Tenggelamnya Kapal Sewol

"Ketika feri bergetar dan miring, kami semua terlempar, terjungkal, dan bertumpuk satu sama lain..."

oleh Anri Syaiful diperbarui 20 Apr 2014, 00:09 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2014, 00:09 WIB
Penyelamatan Kapal Feri Sewol di Korea Selatan
Tim Pencari Korban Kapal Feri Sewol. (Reuters)

Oleh: Elin Yunita Kristanti, Rizki Gunawan, Tanti Yulianingsih, Liputan6.com, Seoul - Pagi itu di tengah laut yang dingin, ratusan orang berjuang menyelamatkan nyawa masing-masing. Kapal yang mereka tumpangi karam di lepas pantai Pulau Jindo, Korea Selatan.

"Ketika feri bergetar dan miring, kami semua terlempar, terjungkal, dan bertumpuk satu sama lain," kata Lim Hyung-min. Ia tak pernah menyangka perjalanan wisata dengan teman-teman satu sekolahnya berakhir bencana. Kapal Sewol atau feri besar yang mereka naiki dari Pelabuhan Incheon menuju Pulau Jeju tenggelam di tengah laut pada Rabu 16 April 2014 pagi waktu setempat.

Murid Ansan Danwon High School tersebut menceritakan detik-detik saat kapal terangkat dan perlahan tenggelam, juga betapa kacaunya situasi saat itu. Para penumpang yang panik dipaksa melompat ke dalam laut dingin -- sebelum feri tersebut menghilang di bawah air.

Lim, satu dari 325 murid, mengaku cepat-cepat mengenakan jaket pelampung sebelum terjun ke laut. "Air laut saat itu sangat dingin...Aku cepat-cepat berenang, berpikir: aku ingin hidup," tutur Lim, seperti dikutip Guardian.

Ia melihat sejumlah penumpang lain dalam kondisi berdarah-darah. Lim kemudian berenang sekuat tenaga menuju kapal penyelamat.

Banyak Penumpang Terperangkap di Kapal

Korban selamat lainnya mengaku khawatir jumlah korban akan terus bertambah. Sebab, masih ada penumpang yang terperangkap saat feri tenggelam di laut. Kim Seong-mok mengaku yakin, masih ada orang-orang yang terperangkap dalam kapal, ketika level air laut terus meninggi di bagian dalamnya.

"Ada benturan, lalu kapal tiba-tiba miring," kata dia. "Di bagian bawah kapal ada sejumlah restoran, toko-toko, dan ruang hiburan. Mereka yang ada di sana dikhawatirkan terjebak."

Memang. Ketika itu kesempatan hidup para korban yang ada di laut tak begitu besar. Suhu air laut yang memisahkan pulau utama di Korsel dengan serangkaian pulau-pulau kecil lainnya sekitar 12 derajat Celcius -- cukup dingin untuk menyebabkan hipotermia setelah 90 menit hingga 2 jam.

Merujuk laporan awal CNN, terdapat 449 penumpang dan 27 awak di kapal tersebut. Sekitar 320 orang di antara penumpang adalah siswa sekolah menengah yang berangkat dari kota pelabuhan Incheon, di Seoul barat, untuk perjalanan 4 hari ke pulau wisata Jeju.

Sewol mengirimkan sinyal darurat sekitar pukul 09.00 waktu setempat di perairan sekitar 20 kilometer dari Pulau Byeongpoong, sebelum tenggelam di lepas Pantai Jindo. Feri berbobot 6.825 ton tersebut sedang dalam perjalanan dari pelabuhan Incheon. Baru menempuh perjalanan 100 km dari pulau utama, kapal tersebut diduga menabrak karang dan celaka.

Beberapa kapal dan helikopter penyelamat segera bergegas memberikan pertolongan begitu diterima kabar bahwa satu feri yang mengangkut ratusan orang yang kebanyakan siswa SMA tenggelam.

Puluhan tentara dan ratusan penyelam dikerahkan Korea Selatan untuk mencari korban dengan bantuan antara lain kapal perang Amerika Serikat, USS Bonhomme Richard, yang sedang berpatroli di kawasan tersebut.

Sementara di Ansan Danwon High School, pelajaran diakhiri lebih awal. Sementara, para orangtua yang cemas mendatangi sekolahan untuk mendapatkan kabar. Lainnya cepat-cepat menuju pelabuhan setelah mendapat kabar bahwa anak mereka selamat.

Seorang murid mengaku melihat sejumlah orang tua bercucuran air mata, cemas sekaligus panik menanti kepastian kabar. Sementara, murid-murid lain yang tak ikut wisata menangis histeris saat kabar soal kecelakaan diterima lewat telepon seluler mereka.

Awak Cantik Penyelamat Penumpang

Beberapa korban selamat di kapal terbalik Sewol di Korea Selatan tak akan pernah melupakan jasa seorang perempuan awak kapal. Sebab, upaya gigih `Dewi Penolong` itu membuat nyawa mereka terselamatkan. Namun, tragisnya, mereka berutang nyawa. Si cantik yang menyelamatkan mereka justru meninggal dunia.

Dilansir dari Korea Herald, awak kapal cantik itu bernama Park Ji-young. Usianya 22 tahun, masih terlalu muda untuk mati.

Ji-young dilaporkan bertindak profesional saat Kapal Sewol yang mengangkut 476 orang terbalik dan karam ketika menempuh rute Incheong-Pulau Jeju. Ia berjuang untuk memastikan semua penumpang di dek ketiga dan keempat Sewol, mengenakan jaket dan menemukan jalan keluar.

Berawal dari jeritan minta tolong ketakutan para penumpang Sewol, Park disebutkan mendatangi mereka satu per satu, ia lalu mengarahkan mereka yang berlarian mencari jalan keluar dari kapal itu. `Pahlawan cantik` itu membantu beberapa penumpang kapal menyelamatkan diri, dari bencana maritim terburuk di negara itu sejak tahun 1993.

Sebagai orang yang tahu betul seluk beluk kapal Sewol, Park pun mencoba mengarahkan para penumpang untuk keluar dari jalur yang diberitahunya. "Ketika kapal terbalik, penumpang ditempatkan sebuah pintu. Salah satu dari mereka jatuh, dan Park menyeret penumpang keluar, dan mendorong orang lain keluar dari dalam kapal," beber Kim.

Jeong Cha-woong, siswa 17 tahun yang juga ditolong Park menyebutnya sebagai pahlawan. "Dia meninggal setelah memberikan rompi penyelamatnya sendiri untuk teman-teman yang tenggelam, dan menyelam ke dalam air untuk menyelamatkan orang lain," ungkapnya.

`Pahlawan Lain`

`Pahlawan` lain yang lebih beruntung dari Park adalah Kim Hong-gyeong. Penumpang kapal berusia 59 tahun itu juga mempertaruhkan nyawanya, untuk menyelamatkan orang lain.

Kim membuat tali sepanjang 10 meter dengan tirai dari kabin kapal, dan menggunakannya untuk menyeret beberapa penumpang. Meskipun saat itu air sudah mencapai atas lututnya, ia tetap melanjutkan upaya penyelamatan dan menyelamatkan nyawa sekitar 20 orang.

Kim kemudian naik perahu nelayan yang menjadi relawan dalam operasi penyelamatan. Perahu seberat 9,77 ton itu milik Park Young-sup, nelayan 56 tahun. Ia juga bergabung dengan upaya penyelamatan itu.

Young-sup mengaku menerima sinyal untuk bantuan penyelamatan dari komunikasi maritim pemerintah setempat, saat itu ia dalam perjalanan pulang di atas kapal.

"Ratusan militer, polisi dan personel sipil dikerahkan untuk upaya penyelamatan itu. Banyak nelayan di perairan terdekat juga membantu secara sukarela dalam pencarian korban. Namun operasi penyelamatan bawah air terhalang oleh arus pasang surut dan visibilitas yang rendah," jelas dia.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan telah menunjuk Laksamana Hwang Ki-chul, kepala operasi angkatan laut, untuk memimpin penyelamatan. Termasuk mengerahkan kapal pendaratan amfibi Dokdo seberat 14.000 ton, 3 pesawat militer dan ratusan pasukan komando angkatan laut dan tentara.

Kapten Kapal Kabur

Aksi heroik Park Ji-young dan Kim Hong-gyeong berbanding terbalik dengan perbuatan Lee Joon-seok. Hujatan pun terarah pada kapten Kapal Sewol rute Incheon-Jeju yang tenggelam pada Rabu 16 April 2014. Pria 69 tahun itu dianggap bertanggung jawab atas kelambatan evakuasi, yang membuat 29 orang tewas dan sekitar 270 lainnya hilang.

Tak hanya itu, Lee juga terbukti ngacir duluan. Ia tertangkap kamera mengenakan jaket pelampung, saat diselamatkan dari dek atas Sewol. Meninggalkan kapalnya yang terbaring miring di lautan, mengabaikan jerit panik para penumpangnya. Ia kini menjalani penahanan atas tuduhan kelalaian dan pelanggaran UU Pelayaran.

