Eks Wamenkumkam: Bukan Institusinya, Tapi Oknumnya...

Denny Indrayana menilai teror dalam bentuk pelaporan pimpinan KPK ke Polri, sebagai bentuk penyalahgunaan institusi oleh oknum tertentu.

oleh Hanz Jimenez SalimOscar FerriAudrey Santoso diperbarui 14 Feb 2015, 07:09 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2015, 07:09 WIB
Eks Wamenkumkam: Bukan Institusinya, Tapi Oknumnya...
Denny Indrayana menilai teror dalam bentuk pelaporan pimpinan KPK ke Polri, sebagai bentuk penyalahgunaan institusi oleh oknum tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana menilai adanya teror dalam bentuk pelaporan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Polri, sebagai bentuk penyalahgunaan institusi oleh oknum tertentu.

Menurut dia, masalah ini tergantung kepada keputusan presiden. Apabila presiden tak menyebut ada kriminalisasi terhadap KPK, maka laporan-laporan akan terus dilakukan terhadap KPK dan pendukungnya.

"Kalau presiden bilang berhenti, tapi masih jalan. Berarti sudah, institusi Polri disalahgunakan oknum yang tidak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi. Orang ini membela kasus BG...(Jadi) Bukan institusi Polri-nya, (tapi) oknumnya," tandas Denny di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Denny mengatakan memang adalah wajar dan konsekuensi bagi KPK sebagai lembaga antirasuah menerima teror. Namun, teror kali ini sudah di luar batas. Bahkan sudah menjadi masalah presidensial.

"Masalahnya, kondisinya (teror ke KPK) jauh di luar batas. Sudah teror ke lembaga negara. Bambang Widjojanto dilaporkan. Pak Busyro (Busyro Muqoddas) dilaporkan. Johan (Johan Budi SP) dilaporkan. Saya juga dilaporkan. Teror tak terhindarkan. Sampai di luar batas ini, harus disikapi presiden. Ini sudah presidential problem," ucap Denny.

Denny kembali menyebut ada kesan seperti 'dewa mabuk'. Terbukti dengan proses pelaporan dan pemeriksaan yang terlalu cepat. Denny mengatakan pada 10 Februari lalu, beberapa staf Menkumham diperiksa terkait laporan dugaan korupsi yang dilakukannya.

"Cepat sekali. Tanggal 12 Kamis (dipanggil). Ada beberapa orang dipanggil. Super cepat," tukas Denny Indrayana.

BG Juga Diteror

Sebelumnya salah seorang pengacara Budi Gunawan, Razman Nasution mengungkapkan, pihaknya juga mendapat teror.

"Saya ingin katakan persoalan teror dan tekan menekan kami pun mengalami itu. Saya mengalami sendiri. Pak BG juga diteror. Tapi tidak diekspos keluar," ujar Razman di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Razman juga mengkritisi sikap KPK yang sebentar-sebentar mengadu pada publik, termasuk juga soal teror yang diterima pegawai lembaga tersebut. Bila ada teror, sebaiknya tidak diungkap ke publik, melainkan melapor langsung pada pihak berwajib, yaitu Polri.

"Tekanan itu bukan berarti kita harus sampaikan ke rakyat kalau ada teror. Sampaikan ke polisi," ujar Razman Nasution.

Tak Perlu Tunggu Praperadilan >>>

Tak Perlu Tunggu Praperadilan

Tak Perlu Tunggu Praperadilan

Mantan Wamenkuham Denny Indrayana meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri. Alasannya, Jokowi tak perlu menunggu sidang praperadilan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan atau BG hingga selesai.

"Kita tunggu Pak Jokowi segera putuskan sesuai janjinya. Harusnya nggak usah tunggu praperadilan karena nggak ada kaitannya. Keputusan praperadilan itu satu hal. Kewenangan Pak Jokowi untuk pelantikan Budi Gunawan hal yang lain. Sederhana logikanya," kata Denny di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Ia mengatakan masyarakat yakin bahwa Presiden Jokowi pasti memiliki rencana sendiri terkait kondisi saat ini. Sebab, ditetapkannya masalah Budi Gunawan yang notabene calon Kapolri sebagai tersangka oleh KPK saat ini merembet ke mana-mana. Bahkan ada dugaan dilaporkannya para pimpinan KPK ke Polri juga berhubungan dengan itu.

Maka, menurut dia, kuncinya ada di Jokowi. Yang perlu dilakukan sang Presiden dikatakan Denny adalah membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Dan hal itu tak ada sangkut-pautnya dengan praperadilan Budi Gunawan.

