Pengamat: Jokowi-Ahok Capres Cawapres Bakal Jadi Preseden Buruk

Tidak hanya nama Joko Widodo yang digadang menjadi menjadi capres, wakilnya Basuki Tjahaja Purnama juga disebut-sebut tepat jadi cawapres.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 07 Mar 2014, 07:00 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2014, 07:00 WIB
Jokowi Ahok
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. (Liputan6.com/Faisal R Syam/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Tidak hanya nama Joko Widodo yang digadang menjadi menjadi capres, wakilnya Basuki Tjahaja Purnama juga saat ini disebut-sebut sebagai sosok paling tepat menjadi pendamping ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Bila hal itu terjadi, maka otomatis 2 tampuk pimpinan DKI Jakarta akan mengalami kekosongan.

Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro pun menyayangkan, bila hal tersebut sampai terjadi. Menurut Zuhro, tidak hanya Jokowi-Ahok yang patut dipersalahkan bila sampai keduanya maju sebagai capres maupun wapres, namun partai politik yang mengusung mereka berdua. Yaitu PDIP dan Partai Gerindra. Kedua partai itu juga punya andil besar.

Zuhro menegaskan, sebagai partai pengusung, PDIP dan Gerindra justru harus mencegah agar kedua pimpinan daerah itu tidak maju bersamaan sebagai kontestan capres maupun cawapres. Sebab, bila sampai keduanya maju, maka otomatis, Pilkada ulang harus dilakukan.

"Kalau kemungkinan, apa saja bisa, justru ini harus diantisipasi. DKI bisa Pilkada ulang, lalu dimana tanggung jawab moral partai? Di mana tanggung jawab jabatan, mereka berdua sudah bersumpah loh," ujar Zuhro saat dihubungi, Kamis, (6/3/2014).

Bila Jokowi-Ahok maju pada pilpres nanti, Zuhro justru beranggapan yang timbul justru efek buruk bagi dunia perpolitikan di Indonesia. Dan yang jadi korban justru warga Jakarta, yang merupakan pemilih Jokowi-Ahok saat pilkada tahun 2012 lalu.

"Ya masa ditinggal begitu saja. Ini Ibukota, yang timbul justru malah menjadi preseden buruk bagi dunia politik dan demokrasi di Indonesia," ujar Zuhro.

Ia pun memandang, terlepas jadi atau tidaknya Jokowi-Ahok maju sebagai capres maupun wapres, partai politik dianggap olehnya lebih mengedepankan kepentingan politik dari pada kepentingan warganya.

"Pemilu memang memunculkan ambisi-ambisi oportunistik, harusnya partai harus mempertimbangkan efek negatifnya, etika pemerintahannya, roda pemerintahan, dan perhitungan lainnya," urai Zuhro.

Sebelum memutuskan untuk maju, Zuhro pun meminta agar Jokowi-Ahok untuk memikirkan nasib warganya yang selama ini memilihnya. Terlebih menurutnya selama ini kinerja Jokowi-Ahok dalam membenahi Jakarta masih belum tuntas, terbukti banjir dan macet yang masih menggenangi Jakarta.

"Publik akan bertanya, bagaimana ini? Belum 2 tahun sudah pada mau jadi Presiden dan Wapres, Jakarta ditinggalin begitu saja," ucapnya.

Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya apabila Kepala Daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama6 bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya.

Undang-undang tersebut juga juga menyebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. (Oscar Ferri)

Baca Juga:

2 Pemimpin DKI Ikut Bertarung di Pilpres, Pengamat: Tidak Etis

Bila Ahok Jadi Jurkam Gerindra, Jokowi: Tak Perlu Izin

Ahok Siap Jadi Cawapres Prabowo, Apa Respons Jokowi?

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya