Liputan6.com, Jakarta Kebijakan tarif impor tinggi yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang perekonomian global. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak paling serius terhadap tarif impor itu.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, menilai dengan tarif balasan sebesar 32 persen terhadap produk ekspor Indonesia, banyak industri padat karya kini berada di ujung tanduk.
Baca Juga
Edy Wuryanto pun, menyerukan pentingnya langkah konkret negara untuk melindungi para pekerja yang terancam kehilangan mata pencahariannya.
Advertisement
Menurut Edy, kebijakan Trump bukan sekadar soal angka atau tarif, melainkan tentang jutaan buruh Indonesia yang menggantungkan hidup dari sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan perikanan. Industri-industri inilah yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
“Dengan adanya kebijakan Trump, kini industri itu menghadapi tekanan berat akibat melonjaknya beban biaya ekspor ke pasar AS. Akibatnya, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran menjadi sangat nyata,” kata Edy dari keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa (8/4/2025).
Tak Boleh Sekedar Normatif
Edy menilai, krisis yang muncul akibat perang dagang global ini tidak boleh disikapi dengan narasi normatif semata. Negara, menurutnya, harus hadir secara aktif dan tegas dalam melindungi warganya, khususnya buruh yang paling rentan terhadap dampak kebijakan luar negeri.
“Pemerintah tidak boleh menunggu sampai gejolak itu benar-benar memukul, melainkan harus sudah menyiapkan intervensi sosial dan ekonomi yang sistematis,” ujarnya.
DPR Minta Pemerintah Lindungi Buruh
Lebih lanjut, Edy menyampaikan bahwa pelemahan rupiah, ketidakstabilan bursa saham, dan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi bukan hanya isu makro.
"Semua itu memiliki dampak langsung terhadap pekerja, salah satunya penurunan upah riil. Dia menekankan bahwa pendekatan yang humanistik dan berkeadilan harus menjadi landasan kebijakan negara dalam menghadapi krisis ini," ujarnya
Edy terus mendorong pemerintah untuk mempercepat perlindungan buruh, termasuk memastikan skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berjalan efektif. Dalam pandangan Edy, krisis global seperti ini hanya bisa dihadapi dengan solidaritas nasional dan keberpihakan yang tegas terhadap pekerja.
“Buruh bukan sekadar komponen ekonomi, melainkan pilar utama pembangunan bangsa. Dalam situasi global yang tidak pasti seperti saat ini, melindungi tenaga kerja bukan hanya kewajiban moral, tapi juga investasi strategis untuk masa depan Indonesia,” ujar Edy.
Advertisement
IMF: Tarif Impor Timbulkan Risiko Besar ke Ekonomi Global
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa penerapan tarif impor yang sangat tinggi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump menimbulkan risiko yang signifikan terhadap perekonomian global.
Mengutip The Guardian, Selasa (8/4/2025) IMF juga mengingatkan bahwa tarif impor berisiko menimbulkan aksi jual besar-besaran di pasar saham di seluruh dunia oleh para investor.
Direktur pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan bahwa penting bagi AS dan mitra dagangnya untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dari perang dagang, sementara pasar saham anjlok pada hari Jumat (4/4) karena Tiongkok membalas tarif tersebut.
"Kami masih menilai implikasi ekonomi makro dari langkah-langkah tarif yang diumumkan, tetapi hal itu jelas merupakan risiko yang signifikan terhadap prospek global di saat pertumbuhan ekonomi sedang lesu," kata Georgieva.
"Penting untuk menghindari langkah-langkah yang dapat semakin merugikan ekonomi dunia. Kami mengimbau Amerika Serikat dan mitra dagangnya untuk bekerja secara konstruktif guna menyelesaikan ketegangan perdagangan dan mengurangi ketidakpastian," jelasnya.
IMF memperkirakan bahwa tarif impor hingga 50% atas impor ke AS telah menghapus triliunan dolar dari nilai perusahaan-perusahaan terbesar di dunia di tengah meningkatnya kekhawatiran akan resesi di negara tersebut.
"Praktik AS ini tidak sejalan dengan aturan perdagangan internasional, sangat merugikan hak dan kepentingan sah Tiongkok, dan merupakan praktik intimidasi sepihak yang umum," kata komisi tarif dewan negara Tiongkok.
