Pembahasan Konflik Poso Digelar di Dua Tempat

Tempat pertemuan dengan tokoh Kristen digelar di Gedung Siranindi, sedangkan dengan tokoh muslim di Kantor Bapedda Sulteng. Tanah Runtuh dicurigai sebagai markas para mujahidin dan persembunyian pelaku kekerasan di Poso.

oleh Liputan6 diperbarui 28 Okt 2006, 20:11 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2006, 20:11 WIB
281006cposo.jpg
Liputan6.com, Poso: Pertemuan antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tokoh Islam dan Kristen Poso, Sulawesi Tengah, besok malam, rencananya digelar di dua tempat terpisah. Namun tak diketahui pasti alasan pemerintah memisahkan tempat pertemuan dengan tokoh kedua agama itu. Yang jelas, pertemuan membahas upaya menghentikan konflik dan teror yang kembali marak di Poso.

Gedung Siranindi di Jalan Muhammad Yamin, Palu akan dipakai untuk pertemuan antara delegasi pemerintah yang dipimpin Jusuf Kalla dengan sejumlah tokoh Kristen. Adapun pertemuan dengan tokoh muslim akan berlangsung di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Sulawesi Tengah.

Seorang deklarator perundingan Malino I, Pendeta Nathan Setiabudi mengatakan, memanasnya situasi Poso menjadi bukti kalau pemerintah belum dapat sepenuhnya menjalankan hasil pertemuan Malino I. "Jadi kalau misalnya ingin mengadakan Malino lebih lanjut. Itu bukan karena konflik antarumat beragama lagi, tapi karena pemerintah yang belum mampu menjalankan tugasnya," kata Nathan.

Kerusuhan paling akhir terjadi di Tanah Runtuh, Poso. Akibat insiden ini seorang warga bernama Syaifuddin tewas setelah pahanya tertembak. Bentrokan juga mengakibatkan dua warga dan seorang anggota Brigade Mobil menderita luka-luka. Para korban luka masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Poso [baca: Brimob Menjaga Ketat Kota Poso].

Tanah Runtuh di Kecamatan Poso Kota dikenal sebagai daerah yang penghuninya mayoritas beragama Islam. Berdasarkan laporan intelijen, sejumlah pelaku kekerasan Poso punya keterkaitan dengan kawasan Tanah Runtuh. Lantaran itu, polisi terus menelusuri kemungkinan bersembunyinya para pelaku aksi teror. Namun lepas dari itu semua, daerah ini terkesan hanya sebuah perkampungan biasa seperti kampung lainnya di Poso.

Salah satu tokoh berpengaruh di Tanah Runtuh adalah Ustad Adnan Arsal. Lelaki yang mengasuh Pondok Pesantren Amanah ini kerap disandingkan dengan Pesantren Al-Mukmin, Ngruki di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang diasuh Ustad Abu Bakar Ba`asyir. Tercatat sebanyak remaja 16 putri, 65 putra, dan 47 anak-anak menuntut ilmu di Ponpes Amanah.

Ponpes Amanah diduga sebagai markas mujahidin dan dicurigai sebagai persembunyian pelaku aksi kekerasan di Poso. Namun tuduhan tersebut dibantah sang ustad. Menurut dia, aktivitas yang ada di pesantren adalah pendidikan agama dan panti asuhan anak yatim. "Kegiatan di sini [Ponpes Amanah] untuk pesantren dan panti asuhan," ujar Adnan kepada reporter SCTV Rommy Fibri.

Lebih jauh Adnan mengatakan, sebutan sebagai markas mujahidin itu melekat karena setiap kali ada serangan masyarakat setempat langsung berkumpul di pesantren. "Kami telah sepakat jika ada serangan langsung memukul tiang listrik kemudian masyarakat berkumpul. Di sinilah tempat kita bertahan," ungkap Adnan.

Sementara itu menanggapi kalau ada tembakan dari dalam pesantren saat kerusuhan beberapa hari silam, Adnan juga membantahnya. "Dari mana kami mendapatkan senjata. Mau beli beras saja susah," tutur dia. Menurut Adnan, suara tembakan tersebut datang dari sejumlah aparat yang saat itu memasuki kompleks pesantren.

Adnan Arsal menambahkan, tokoh masyarakat di Tanah Runtuh telah sepakat untuk menggelar unjuk rasa besar-besaran, besok untuk menuntut supaya polisi yang diperbantukan atau BKO (bawah kendali operasi) dengan empat jenderal segera ditarik dari Poso. "Sampai saat ini tidak kelihatan kalau mereka akan ditarik," ujar dia [baca: Tim Mabes Polri di Poso Diminta Ditarik]. Ia juga memiliki harapan atas pertemuan besok malam itu.

Tak mudah memasuki Tanah Runtuh. Sikap kehati-hatian yang diterapkan pengelolanya membuat tak sembarang orang bisa memasuki kawasan ini. Kesan tertutup yang diterapkan bagi para pendatang di diakui sebagai jaga-jaga mengingat trauma konflik horizontal yang pernah mendera dan seringnya wilayah ini didatangi polisi setiap kali kerusuhan pecah.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya