Viral Bahan Bakar Pesawat dari Kotoran Manusia, Bisa Jadi Masa Depan Penerbangan Berkelanjutan?

Beberapa perusahaan kian kreatif dalam menciptakan bahan bakar jet alternatif yang berkelanjutan. Ada inisiatif pesawat menggunakan bahan bakar minyak goreng hingga ada pula yang bahan bakar jet seluruhnya terbuat dari kotoran manusia.

oleh Putu Elmira diperbarui 16 Jan 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2024, 07:00 WIB
Ilustrasi Pesawat Terbang
Ilustrasi pesawat terbang. (dok. Unsplash.com/@trinitymmoss)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah perusahaan kian kreatif dalam menciptakan bahan bakar jet alternatif yang berkelanjutan. Ada inisiatif pesawat menggunakan bahan bakar minyak goreng hingga ada pula yang bahan bakar jet seluruhnya terbuat dari kotoran manusia.

Dikutip dari CNN, Senin, 15 Januari 2024, inovasi itu diciptakan oleh Firefly Green Fuels, sebuah perusahaan penerbangan yang berbasis di Gloucestershire, Inggris. Prospek pesawat bertenaga kotoran sedang menarik perhatian.

Meskipun bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) bukanlah hal baru, gagasan untuk menggunakan limbah, seperti limbah yang melimpah dan tidak dapat dihindari, merupakan hal baru. Jadi, apakah ini benar-benar masa depan bagi perjalanan udara?

Penerbangan komersial menghasilkan sekitar 2,5 persen emisi karbon global, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Upaya untuk mengurangi dampak sektor ini terus dilakukan melalui pengembangan pesawat listrik dan bertenaga hidrogen.

Namun, teknologi ini masih jauh dari jangkauan untuk mendukung penerbangan penumpang jarak jauh. Sebaliknya, industri ingin menggunakan SAF, dengan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan bahwa SAF dapat berkontribusi hingga 65 persen dari pengurangan emisi yang diperlukan agar penerbangan dapat mencapai net-zero pada 2050.

SAF terbakar seperti bahan bakar jet pada umumnya dan menghasilkan jumlah emisi yang sama saat pesawat terbang, namun jejak karbonnya lebih rendah selama seluruh siklus produksinya. Hal ini dikarenakan biasanya terbuat dari tumbuhan yang telah menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer saat masih hidup.

Pengembangan Sejak 2000-an

Ilustrasi Pesawar
Ilustrasi pesawat. (dok. Alevision.co/Unsplash)

Dalam kasus kotoran, kotoran tersebut terbuat dari tumbuhan dan makanan lain yang telah dimakan manusia dan melewati sistem pencernaan. CO2 yang diserap dilepaskan kembali ke atmosfer ketika SAF terbakar, sedangkan pembakaran bahan bakar jet yang terbuat dari bahan bakar fosil mengeluarkan karbon yang telah dikunci.

Sejauh ini, limbah merupakan sumber daya yang belum dimanfaatkan dalam SAF. Namun, James Hygate, CEO Firefly, berpendapat bahwa ini adalah peluang yang terlewatkan.

"Ada banyak sekali, ada di mana-mana di dunia dan saat ini tidak ada manfaatnya karena menjadikannya bahan yang bernilai sangat rendah," katanya kepada CNN.

Itu sebabnya perusahaan tersebut telah mengembangkan bahan bakar rendah karbon sejak awal 2000-an, termasuk biodiesel yang terbuat dari minyak lobak untuk mobil dan truk, beralih ke bahan bakar jet, dan kotoran. Untuk mengubah kotoran manusia menjadi bahan bakar yang dapat digunakan, Firefly menggunakan metode yang disebut pencairan hidrotermal, yang baik untuk limbah basah.

Dengan menggabungkan tekanan tinggi dan panas, ia mengubah limbah menjadi biochar yang kaya karbon (bubuk yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman) dan minyak mentah. Sejauh ini, produksinya masih dalam skala kecil di laboratorium.

Hasil Analisis Peneliti

Ilustrasi Pesawat
Ilustrasi pesawat. (dok. Unsplash.com/@killianpham)

Hasil awalnya cukup menjanjikan, dengan analisis independen yang dilakukan oleh para peneliti di universitas-universitas di Uni Eropa dan Amerika Serikat menemukan bahwa bahan bakar tersebut hampir identik dengan bahan bakar jet fosil standar. Menurut analisis siklus hidup yang dilakukan oleh Cranfield University di Inggris, bahan bakar ini juga memiliki jejak karbon 90 persen lebih rendah dibandingkan bahan bakar jet standar. Firefly ingin meningkatkan produksinya di tahun-tahun mendatang.

Perusahaan berencana untuk mengajukan permohonan tahun ini untuk proses kualifikasi bahan bakar ke badan standar ASTM Internasional. Kemudian, mereka akan mulai membangun fasilitas pemrosesan di Inggris, yang diharapkan Hygate akan beroperasi sebelum 2030 dan mampu menangani 100.000 ton minyak mentah hayati per tahun atau memproduksi sekitar 40 juta liter SAF.

Sebagai gambaran, itu cukup untuk 800 penerbangan dari London ke New York, menurut Hygate. Ia menambahkan bahwa bahan bakar ini akan lebih mahal dibandingkan minyak tanah konvensional yang digunakan pada pesawat terbang, namun lebih murah untuk diproduksi dibandingkan bahan bakar nabati lainnya.

Kuantitas Limbah

Tarik Turis Asing Kaya, Jepang Bakal Sederhanakan Prosedur Imigrasi
Ilustrasi pesawat jet pribadi. (dok. Chris Leipelt/Unsplash.com)

Mendapatkan limbah harus dilakukan dengan mudah, katanya, seraya menambahkan bahwa Firefly sudah berbincang dengan sejumlah perusahaan utilitas air di Inggris. Namun, dia mengakui bahwa pembiayaan fasilitas pemrosesan bisa menjadi sebuah tantangan.

"Ini adalah proyek infrastruktur besar yang membutuhkan dana agar bisa benar-benar membuahkan hasil," katanya. Sejauh ini, perusahaan tersebut menerima hibah penelitian senilai 2 juta pound sterling (Rp39,5 miliar) dari Pemerintah Inggris dan investasi 5 juta pound sterling (Rp98,9 juta) dari maskapai penerbangan Eropa Wizz Air.

Namun, kuantitas limbah merupakan salah satu hal yang tidak dapat ditingkatkan. Hygate memperkirakan bahwa jika semua limbah limbah Inggris yang dapat digunakan digunakan untuk membuat bahan bakar penerbangan, jumlah tersebut hanya akan memenuhi 5 persen dari permintaan bahan bakar jet di Inggris.

Karena itu, minyak ini harus digunakan bersama dengan bahan baku SAF lainnya, seperti minyak lobak. Laporan 2023 dari Royal Society mengenai solusi penerbangan net zero menemukan bahwa "skala dan ketersediaan bahan baku" merupakan hambatan bagi biofuel.

Produksi biofuel dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan penerbangan di Inggris akan memerlukan lebih dari separuh lahan pertanian di negara tersebut. Laporan tersebut juga mencatat bahwa terdapat perdebatan mengenai apakah limbah pertanian benar-benar merupakan "sampah", karena limbah tersebut sering digunakan sebagai alas tidur atau pakan ternak.

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya