Liputan6.com, Jakarta - Krisis air bersih di kawasan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Gili Tramena) di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) berdampak pada industri pariwisata di daerah tersebut. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB mengingatkan, geliat usaha sektor pariwisata di kawaasan itu bahkan, terancam mati kalau krisis air bersih tidak segera ditangani. Permasalahan itu juga menjadi perhatian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Jadi krisis ini awalnya karena ada pencabutan izin operasional pengelola penyulingan air laut menjadi air bersih yang disalurkan ke ketiga gili itu. Kita mendukung tindakan pencabutan karena ini pengembangan pariwisata harus menjalankan unsur berkelanjutan, jangan justru mencemari lingkungan," terang Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin, 14 Oktober 2024.
"Industri pariwisata ini bukan hanya soal ekonomi tapi juga lingkungan termasuk aspek air. Kita sudah koordinasi dengan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang merekomendasikan untuk menyetop pengelola air bersih di tiga gili itu kita dukung langkah mereka," sambungnya.
Advertisement
Nia menambahkan, Kemenparekraf bersama KKP sedang mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan krisis air di tiga gili. Mereka concern pada masalah tersebut karena sangat berpengaruh pada bidang wisata.
"Ini jadi salah satu prioritas, kita sudah adakan pertemuan dengan beberapa stakeholder untuk mencari jalan keluar yang terbaik, apalahgi tiga gili ini termasuk destinasi utama di Lombok," timpal Menparekraf Sandiaga Uno dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, Ketua PHRI NTB Ni Ketut Wolini melalui keterangan resmi, yang dikutip dari Antara, Selasa, 8 Oktober 2024, meminta agar pemerintah daerah bisa segera mencarikan solusi, mengingat kunjungan wisatawan tujuan Gili Tramena cukup tinggi. "Informasi yang saya terima, ada 3.000-an wisatawan datang ke tiga gili setiap hari. Itu mau diapakan? Kok pemerintah tidak ada solusi mengurus sekadar air," ungkap Wolini.
70 Persen dari Total Pendapatan Asli Daerah
Ia menyayangkan jika pemerintah daerah yang telah mengetahui persoalan ini, namun membiarkan situasi krusial tersebut. "Tiga gili itu 'kan pulau kecil, masa tidak bisa dicarikan jalan keluar? Harus mentok seperti ini? Itu yang sangat saya sayangkan," ucapnya.
Wolini mengingatkan kembali bahwa industri pariwisata di Gili Tramena, baik dari perhotelan, restoran dan jasa lainnya mampu menyumbang sebesar 70 persen per tahun dari total pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lombok Utara. "Kan andalan nomor satu dari pariwisata untuk PAD, kenapa tidak bisa dicarikan solusi?" ujarnya.
Selain masalah krisis air bersih, PHRI NTB juga menyoroti masih kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam membangun fasilitas kesehatan yang layak untuk menunjang destinasi tiga gili. Pihaknya sudah menyuarakan agar pemerintah daerah membangun fasilitas kesehatan berstandar internasional. Sebab, kawasan wisata tiga gili sebagian besar dikunjungi wisatawan dari berbagai negara.
"Di sana mayoritas wisatawan asing, jadi harus berstandar internasional. Misalnya ada kejadian orang tenggelam, bagaimana penanganan secara internasional. Itu sampai sekarang belum, sekarang masalah air lagi, numpuk permasalahan di sana," jelas Wolini.
Advertisement
Citra Pariwisata NTB
Dia menyampaikan bahwa PHRI NTB tidak bisa tinggal diam melihat persoalan ini, sehingga PHRI NTB dengan segala upaya berusaha mencarikan solusi bagi para pelaku usaha pariwisata di tiga gili agar mereka mampu menghadapi masalah krisis air bersih. Tujuan dari upaya tersebut, tidak terlepas dari tujuan menjaga citra pariwisata NTB, khususnya kawasan Gili Tramena yang sudah terkenal di mata dunia.
"Solusi kita butuhkan, karena nama baik pariwisata, bukan gili saja, tapi NTB, dan nama Indonesia juga karena gili ini sudah mendunia, tidak nasional lagi, sudah dunia mengenal," ujarnya.
Ketua Asosiasi Hotel Gili Lalu Kusnawan turut mempertanyakan lambannya penanganan krisis air bersih di kawasan wisata tiga gili, mengingat air bersih merupakan kebutuhan vital bagi industri pariwisata. Ia mendesak pemerintah agar mengambil langkah konkret dan cepat untuk menyelesaikan krisis air bersih di tiga gili.
"Solusi jangka panjang juga diperlukan untuk memastikan pasokan air bersih yang berkelanjutan dan terhindar dari gangguan di masa depan," tutur.nya.
Pengelolaan Air Bersih
Kabar terbarunya, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang menyarankan pemerintah daerah menyiapkan sarana pengelolaan air bersih dari darat menuju Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena), Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
"Saran kami, bikin pengelolaan (air bersih) di darat, hasilnya tinggal salurkan ke tiga gili (Tramena). jadi, bangunnya (tempat pengelolaan) jangan di gili, karena itu 'kan pulau kecil, tempat terbatas," kata kata Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi, Senin, 14 Oktober 2024.
Imam menyampaikan bahwa BKKPN Kupang lebih mendukung saran itu dari pada harus kembali mengoperasikan PT Tirta Cipta Nirwana (TCN) di Gili Trawangan, mengingat banyak temuan dalam hal pelanggaran operasional dari perusahaan penyulingan air laut menjadi air bersih tersebut.
"Kami mendukung itu (pengelolaan air bersih di darat). Kami siapkan untuk zona pemanfaatannya. Silakan kalau memang mau, pemda tinggal ajukan, nanti kami bantu, misalnya untuk proses perizinan dan sebagainya, supaya ini cepat terpasang," ujarnya. Jika pemda menolak saran tersebut karena alasan keterbatasan anggaran, menurut Imam hal itu bisa ditanggulangi melalui APBD Provinsi NTB.
Advertisement