"Kalau memberhentikan Kapolri bisa, apalagi cuma calon (Kapolri). Kan simpel. Mengangkat dan memberhentikan Kapolri saja Pak Jokowi bisa dengan persetujuan DPR. Apalagi cuma membatalkan calon. Sama sekali, nggak tepat untuk mendorong presiden untuk menunggu putusan praperadilan. Karena memang nggak ada kaitannya," ucap Denny.

Ia menegaskan tak ada aturan yang dilanggar jika Presiden Jokowi batal melantik Budi Gunawan, meski DPR RI sudah meloloskan Budi melalui fit and proper test calon Kapolri. Berdasarkan asas tata negara, dikatakan Denny, Jokowi berwenang mengangkat dan memberhentikan sama halnya dengan memutuskan membatalkan.

"Yang mengangkat bisa memberhentikan. Sekarang kita tunggu Pak Jokowi segera putuskan sesuai janjinya," tandas Denny Indrayana.

Projo Dukung Jokowi >>>

Projo Dukung Jokowi

Projo Dukung Jokowi

Sementara, Ketua Umum Organisasi Masyarakat Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi mengatakan, penundaan yang berbau pembatalan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri adalah bentuk pelaksanaan Nawacita yang dilakukan oleh Jokowi.

"Presiden Jokowi sangat konsisten mewujudkan Nawacita terutama agenda penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Presiden mendengar suara dan suasana kebatinan yang berkembang di masyarakat," ujar Budi Arie dalam pesan singkatnya di Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Budi Arie juga mengimbau seluruh elite politik serta partai mendukung dan yakin apa pun keputusan Presiden, karena Presiden Jokowi sedang bekerja untuk rakyat. Di tengah tekanan dan perdebatan masyarakat yang menilai Jokowi lamban menyelesaikan kisruh KPK dan Polri, Arie Budi memandang itu adalah salah satu strategi Jokowi memperbaiki sistem hukum di Indonesia yang 'bengkok'.

Dia menambahkan, Jokowi sebagai pengusul Budi Gunawan sudah menciutkan egonya dengan tidak segera melantik Budi Gunawan demi menjaga mandat dari seluruh rakyat. Maka, tutur Budi, sudah saatnya kendaraan politik di negeri ini mengimbanginya dengan cara menghormati keputusan presiden.

"Masih banyak agenda rakyat yang harus diselesaikan. Rakyat merindukan lembaga penegakan hukum yang kredibel dan bermartabat," ungkap Budi Arie.

"Projo, relawan dan segenap rakyat sepakat mendukung penuh pemerintahan Jokowi JK. Kami siap terus-menerus mengawal pelaksanaan Nawacita dengan segenap hati, tenaga dan pikiran," imbuh mantan aktivis '98 tersebut.

Bursa Taruhan >>>

Bursa Taruhan

Bursa Taruhan

Jadi atau tidaknya pelantikan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan oleh Presiden Jokowi belum dapat dipastikan. Kini, soal jadi atau tidaknya pelantikan itu menjadi ajang taruhan oleh para bandar judi di kawasan Mangga Besar, Jakarta.

"Saya dapat kabar dari kawan, calon Kapolri udah jadi pasar taruhan di Mangga Besar, apakah jadi dilantik atau tidak jadi dilantik," kata anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, bandar-bandar judi di Mangga Besar pun juga tidak ada yang merasa pasti apa jawabannya terkait proses pelantikan BG tersebut. Namun, seandainya batal dilantik, mereka juga sudah mempersiapkan bursa taruhan untuk nama-nama calon pengganti Budi sebagai Kapolri.

"Kemudian berkembang kalau tidak jadi dilantik, siapa yang jadi calonnya," ucap Martin.

Para petaruh, imbuh Martin, sampai harus memerhatikan mimik wajah Jokowi melalui televisi. Mimik itu dibaca oleh para petaruh untuk bertaruh melantik atau tidak melantik.

"Mereka melihat mimik muka Jokowi sebagai tanda, lantik atau tidak," beber Martin.

Untuk itu, menurut Martin, supaya bursa taruhan ini tidak meluas dan makin tidak terkendali, maka harus Jokowi segera memutuskan apakah akan melantik atau tidak Budi sebagai Kapolri.

"Presiden (Jokowi) harus cepat-cepat membuat putusan agar pasar taruhan makin tidak meluas dan merajalela," pungkas Martin Hutabarat. (Ans)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya