Liputan6.com, Mamasa - Bentrokan antara warga dan aparat kepolisian Polres Mamasa, Sulawesi Barat akhirnya diselesaikan secara adat. Pertemuan dihadiri unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) dan 2 anggota Satpol PP Mamasa yang menjadi korban pengeroyokan sejumlah anggota Polres Mamasa.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Rabu (20/8/2014), rapat tersebut membahas langkah-langkah pengamanan pasca-bentrokan antara polisi dan warga.
Baca Juga
Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak yang bertikai sepakat menyelesaikan kasus tersebut melalui cara adat. Pelaku penganiayaan diwajibkan membayar denda berupa hewan seperti kerbau atau babi untuk disembelih dan diserahkan kepada korban.
Advertisement
Agar penyelesaian adat ini berlangsung sakral, tokoh adat akan memotong hewan persis di atas lokasi kejadian perkelahian. Harapannya melalui proses sakral tersebut, kejadian serupa tidak terulang kembali. Kini pelaku dan korban sudah saling memaafkan satu sama lain.
Bentrokan antara warga dengan polisi terjadi akibat pengeroyokan terhadap petugas Satpol PP oleh sejumlah oknum anggota polisi di lapangan Mamasa saat acara peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke 69, 17 Agustus lalu.
Tidak terima atas aksi pemukulan polisi tersebut, sejumlah warga dan keluarga korban marah. Malam harinya warga mendatangi Mapolres Mamasa untuk menemui oknum polisi yang dituding terlibat dalam kasus pengeroyokan terhadap petugas Satpol PP.
Aksi warga tersebut dihadang polisi di depan pintu gerbang Mapolres Mamasa. Warga kemudian melampiaskan kemarahannya dengan merusak dan membakar isi kantor pos polisi di Kota Mamassa. (Ali)
Baca juga:
Warga Bawa 2 Jenazah Korban Pembunuhan Timika ke Kantor DPRD
Dikeroyok Polisi, Panitia Dangdut Dilarikan ke Rumah Sakit
Korban Konflik Mamasa Hidup Berpindah-pindah di Hutan Sejak 2005