Liputan6.com, Jakarta - Perekam penerbangan Jeju Air yang jatuh pada Minggu, 29 Desember 2024, berhenti bekerja beberapa menit sebelum pesawat mendarat terbalik dan meledak di landasan pacu Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, kata para penyelidik, Sabtu (11/1/2025), merujuk data kotak hitam.
Para penyidik semula berharap informasi dari kotak hitam akan menjelaskan penyebab kecelakaan penerbangan paling mematikan di negara itu dalam hampir tiga dekade. Insiden tersebut menewaskan 179 penumpang dan awak pesawat, dengan hanya dua orang selamat.
Advertisement
Baca Juga
Kementerian Perhubungan Korea Selatan mengatakan pada Sabtu bahwa perekam suara kokpit (CVR) dan perekam data penerbangan (FDR) dari Boeing 737-800 telah berhenti bekerja sekitar empat menit sebelum kecelakaan. Melalui sebuah pernyataan, kementerian tersebut mengatakan tidak jelas mengapa perangkat tersebut berhenti merekam,.
Advertisement
"Data CVR dan FDR merupakan data penting untuk investigasi kecelakaan, tapi itu juga bisa dilakukan melalui investigasi dan analisis berbagai data, jadi kami berencana melakukan yang terbaik untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan secara akurat," kata kementerian tersebut, mengutip CNN.
Perekam suara kokpit pertama kali dianalisis secara lokal sebelum dikirim ke Amerika Serikat (AS) untuk pemeriksaan silang, kata kementerian tersebut. Perekam data penerbangan, yang rusak dan kehilangan konektor, dikirim ke Badan Keselamatan Transportasi Nasional di AS minggu lalu untuk dianalisis.
Otoritas Korea Selatan sebelumnya menyimpulkan bahwa mereka tidak dapat mengekstrak data dari perangkat tersebut, karena kerusakannya. Kecelakaan itu merupakan yang paling mematikan di Negeri Ginseng sejak 1997, ketika Boeing 747 milik Korean Air Lines jatuh di hutan Guam, yang menewaskan 228 orang.
Â
Diperkirakan Memakan Waktu Berbulan-bulan
Belum jelas apa penyebabnya, dengan penyelidikan yang diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan. Rekaman menunjukkan bahwa roda pendaratan belakang maupun depan tidak terlihat saat pendaratan darurat.
Sebelum pendaratan darurat, pilot membuat panggilan darurat dan menggunakan istilah "serangan burung" dan "berputar-putar," menurut para pejabat, yang juga mengatakan menara kontrol telah memperingatkan pilot tentang burung di area tersebut.
Hal lain yang diperdebatkan adalah tanggul beton yang ditabrak pesawat saat mendarat. Banyak bandara tidak memiliki struktur serupa yang begitu dekat dengan landasan pacu, menurut para ahli penerbangan.
Baru-baru ini, sebuah video jadi viral setelah diduga merekam detik-detik terakhir pilot pesawat nahas itu saat berupaya menyelamatkan pesawat beserta seluruh penumpangnya sebelum menabrak dinding dan hangus terbakar.
Mengutip Korea Times, Sabtu, 4 Januari 2024, rekaman video berjudul "Detik-detik Terakhir Pilot" tersebut menangkap bayangan yang diyakini pilot Jeju Air yang mengulurkan tangannya ke panel atas kokpit sesaat sebelum pesawat tersebut menabrak struktur lokalizer, alat bantu navigasi yang penting.
Advertisement
Sampai Detik Terakhir
"Sampai detik terakhir, tangannya terulur ke panel kokpit. Saya percaya dia melakukan yang terbaik," tulis pengunggah tersebut.
Meski identitas sosok dalam video tersebut belum dikonfirmasi, banyak warganet meyakini bahwa pilot tersebut telah melakukan upaya berani untuk meminimalkan bencana. Video tersebut telah menyentuh hati para penonton.
Komentar membanjiri forum, dengan banyak yang bersimpati dengan rasa takut dan keputusasaan yang besar yang dirasakan sang pilot. "Dia berhasil melakukan pendaratan darurat dengan sempurna, hanya untuk menghadapi dinding beton yang tiba-tiba. Membayangkan pikirannya di detik-detik terakhir membuat air mata saya berlinang," komentar seorang warganet.
Yang lain mengatakan, "Melihat dinding mendekat saat pesawat terus melaju... rasa takut dan ketidakberdayaan pasti tak terbayangkan."
Kementerian Perhubungan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan menjelaskan dalam pengarahan pada Selasa, 31 Desember 2024 bahwa jika kedua mesin gagal, sistem hidrolik dapat mengalami malfungsi, yang berpotensi memengaruhi roda pendaratan. Namun, dalam skenario kegagalan sistem yang lengkap, ada tuas manual yang dapat digunakan, kata seorang pejabat kementerian.
Puing Pesawat Diangkat
Para ahli penerbangan menilai bahwa pilot kemungkinan besar menggunakan kontrol manual selama kecelakaan. Jeong Yun Sik, seorang profesor operasi penerbangan di Catholic Kwandong University, menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan Kim Hyun-jung's News Show CBS bahwa skenario seperti itu menuntut upaya fisik yang sangat besar.
"Jika kedua mesin gagal dan sistem hidrolik tidak berfungsi, pilot harus bergantung pada kontrol manual berbasis kabel. Ini membutuhkan kekuatan yang signifikan, dan mungkin kapten dan kopilot bekerja sama pada kontrol," katanya.
Sementara, AFP melaporkan bahwa investigator Korea Selatan mulai mengangkat puing-puing pesawat Jeju Air pada Jumat, 3 Januari 2024. Menggunakan crane kuning besar, para investigator mulai mengangkat bagian dari puing-puing pesawat yang terbakar, termasuk yang tampaknya menjadi mesin.
"Hari ini, kami akan mengangkat bagian ekor pesawat," Na Won Ho, kepala penyelidikan polisi provinsi Jeolla Selatan, mengatakan saat konferensi pers di Bandara Internasional Muan tempat kecelakaan terjadi. "Kami memperkirakan mungkin ada sisa-sisa yang ditemukan di bagian itu." Ia memperkirakan proses pemindahan puing pesawat itu selesai pada Jumat.
Advertisement