Soal evakuasi yang lambat, Lee berdalih, ia khawatir para penumpang akan `hanyut` jika mereka meninggalkan feri tanpa pengkondisian yang tepat. Namun, belakangan justru terbukti, mereka yang selamat adalah yang sempat terjun ke laut. Sementara mereka yang mematuhi perintah awal kapal -- untuk tetap diam di tempat -- justru menjadi korban.

"Saya mohon maaf pada rakyat Korea Selatan karena menyebabkan gangguan ini. Saya menundukkan kepala dan memohon ampun dari keluarga para korban," kata dia, seperti dikutip dari BBC.

Lee menambahkan, sebelum kejadian ia sudah memberi instruksi soal rute pada para awak, kemudian pergi sebentar ke kamar tidurnya, dan terjadilah kecelakaan itu. "Arus laut saat itu sangat kuat, suhu air laut dingin, saya pikir jika orang-orang meninggalkan kapal tanpa penilaian yang tepat, bahkan ketika mereka mengenakan jaket pelampung, mereka akan hanyut dan menghadapi banyak kesulitan," kata dia.

Kapten tersebut menambahkan, kapal penyelamat tak tiba tepat waktu pasca-kapalnya menyalakan sinyal darurat -- 3 jam setelah berlayar dari Incheon.

Juru mudi pada saat itu, Cho Joon-ki, juga di antara mereka yang ditahan. Dia mengatakan bahwa kapal bereaksi berbeda terhadap perintahnya. "Saya memang bersalah, tapi steering (gigi kapal) berbalik lebih jauh dari yang seharusnya," kata dia.

Apa pun penyebab kecelakaan Sewol yang sebagian penumpangnya, 350 orang adalah murid-murid Danwon High School, Ansan yang akan berwisata ke Pulau Jeju -- sikap sang kapten saat kejadian sangat disayangkan. Ia tak menunjukkan jiwa seorang nakhoda yang heroik.

30 Menit Berujung Petaka

3 Hari berselang sejak Kapal Sewol, penyidik mengungkapkan bahwa kapten kapal menunda evakuasi selama setengah jam sejak alarm darurat dibunyikan. Waktu `setengah jam` adalah pertanyaan terbesar dalam tragedi kapal atau feri di Korea Selatan. Menurut transkrip percakapan antara kapal dan daratan, selama itu pula kapten kapal menunda evakuasi sejak pertama kali mengirimkan alarm darurat.

Reaksi dari Pusat layanan Lalulintas Laut di pulau Jeju muncul lima menit setelah seorang perwira kapal meminta pertolongan lewat radio. Ketika diminta untuk segera meninggalkan kapal, perwira tersebut menjawab, "Sulit buat penumpang untuk bergerak.

Berdasarkan penyelidikan sementara, Sewol karam lantaran kelalaian dari kru kapal, sistem pergudangan kargo, dan struktural kapal yang cacat. Lantaran itu, kapten bersama 2 awak kapal ditangkap karena dinilai bersalah atas tenggelamnya kapal dan jatuhnya korban jiwa. Sang kapten dinilai terlambat memberikan perintah evakuasi dan diduga kabur.

Mereka terancam hukuman seumur hidup atas dakwaan meninggalkan kapal, kelalaian, menyebabkan orang lain cedera, tidak mencari penyelamatan dari kapal lain, dan melanggar hukum maritim.

Upaya Penyelamatan Terkendala Arus dan Cuaca

Kepala Penyidik Jae Eok kepada Kantor Berita Yonhap mengatakan, kapal nahas itu juga sedang dikemudikan oleh perwira ketiga ketika `kapal mulai tenggelam`. 3 Hari setelah tragedi tersebut, tim penyelamat masih berupaya menemukan ratusan penumpang yang hilang. Sejauh ini 29 orang telah dinyatakan tewas. Sebagian besar jenazah ditemukan terapung di permukaan air.

Tim penyelam yang diterjunkan kerap gagal memasuki badan kapal lantaran terhalang cuaca dan arus laut. Pemerintah meyakini sekitar 179 penumpang terperangkap di dalam kapal. Regu penyelamat sejak Jumat 18 April silam mulai memompa udara ke dalam badan kapal.

Keluarga Korban Kehilangan Asa

Sebagian besar korban adalah murid dan guru sebuah sekolah menengah atas Danwon ketika dalam perjalanan wisata ke pulau Jeju. 339 jumlah keseluruhannya. 14 di antaranya sudah meninggal dunia. Sementara 247 masih hilang dalam bencana maritim terburuk di Korea Selatan sejak 21 tahun terakhir.

Saat memasuki hari keempat pencarian, harapan keluarga korban menyusut. Orang tua dari murid yang menumpang Kapal Sewol" saat ini menginap di sekolah, Melalui layar lebar mereka menyaksikan siaran langsung upaya penyelamatan.

"Ketika saya pertama kali mendapat telepon soal kapal yang karam, saat itu saya masih punya harapan," kata Cho Kyung-mi, yang kehilangan keponakannya yang berusia 16 tahun. "Dan kini semuanya sudah hilang."

"Mereka seharusnya segera menyelamatkan anak-anak itu pada hari ketika kapal karam. Apa yang mereka lakukan sekarang? 3 Hari sudah berlalu. Anak-anak itu pasti kedinginan dan ketakutan, jauh di bawah laut," katanya.

Ratusan sukarelawan dan pekerja tanggap darurat di Pelabuhan Paengmok mencoba menghibur kerabat penumpang kapal yang tenggelam pada Rabu 16 April. Ratusan keluarga penumpang yang kebanyakan pelajar SMA itu tersebut bingung dan marah atas minimnya kemajuan dan kesalahan informasi.

`SMS Penyayat Hati` yang Ternyata Palsu

Salah satu pemicu kemarahan mereka adalah beredarnya ribuan pesan singkat atau SMS yang belakangan dinyatakan palsu. Awalnya, SMS datang ke orangtua dari sejumlah murid yang menjadi korban tenggelamnya Kapal Sewol di lepas pantai Korea Selatan. Pesan tersebut diduga berasal dari para siswa yang dinyatakan menghilang atau belum ditemukan oleh tim pencari.

Salah satu pesan diduga datang dari penumpang bernama Shin. Remaja perempuan 18 tahun yang menjadi salah satu murid SMA dalam rombongan di Kapal Sewol. "Ayah jangan khawatir. Aku masih hidup menggunakan pelampung. Kita akan bersama-sama lagi," tulis pesan misterius diduga dari Shin, seperti dimuat New York Post.

Pesan tersebut dilaporkan dibalas oleh sang ayah: "Ayah tahu, tim pencari tengah berusaha menyelamatkan penumpang, tapi kamu harus cari jalan keluar sendiri jika kamu bisa."

"Ayah, aku tak bisa berjalan. Koridor kapal sangat penuh. Kapalnya juga terlalu miring," balas Shin.

Selain itu, seperti dilansir CNN, pesan lain juga datang diduga dari penumpang lain, seperti "Aku masih hidup di kafetaria, tolong aku, baterai ponselku segera habis, percayalah."

Pesan lain juga beredar di jejaring sosial, "Ponselku tak berfungsi. Aku berada di dalam kapal dan tak bisa melihat apa-apa."

Namun, Badan Antiteror Siber Korea Selatan menyatakan pesan-pesan tersebut hoax alias bohong. Dari hasil pelacakan sinyal, tidak ada satu pun penumpang yang mengirim pesan setelah kapal tenggelam. "Kami sudah memeriksa lebih dari 300 nomor ponsel milik penumpang," ujar Kepolisian Korea, yang diwartakan media Korsel dalam News.com.au.

Dihantui Rasa Bersalah, Wakil Kepala Sekolah Gantung Diri

Di tengah dukacita keluarga sekitar 270 penumpang yang belum ditemukan, datang kabar pilu. Kang Min-gyu, Wakil Kepala Sekolah Danwon High School yang menyertai kegiatan wisata murid-muridnya ke Pulau Jeju pada Rabu 16 April 2014, ditemukan sudah tak bernyawa.

Kang berhasil diselamatkan bersama 178 orang penumpang Kapal Sewol, namun perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Sehari setelah musibah karam Kapal Sewol, pria 52 tahun itu tiba-tiba menghilang.

Rekan-rekan sesama guru sudah berupaya mencari, tapi ia tak kunjung muncul, hingga jasadnya ditemukan tergantung di pohon dekat gedung olahraga Jindo -- di mana keluarga dan kerabat penumpang yang hilang berkumpul. Lehernya terjerat ikat pinggang. Seperti dikabarkan Reuters, polisi mengatakan, Kang tak meninggalkan wasiat apa pun.

Pencarian Berlanjut

Pencarian terhadap ratusan penumpang kapal Sewol Korea Selatan (Korsel) yang menghilang terus berlangsung di perairan lepas pantai Negeri Ginseng. Kabar terbaru, tim pencari berhasil memasuki kabin kapal yang karam dan menemukan 3 mayat itu terjebak di sana.

CNN mewartakan, sekitar 40 penyelamat akan dikerahkan ke dalam kabin kapal yang kini berada di dalam laut untuk mengevakuasi ketiga mayat itu. "Para penyelam akan kembali ke bagian dek ketiga, letak mayat itu ditemukan," ujar petugas di pesisir Korsel.

Pencarian akan memasuki hari kelima, para keluarga korban tentunya banyak berharap, kendati keajaiban tampaknya sulit terwujud.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya