Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi yang diterbitkan di Environmental Science & Technology, baru-baru ini, mengungkap negara yang paling banyak menelan mikroplastik. Dari penelitian tersebut, Indonesia jadi negara kedua terbanyak di dunia yang "memakan" partikel plastik berukuran kurang dari lima milimeter tersebut.
Melansir Says, Selasa, 28 Mei 2024, orang Indonesia diperkiraka menelan sekitar 13 gram mikroplastik per bulan. Di peringkat pertama dunia, ada Malaysia yang warganya diperkirakan mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan.
Baca Juga
Mesir berada di peringkat ketiga, disusul Filipina, Vietnam, dan Laos yang menggenapi posisi lima besar. Penelitian ini dilakukan sebuah lembaga riset yang berbasis di Amerika Serikat. Mereka menganalisis sampel makanan dan minuman dari berbagai negara di seluruh dunia.
Advertisement
Disebutkan bahwa mayoritas limbah itu masuk ke dalam sistem pencernaan manusia melalui sumber akuatik, seperti makanan laut. Ikan dan kerang yang hidup di perairan terkontaminasi mikroplastik dapat mengakumulasi partikel tersebut dalam tubuh seseorang.
Sebelumnya, melansir The Guardian, 21 Mei 2024, mikroplastik telah ditemukan di testis manusia. Para peneliti mengatakan, penemuan tersebut mungkin terkait dengan penurunan jumlah sperma dan faktor kemandulan pada pria.
Para ilmuwan telah menguji 23 testis manusia, serta 47 testis anjing peliharaan. Mereka menemukan partikel sampah plastik di setiap sampel tanpa terkecuali, seperti yang dilaporkan dalam jurnal Toxicological Sciences.
Testis manusia yang jadi bahan percobaan telah diawetkan, sehingga jumlah penurunan spermanya tidak dapat diukur. Namun, jumlah sperma di testis anjing dapat diukur dan tingkat kadar spermanya kemungkinan lebih rendah daripada manusia.
Â
Temuan Lain Seputar Mikroplastik
Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara jumlah mikroplastik dalam testis dan produksi sperma. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memberi hasil lebih konkret.
Sebelumnya, para ilmuwan di Inggris telah menemukan bukti bahwa mikroplastik mencemari sampel tanah arkeologi. Penemuan ini berpotensi mengubah cara pelestarian benda peninggalan sejarah. Partikel kecil mikroplastik ditemukan tujuh meter di bawah tanah dalam sampel yang berasal dari abad pertama atau awal abad kedua.
Benda peninggalan sejarah itu pertama kali digali pada 1980-an, lapor Euronews, dikutip 29Â Maret 2024. "Hal ini terasa seperti sebuah momen penting yang menegaskan apa yang seharusnya kita perkirakan," kata Profesor John Schofield dari Departemen Arkeologi Universitas York.
Ia melanjutkan, "Apa yang sebelumnya dianggap sebagai simpanan arkeologi murni, siap untuk diselidiki, ternyata terkontaminasi sampah plastik, dan ini termasuk simpanan yang diambil sampelnya dan disimpan pada akhir tahun 1980-an."
"Kami menganggap mikroplastik sebagai fenomena yang sangat modern karena kami baru mendengarnya selama 20 tahun terakhir," kata kepala eksekutif York Archaeology, David Jennings.
Advertisement
Polusi Plastik
Namun, Jennings menambahkan, penelitian pada 2004 mengungkap bahwa hal ini sudah lazim terjadi di laut kita sejak tahun 1960-an akibat ledakan polusi plastik pasca-Perang Dunia II. "Studi baru ini menunjukkan bahwa partikel-partikel tersebut telah menyusup ke dalam endapan arkeologi," sebutnya.
"Seperti halnya lautan, hal ini kemungkinan besar juga terjadi pada periode yang sama, dengan partikel-partikel plastik tersebut ditemukan dalam sampel tanah yang diambil dan diarsipkan pada 1988 di Wellington Row di York," imbuh Jennings.
Studi lain menungkap, air minum dalam kemasan seratus kali lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya jika dikaitkan dengan kandungan jumlah potongan plastik kecil. Menggunakan teknik yang baru ditemukan, para ilmuwan menghitung rata-rata ada 240 ribu potongan plastik yang terdeteksi per liter air dalam merek-merek populer.
Itu 10--100 kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, lapor AFP, dikutip dari Japan Today, 23 Januari 2024. Ini meningkatkan potensi masalah kesehatan yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
Bahaya Nanoplastik
"Jika masyarakat mengkhawatirkan nanoplastik dalam air kemasan, masuk akal untuk mempertimbangkan alternatif seperti air keran," profesor riset geokimia di Universitas Columbia dan salah satu penulis makalah tersebut, Beizhan Yan, mengatakan.
Ia menambahkan, "Kami tidak menyarankan untuk tidak meminum air minum dalam kemasan bila diperlukan, karena risiko dehidrasi lebih besar daripada potensi dampak paparan nanoplastik."
Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan perhatian global terhadap mikroplastik, yang berasal dari sumber plastik yang lebih besar dan kini ditemukan di mana-mana, mulai dari lapisan es di kutub hingga puncak gunung. Polutan ini menyebar melalui ekosistem dan menemukan jalannya ke dalam air minum dan makanan.
Meski mikroplastik adalah segala sesuatu yang berukuran di bawah lima milimeter, nanoplastik didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran di bawah satu mikrometer, atau sepersejuta meter. Itu sangat kecil sehingga dapat melewati sistem pencernaan dan paru-paru, memasuki aliran darah secara langsung dan dari sana ke organ, termasuk otak dan hati.
Advertisement