Liputan6.com, Jakarta - Makan malam Natal secara tradisional merupakan kesempatan memanjakan diri dengan menyantap ragam kuliner favorit. Namun, pesta meriah nan berlebihan nyatanya membawa masalah, termasuk potensi sampah makanan.
Jadi, bagaimana memastikan mengurangi limbah selama perayaan yang sering kali dikaitkan dengan makanan dalam jumlah besar? Melansir Euro News, Senin, 25 Desember 2023, menurut Pierre Condamine, seorang petugas kebijakan limbah di Zero Waste Europe, pendekatan terbaik agar tidak membuang makanan adalah dengan mengubah pola pikir.
Baca Juga
"Tips pertama adalah memasak dengan pendekatan preventif," ujar dia. Hal ini termasuk menghitung dengan tepat berapa banyak makanan yang dibutuhkan, dan menyesuaikan resep makanan dengan kebutuhan tersebut.
Advertisement
Condamine mengatakan, Natal adalah waktu yang tepat untuk menunjukan solidaritas, baik pada sesama maupun Bumi. Anda dapat mencari platform berbagi makanan secara online, atau memberi makanan berlebih pada tetangga atau seseorang yang membutuhkan.
"Ini bukan hanya tentang hal-hal individu," kata dia. "Ini juga tentang apa yang dapat Anda lakukan terhadap masyarakat."
Ironinya, sampah makanan bukan hanya jadi isu saat Natal saja. Condamine mengatakan, penting untuk melihat gambaran yang lebih besar. "Ini seperti visi sirkular dalam produksi pangan, dan limbah makanan ada di dalamnya, namun ini lebih besar. Ini menyangkut sistem pangan berkelanjutan secara keseluruhan," ucapnya.
Ia menyambung, "Saya pikir hal pertama yang kita lupakan adalah bahwa ini tentang tidak membuang-buang waktu."
Mengurangi Limbah Makanan
Ahli itu merekomendasikan untuk membeli makanan yang bersumber secara lokal. "Rantai pasokan yang lebih pendek cenderung menghasilkan limbah makanan lebih kecil," sebutnya.
Kemudian, Anda juga disarankan untuk berbagi dengan komunitas. Ia berpendapat, "Membantu seseorang yang membutuhkan juga akan membantu planet ini."
Lalu, carilah resep untuk membuat makanan baru dari sisa makanan. Apel bisa dibuat jadi selai, misalnya. Terakhir, jangan pergi berbelanja makanan saat lapar. Alih-alih, Anda diminta membuat daftar terlebih dahulu dan patuhi daftar tersebut.
Secara kolektif, menekan volume sampah makanan juga sudah diinisiasi beberapa brand. Di Jepang, misalnya, merek cookies populer, Moonlight, siap memasarkan "produk tidak sempurna" mereka. Produsennya, Morinaga, memutuskan demikian untuk tidak menambah volume sampah makanan yang kian mengkhawatirkan.
Melansir Japan Today, 29 Juni 2023, mulai 28 Juni 2023, mereka mulai menjual Imperfect Moonlight (Wakeari Moonlight). Kue Moonlight berasal dari tahun 1960, menggunakan ramuan bahan sangat sederhana dengan dominan rasa telur yang manis nan ringan. Nama mereka merepresentasi bentuknya yang seperti bulan kecil.
Advertisement
Promosikan Daur Ulang
Versi barunya, Imperfect Moonlight, adalah kue-kue yang telah mengalami keretakan, terkelupas, pecah, atau masih ada tepung tambahan yang menempel di dalamnya dari proses pembuatan. Semua hal ini dijamin "tidak berpengaruh pada rasa kue."
Produk kue Moonlight ini akan diberi label "Imperfect," dan bagi mereka yang tidak memperhatikan atau tidak dapat membacanya, boksnya menampilkan gambar biskuit rusak di samping cookies yang masih utuh. Ini menunjukkan bahwa pembeli akan dapatkan campuran kualitas cookie.
Morinaga mengatakan, lini baru kue Moonlight adalah bagian dari tujuan mereka mengurangi limbah makanan hingga 70 persen. Selain menjual cookies yang rusak, mereka juga mengaku mencoba menggunakan sumber daya makanan dengan lebih efisien dan mempromosikan daur ulang.
Perusahaan tidak menentukan harga eceran yang disarankan untuk cookies ini, menyerahkannya ke masing-masing toko. Berat kemasannya adalah 336 gram, dan karena satu kue Moonlight beratnya sekitar delapan gram, satu bungkus Imperfect Moonlight dapat berisi sekitar 40 kue, jauh lebih banyak daripada 14 kue yang dimiliki kotak biasa.
Jadi, alih-alih menurunkan harga, mungkin nilainya akan berupa mendongkrak jumlah cookies.
Limbah Pangan Global
Mengutip World Economic Forum, tercatat bahwa sekitar sepertiga dari semua makanan yang diproduksi hilang atau terbuang setiap tahun, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Karenanya, salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan PBB adalah mengurangi separuh limbah pangan global.
Juga, mengurangi kehilangan pangan dalam produksi dan pasokan pada 2030. Sebuah studi menilai emisi kehilangan dan pemborosan makanan di setiap rantai pasokan, mulai dari saat makanan dipanen hingga berakhir di TPA atau kompos.
Ditemukan bahwa pada 2017, limbah makanan global menghasilkan 9,3 miliar ton emisi, kira-kira sama dengan total emisi gabungan Amerika Serikat dan Uni Eropa di tahun yang sama. Bersamaan dengan emisi karbon, ini terjadi saat lebih dari 800 juta orang terdampak kelaparan pada 2021, menurut PBB.
Studi baru, yang diterbitkan di Nature Food, mengeksplorasi sejumlah cara di mana emisi dari limbah makanan dapat dikurangi, seperti mengurangi separuh konsumsi daging dan pengomposan daripada membuang sampah makanan.
Advertisement