Pengacara Guru JIS Hotman Paris Cium Kejanggalan Dakwaan JPU

Hotman menilai kasus JIS seperti dipaksakan terlebih soal adanya tuntutan uang ganti rugi dari korban.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 02 Des 2014, 23:50 WIB
Diterbitkan 02 Des 2014, 23:50 WIB
Hotman Paris Hutapea
Hotman Paris Hutapea (Liputan6.com/Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual yang menjerat 2 guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinan Tjiong digelar di pengadilan negeri (PN) Jakarta Selatan. Sidang beragendakan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang di antaranya berisi dugaan perbuatan asusila.

Salah satu kuasa hukum guru JIS, Patra M Zen mengatakan, dakwaan Jaksa mengada-ada. Dalam dakwaan, jaksa menyebut peristiwa 'pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi dengan pasti'. Menurut Patra dakwaan tersebut melanggar Pasal 143 KUHAP.

"Pasal 143 KUHAP mensyaratkan harus jelas waktu kapan dilakukannya tindak pidana dengan ancaman dakwaaan batal demi hukum," kata Patra usai sidang di PN Selatan, Jakarta, Selasa (2/12/2014).

Dalam dakwaan itu, jaksa juga menyebut dugaan perbuatan asusila sudah terjadi sejak Januari 2013. Kuasa hukum 2 guru JIS lainnya, Hotman Paris Hutapea mengatakan, dakwaan tersebut sangatlah janggal. Sebab kalau dikatakan dugaan tindakan asusila itu terjadi pada Januari 2013, sementara visum dilakukan pada Juni 2014, maka jarak waktu tuduhan dengan visum hampir 1,5 tahun.

"Apa masuk diakal, visum yang dilakukan 1,5 tahun bisa menggambarkan kondisi anak jika tuduhannya dilakukan di Januari 2013?" ucap Hotman.

Sementara itu, dalam surat dakwaaan disebutkan dugaan perbuatan asusila terjadi tahun 2014, tanpa menyebut di bulan berapa. Ini juga dinilainya tidak masuk diakal. Sebab bila dugaan perbuatan asusila terjadi pada 2014, tanpa menyebutkan bulannya itu bisa kapan saja terjadi, seperti bulan Mei, Juni, Juli 2014.

Untuk itu, Hotman melihat kasus ini seperti dipaksakan terlebih soal adanya tuntutan uang ganti rugi dari korban.

"Kami melihat adanya dugaan rekayasa dalam kasus ini. Hanya karena JIS menolak membayar tuntutan ganti rugi yang awalnya sebesar US$13,5 juta yang kemudian ditingkatkan menjadi US$125 juta," tutur Hotman.

Sejak awal dilakukan penyidikan terhadap kasus 6 orang petugas kebersihan (1 orang meninggal dalam proses penyidikan), tidak pernah sang anak maupun ibu pelapor menyebutkan keterlibatan guru JIS dalam cerita dan tuduhan-tuduhannya.

"Bahkan dalam surat gugatan perdata dari Ibu MAK terhadap JIS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bulan April 2014, jelas-jelas disebut tuduhan pelaku dugaan perbuatan asusila adalah petugas kebersihan dari ISS dan sama sekali tidak menyebutkan guru JIS," jelas Hotman.

Perlu diketahui bahwa pada saat gugatan ganti rugi US$13,5 juta dimasukkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tidak ada penyebutan sama sekali keterlibatan guru-guru atau pihak JIS dalam dugaan perbuatan asusila yang dituduhkan Ibu MAK.

Setelah kurang lebih sebulan kemudian, Ibu MAK melalui kuasa hukumnya, menaikkan nilai gugatan ganti rugi sepuluh kali lipat lebih besar menjadi US$125 juta. (Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya