Liputan6.com, Jakarta - Ribuan pasang sepatu ditata rapi di Lapangan Vredeburg, Utrecht, Belanda, pada Minggu, 17 Maret 2024. Sepatu itu menjadi simbol peringatan terbunuhnya anak-anak Palestina di Jalur Gaza akibat serangan militer Israel dalam empat bulan terakhir.
Sepasang sepatu anak kemudian ditambahkan setiap 10 menit sambil menyebutkan nama anak lewat pengeras suara. Hal itu untuk menggambarkan frekuensi anak-anak yang terbunuh di Gaza. Di akhir kegiatan, seluruh lapangan sudah diisi penuh oleh sepatu anak-anak.
Baca Juga
Penyelenggara kegiatan itu adalah Yayasan 'Plant an Olive Tree' (Plant een Oliifboom) yang berbasis di Belanda. Mengutip newarab.com, Sabtu, 23 Maret 2024, mereka mengatakan bahwa anak-anak Palestina di Gaza tidak hanya terbunuh oleh bom dan peluru, tetapi juga meninggal karena kelaparan dan dehidrasi akibat blokade di Gaza dan gangguan keamanan dari Israel.
Advertisement
"Rata-rata, satu lagi anak Palestina meninggal setiap 10 menit," kata yayasan tersebut.
PBB mengatakan pekan lalu bahwa lebih dari 12.300 anak meninggal dunia sepanjang Oktober 2023 hingga Februari 2024 di Jalur Gaza. UNICEF melaporkan pada Jumat, 15 Maret 2024, bahwa jumlah anak di bawah usia dua tahun yang menderita kekurangan gizi akut di Jalur Gaza utara meningkat dua kali lipat dalam waktu satu bulan.
Menurut badan PBB tersebut, 23 anak telah meninggal di Gaza karena kekurangan gizi dan dehidrasi dalam beberapa pekan terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyuarakan keprihatinan serius terhadap masa depan generasi Gaza.
Masa Depan Anak Gaza Terancam
Dilansir dari Aljazeera, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengungkapkan pada Kamis, 22 Maret 2024, bahwa meskipun upaya mengirim bantuan melalui udara dan laut membantu, ekspansi lintasan darat menjadi kunci untuk memungkinkan pengiriman bantuan dalam skala besar guna mencegah kelaparan. Tedros juga menyatakan tragedi terjadi di Gaza, dengan anak-anak kehilangan nyawa akibat malnutrisi, penyakit, serta kekurangan air dan sanitasi yang memadai.
Tedros pun menegaskan bahwa tindakan mendesak diperlukan dari pihak Israel untuk membuka lebih banyak lintasan dan mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan. "Masa depan seluruh generasi ini dalam bahaya serius," ungkapnya.
WHO berharap Israel segera merespons dengan membuka lintasan-lintasan tersebut, memfasilitasi masuknya air, makanan, perlengkapan medis, dan bantuan lainnya yang sangat dibutuhkan oleh warga Gaza.
Beberapa negara, termasuk Yordania dan Amerika Serikat, telah meluncurkan bantuan udara di sepanjang garis pantai yang terkepung di Jalur Gaza. Namun, upaya ini terbukti mahal dan tidak efektif, dengan beberapa orang tewas setelah parasut pasokan gagal terbuka, menyebabkan bantuan jatuh menimpa kerumunan orang yang menunggu makanan di sebelah utara kamp pengungsi Shati di Kota Gaza.
Advertisement
Israel Blokade Jalur Pengiriman Bantuan
Sementara bantuan udara dilakukan, Israel terus memblokir sebagian besar truk bantuan dari masuk ke Gaza melalui jalur darat. Sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel telah melarang masuknya makanan, air, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Sebuah aliran bantuan kecil hanya diperbolehkan masuk dari selatan melalui Mesir di lintasan Rafah dan lintasan Karem Abu Salem Israel.
Badan bantuan dan pejabat kesehatan di Gaza telah memberikan peringatan serius tentang situasi ini, menyatakan bahwa bantuan yang saat ini diterima masih jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan hampir 2,3 juta orang di wilayah tersebut. Philippe Lazzarini, Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), mengatakan bahwa kelaparan akan segera terjadi terutama di utara Gaza.
Proyeksi ke depan juga menunjukkan bahwa kelaparan mungkin akan terjadi pada bulan Mei di utara Gaza dan berpotensi menyebar ke seluruh wilayah pada Juli 2024, menurut Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC), badan pengawas kelaparan dunia. Sementara itu, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa permintaan WHO untuk mengirim pasokan ke wilayah-wilayah Gaza sering kali diblokir atau ditolak.
Rusia dan China Veto Usulan Resolusi Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS), sekutu utama Israel yang telah memveto seruan gencatan senjata sebelumnya, mengajukan resolusi yang menyatakan Dewan Keamanan PBB akan mendukung "pentingnya gencatan senjata segera dan berkelanjutan" dan untuk pertama kalinya mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Rusia dan China yang mempunyai hak veto kemudian bersama-sama menentang resolusi Aljazair, negara Arab yang saat ini menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, yang bersama-sama mensponsori resolusi baru yang lebih keras yang diperkirakan akan diambil melalui pemungutan suara pada Sabtu, 23 Maret 2024 dan berisiko diveto oleh AS.
Duta Besar Rusia, Vasily Nebenzia, mengatakan bahwa usulan AS tidak akan melakukan apa pun untuk mengekang Israel dan mengejek Washington karena berbicara tentang gencatan senjata setelah "Gaza hampir terhapus dari muka Bumi." "Kami telah mengamati tontonan munafik yang khas," kata Duta Besar Rusia, Vasily Nebenzia, seperti dikutip dari AFP, Sabtu, 23 Maret 2024.
Nebenzia mengatakan rancangan resolusi Amerika itu dimaksudkan untuk "mempermainkan para pemilih dan memberikan mereka ancaman dalam bentuk semacam penyebutan gencatan senjata di Gaza." Resolusi tersebut akan "menjamin impunitas Israel, yang kejahatannya bahkan tidak dibahas dalam rancangan tersebut."
Advertisement