Liputan6.com, Jakarta - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang diperingati setiap 21 Februari adalah momen yang tidak mungkin luput dari pikiran, terutama bagi saya pegiat program komunitas yang sudah bergelut dengan dunia sampah sejak 2006. Mengingat tragedi meninggalnya 157 orang di sekitar TPA Leuwigajah Cimahi tahun 2005 akibat longsornya gunungan sampah, HPSN selalu menjadi pengetuk hati dan pikiran kita semua akan pentingnya pemilahan sampah.
Semua pihak, pemerintah, produsen, hingga masyarakat di tingkat akar rumput, pasti punya peranan masing-masing untuk mengakhiri polemik sampah di Tanah Air. Masalah sampah adalah tantangan dan tanggung jawab kita semua. Negara kita menghasilkan lebih dari 17 ribu ton sampah per tahun.
Advertisement
Baru 66,47 persennya yang sudah terkelola dengan baik, sisanya masih berakhir di TPA dan lingkungan, menimbulkan masalah bagi kehidupan. Utamanya sampah plastik, sebagai kontributor sampah terbesar kedua (18,8 persen) setelah sampah makanan, plastik menjadi polutan yang berpotensi merusak ekosistem air, udara, maupun tanah.
Fakta yang tak kalah penting, data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional – KLHK RI menunjukkan bahwa 38,7 persen sampah nasional berasal dari rumah tangga. Rata-rata setiap orang menghasilkan sampah antara 0,5-1 kg sampah per hari, dan 15-17 persen di antaranya adalah sampah plastik. Sebagai produsen sampah terbesar, sudah sepatutnya masyarakat melakukan aksi nyata untuk ikut menanggulanginya.
Tulisan di Hari Peduli Sampah Nasional ini secara khusus saya buat untuk menuangkan optimisme, harapan terhadap besarnya kontribusi masyarakat, khususnya komunitas Bank Sampah, dalam mendukung pemerintah merealisasikan tema peringatan HPSN 2024 yang menurut saya sangat menarik, yaitu 'Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif'.
Tantangan Mengubah Mindset Masyarakat soal Sampah
Saat kita bisa mengelola sampah plastik secara produktif, maka dampak positif yang berkelanjutan akan dirasakan oleh masyarakat, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Tujuan inilah yang saya percaya akan tercipta dari keberadaaan Bank Sampah.
Saya saat ini menjabat sebagai manajer program Bank Sampah di Yayasan Rumah Pelangi. Sejak 2011, kami berupaya membantu pencapaian SDGs dengan memandu komunitas agar dapat mengelola sampah rumah tangga dengan baik, meminimalisir volume sampah daur ulang yang terbuang ke TPA, menciptakan tenaga kerja, dan akhirnya mendapatkan keuntungan materiil dari pengelolaan sampah.
Perjalanan kami dalam menyosialisasikan konsep Bank Sampah tentunya tidak mudah. Tantangan pertama adalah mengubah kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, sebuah kebiasaan yang menduduki tingkat teratas sebagai penghambat. Selain itu kami juga harus mengubah mindset warga tentang pengelolaan sampah, seringkali mereka berpikir bahwa kegiatan ini hanya membuat lingkungan menjadi kumuh dan kotor, tanpa melihat sisi positifnya.
Tantangan selanjutnya adalah mengumpulkan masyarakat untuk menghadiri kegiatan sosialisasi program. Karena modal awal dari program lingkungan seperti Bank Sampah bukan berbentuk uang, seringkali ada tantangan untuk mengubah mindset masyarakat untuk tidak terlebih dahulu berorientasi pada rupiah.
Advertisement
Evaluasi Berkala Penting
Kami perlu menjelaskan bahwa sejatinya program Bank Sampah bertujuan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan lingkungan yang lebih bersih. Benefit-nya memang bisa berupa uang, tapi untuk menuju ke sana, masyarakat harus memahami dulu programnya seperti apa, cara menjalankannya, peluang untuk menghasilkan keuntungan, hingga disetor ke mana sampah yang telah terkumpul.
Saat mindset yang baru sudah terbentuk dan program mulai berjalan, kami terus mengedukasi dan mendampingi Bank Sampah binaan untuk memastikan seluruh kegiatan sesuai dengan standar operasional yang baik, mulai dari tahap pemilahan, penyetoran, penimbangan, pencatatan, sampai ke pengangkutan sampah. Tak lupa, kami juga selalu mengevaluasi secara berkala untuk membantu mengatasi kesulitan atau tantangan yang ditemui.
Alhamdulillah, berkat tekad dan kerja keras, kini Yayasan Rumah Pelangi telah menaungi lebih dari 1.000 Bank Sampah di wilayah Jabodetabek dan Bandung, dengan nasabah sejumlah lebih dari 100.000 orang, total serapan sampah sebesar 4.422 ton di tahun 2023, dan menghasilkan omzet rata-rata sekitar Rp1.225.000.000 per bulan.
Pencapaian ini tentunya tidak kami raih sendirian, ada Unilever Indonesia Foundation (UIF) sebagai motornya. Berkolaborasi sejak 2013, bentuk dukungan yang diberikan UIF antara lain berupa edukasi yang meliputi sosialisasi dan pelatihan, pendampingan pembentukan sistem dan jejaring, serta perlengkapan seperti papan nama, timbangan, buku administrasi, buku tabungan nasabah, dan lainnya.
Bank Sampah Dorong Kepedulian Masyarakat
Berbagai kegiatan komplementer juga dilakukan untuk lebih memberdayakan ibu-ibu Bank Sampah, seperti workshop kerajinan daur ulang sampah plastik yang dapat dijadikan sebagai pemasukan tambahan. Dalam sebuah diskusi, saya banyak bertukar pikiran dengan Ibu Nurdiana Darus yang mengepalai UIF.
Beliau sempat berpesan, "Membuat kemajuan dalam mengurai permasalahan sampah membutuhkan kerja sama banyak pihak, dan Unilever Indonesia selalu terbuka dan terus bergandengan tangan dengan semua mitra yang memiliki visi sejalan. Sejak 2008, program pembinaan Bank Sampah jadi salah satu agenda utama, sebuah langkah penting yang sangat strategis karena kami percaya bahwa masyarakat memiliki kekuatan sebagai penggerak perubahan. Maka, kemitraan dengan NGO seperti Yayasan Rumah Pelangi terus digalakkan untuk mendorong lebih banyak program pengelolaan sampah berbasis komunitas di berbagai penjuru negeri."
Terobosan baru juga Unilever Indonesia lakukan, misalnya melalui sistem Refill Station yang kini tersedia di sebagian besar Bank Sampah kami. Dengan sistem ini, warga sekitar bisa belajar membeli produk tanpa kemasan. Sebuah hal baru sekaligus kemajuan yang semakin mempertegas peranan Bank Sampah untuk masyarakat.
Memaknai tema HPSN 2024, saya sangat berharap akan terus terjalin kemitraan yang menjadikan Bank Sampah sebagai sarana untuk mendorong kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Semoga pengurus dan anggota Bank Sampah pun nantinya akan semakin berdaya. Membayangkannya membuat saya semakin semangat mendampingi komunitas untuk menggerakan kegiatan baik ini. Saya ingin kita semua hidup di lingkungan yang lebih bersih, Indonesia yang lebih hijau.
Penulis: Nurhilaludin, S.E, Manajer Program Bank Sampah Yayasan Rumah Pelangi
Advertisement