Sindir Kenaikan UKT, Ernest Prakasa Singgung Uang Kuliahnya Dulu dan Kasus Korupsi SYL

Meski tak secra gamblang menyentil kenaikan UKT, Ernest Prakasa menceritakan biaya kuliahnya saat menjadi mahasiswa di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung pada 1999 lalu.

oleh Henry diperbarui 22 Mei 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2024, 19:00 WIB
Ernest Prakasa (Foto: Instagram/@ernestprakasa)
Ernest Prakasa (Foto: Instagram/@ernestprakasa)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) masih ramai dibahas publik termasuk di media sosial, usai seorang pejabat menyebut pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier. Aktor, sutradara, komika sekaligus produser Ernest Prakasa ikut mengomentari soal biaya pendidikan yang dianggap mencekik dan terkesan tidak mengizinkan anak-anak orang kurang mampu untuk kuliah.

Meski tak secara gamblang menyentil kenaikan UKT, Ernest menceritakan biaya kuliahnya saat menjadi mahasiswa di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat. "Gw masuk UNPAD tahun 1999, per semester bayar 225 ribu flat sampe lulus," tulisnya di akun X atau Twitter @ernestprakasa, Selasa, 21 Mei 2024.

Ernest pun mempertanyakan kenapa uang kuliah di negeri ini makin mahal. "Kenapa sekarang kuliah malah makin mahal? Ya abis gimana, nyawer biduan aja pake uang negara," katanya.

Sindiran itu merupakan fakta sidang terkait mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menggunakan uang kementerian untuk kepentingan pribadi. Dia bahkan menyawer seorang biduan hingga membiayai ulang tahun cucunya dari uang negara. Sejumlah warganet pun ikut menimpali unggahan produser film Agak Laern itu.

"Thn 1992.. Nasi padang pake ayam sekitar rp 1000...sekarang kurang lebih 20rb..inflasi 20x lipat.. Kuliah 1992 150rb/semester.. Dikali inflasi cm 3jt (harga saat ini)... Kenyataan nya 12jt," tulis seorang warganet.

"Ini masalah prioritas dalam pembangunan, ujung2nya politik. Karena IKN lebih mendatangkan cuan, makanya dana ratusan triliun mudah mengalir ke proyek tersebut,sedangkan pendidikan hanya dianggap sbg "cost" yang buang2 anggaran. Mungkin demikian filosofi yang dipakai?" kata @dokternanang.

"Sepertinya kampus unpad 1999 dgn sekarang beda jauh...... biaya listrik 1999 sama sekarang samakah ? Gaji dosennya apa nggk naik ?... apakah gedung 1999 sd sekarang tdk ada renovasi dan pembangunan baru serta peralatan lab masih yg 1999 ?.... pengen tahu saya....," komentar yang lain.

"Mulai thn 2013 pake sistem UKT koh jd beda2 bayarnya sesuai pendapat ortu," kata warganet yang lain.

 

Pendidikan Tinggi Disebut Pendidikan Tersier

Sindir Kenaikan UKT, Ernest Prakasa Singgung Uang Kuliahnya Dulu dan Kasus Korupsi SYL
Sindir Kenaikan UKT, Ernest Prakasa Singgung Uang Kuliahnya Dulu dan Kasus Korupsi SYL.  foto: Twitter @ernestprakasa

Pada pekan lalu, Kemendikbudristek menanggapi gelombang kritik terkait dan protes uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang kian mahal. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain.

Alasannya, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Mengenai banyaknya protes soal UKT, Tjitjik menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.

"Kita kan bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak semua lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbudristek, Rabu, 15 Mei 2024, dikutip dari akun Youtube Jawa Pos TV, Kamis, 16 Mei 2024.

"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar karena itu amanat Undang-Undang," sambungnya.

Kemendikbudristek Soal Kenaikan UKT

Buntut Panjang Demo Menolak UKT Tinggi di Kampus Unsri
Kericuhan terjadi dalam demo menolak UKT di kampus Unsri yang rata-rata disuarakan mahasiswa tingkat akhir. (dok. istimewa)

Meski begitu, Tjitjik mengklaim pemerintah tetap bertanggung jawab dengan memberikan pendanaan melalui BOPTN. Namun, besarannya tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tungga (BKT), sehingga sisanya dibebankan pada setiap mahasiswa lewat UKT.

Ia menambahkan UKT tidak mengalami kenaikan, melainkan terdapat penambahan kelompok UKT di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Penambahan kelompok UKT itu dilakukan oleh beberapa PTN untuk memberikan fasilitas pada mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

"Jadi bukan menaikkan UKT tapi menambahkan kelompok UKT menjadi lebih banyak karena untuk memberikan fasilitas kepada para mahasiswa dari keluarga yang mampu," katanya di Jakarta, Rabu, 12 Mei 2024, dilansir dari Antara.

Tak hanya soal pendidikan, Ernest juga menyinggung soal pajak, yang beberapa waktu belakangan ini menjadi sorotan masyarakat Ayah dua anak ini mengajukan usulan menarik kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Ia bahkan meminta agar Sri Mulyani bisa mengganti slogan pajak.

Tjitjik menjelaskan permasalahan terjadi karena kampus memberikan lompatan biaya UKT sangat besar yang biasanya terjadi mulai dari UKT golongan empat ke golongan lima dan seterusnya dengan besaran rata-rata lima sampai 10 persen. Hal tersebut menjadi polemik hingga terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) beberapa waktu belakangan ini di sejumlah daerah.

Ernest Minta Ganti Slogan Pajak

Sindir Kenaikan UKT, Ernest Prakasa Singgung Uang Kuliahnya Dulu dan Kasus Korupsi SYL.  foto: Twitter @ernestprakasa
Sindir Kenaikan UKT, Ernest Prakasa Singgung Uang Kuliahnya Dulu dan Kasus Korupsi SYL. foto: Twitter @ernestprakasa

"Saya usul slogan 'Lunasi pajaknya, awasi penggunaannya' diganti aja jadi 'Lunasi pajaknya, lalu pasrahkan pada yang kuasa'," tulisnya di X, pada Selasa

Bagi Ernest slogan yang diusulkannya lebih mencerminkan bagaimana penyaluran pajak di Indonesia jika dibandingkan dengan slogan sebelumnya. "Karena itulah yang sungguh-sungguh saya praktekkan biar tetap waras sebagai WNI," lanjutnya.

Bukan tanpa alasan pria berusia 42 tahun ini meminta agar slogan pajak diganti. Hal itu masih berkaitan dengan kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian, SYL.

SYL didakwa melakukan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan total mencapai Rp44,5 miliar. Bahkan kasus tersebut sudah terjadi sejak 2020-2023. Selain soal uang, SYL juga disebut melakukan pengangkatan seorang pedangdut menjadi tenaga honorer karena selama ini dia bekerja sebagai asisten dari anaknya.

"Semua hal konyol yang dilakukan SYL & keluarganya memang mengerikan," ujarnya lagi. "Tapi yang lebih mengerikan adalah ketika sadar, ini kan baru yang ketahuan. Apa kabar pejabat b******k yang lain di luar sana? Pengeluaran apa lagi nih yang kita tanggung bersama?" tutupnya.

infografis hari pendidikan nasional
kurikulum tiap era pemerintahan (liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya