini tampaknya menjadi langkah mundur dari komitmen tersebut.
“Bagaimana Anda bisa konsisten dengan prinsip-prinsip tersebut saat merancang sepatu yang, meski hebat, hanya dirancang untuk satu lomba? Apakah @adidasrunning telah mengesampingkan komitmen keberlanjutannya untuk mencapai kesuksesan?” tanya komentator tersebut, yang mengidentifikasi dirinya sebagai seorang pelari maraton.
Advertisement
Klarifikasi Adidas
Perusahaan tersebut segera mengklarifikasi segala pertanyaan. Mereka menekankan bahwa sepatu tersebut, meski dioptimalkan untuk satu balapan, dibuat dari bahan yang ramah lingkungan.
"Sepatu ini memiliki bagian atas dari nilon daur ulang, dan busa di bagian tengahnya terbuat dari 40 persen minyak jarak berbasis bio. Ini adalah inovasi kami yang paling ringan dan khusus dirancang untuk para pelari yang berpengalaman," ujar Adidas dalam responsnya.
Reaksi negatif ini muncul tidak lama setelah Adidas mengadakan acara kolaboratif bersama Parley, yaitu "Run for the Oceans", yang berfokus pada inisiatif pembersihan plastik. Dalam acara tersebut, laporan menunjukkan bahwa lebih dari 6,7 juta orang turut serta dalam misi pembersihan sampah plastik. Setelah acara berakhir, Adidas juga berkomitmen untuk menghilangkan 250 ribu kilogram sampah plastik dari berbagai kawasan, termasuk pantai dan komunitas pesisir.
Dalam rangka mempromosikan keberlanjutan, Adidas juga telah mengambil langkah-langkah lain yang signifikan. Mereka berjanji untuk menginkorporasikan 96 persen poliester daur ulang ke dalam produk mereka.
Salah satu inisiatif yang menarik perhatian adalah "Made to be Remade". Melalui program ini, Adidas bertujuan untuk memaksimalkan siklus hidup produk. Mereka mengambil produk lama, menghancurkannya, kemudian mendaur ulang bahan tersebut untuk menciptakan produk baru.
Kontroversi Lainnya
Kontroversi lain juga menghampiri Adidas saat meluncurkan koleksi baju renang Pride 2023. Mereka mengiklankan pakaian renang di situs webnya di bagian "wanita" dengan bantuan model yang tampak seperti pria. Salah satu pakaian renang berupa one-piece warna-warni, yang disebut "Baju Renang Pride" dan dibanderol 70 dolar AS (sekitar Rp1 juta).
Dalam iklan, dipamerkan seorang model pria yang juga memperlihatkan tonjolan yang mencolok di area selangkangan. Melansir NY Post, Kamis, 18 Mei 2023, video di situs Adidas menunjukkan model dalam baju renang one-piece, dengan kamera pada satu titik memperbesar untuk memperlihatkan bulu dada yang sedikit menyembul.
Tidak jelas apakah model tersebut diidentifikasi sebagai laki-laki atau transgender. Adidas dan Mnisi tidak segera menanggapi permintaan komentar dari The Post, sebut publikasi itu.
Koleksi baru rancangan desainer Afrika Selatan Rich Mnisi ini dijuluki "Let Love Be Your Legacy" dan dirilis menjelang Bulan Pride pada Juni 2023. Itu adalah "perayaan ekspresi diri, imajinasi, dan keyakinan tidak tergoyahkan bahwa cinta menyatukan," menurut laman Adidas.
Dalam siaran pers, Adidas mengatakan kalimat itu "terinspirasi surat cinta yang ditulis Mnisi untuk dirinya yang lebih muda," Itu merupakan "seruan bagi sekutu aktif untuk memberdayakan dan memperjuangkan komunitas LGBTQIA+."
Advertisement