Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan hukuman mati. Petinggi badan dunia itu juga mengaku telah menyampaikan hal ini langsung ke Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno LP Marsudi.
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Tony T Spontana mengatakan, desakan dari Sekjen PBB itu bukan penghalang bagi Pemerintah Indonesia untuk mengeksekusi mati terpidana kasus narkoba. Jadi, dia menegaskan Kejagung tetap melanjutkan hukuman tersebut.
"Kan kami meilihat itu sebagai suatu imbauan, nanti kita akan melihat bahwa apakah eksekusi tahap 2 yang saat ini tahap persiapan akan tetap dilakukan. Dan itu sekaligus sebagai jawaban," ujar Tony di Kantor Kejagung, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Dia menambahkan, hukuman mati bagi para terpidana narkoba seharusnya tak hanya diberlakukan di Indonesia saja, melainkan juga terjadi di negara lain. Dengan begitu, bakal ada efek jera bagi para pengedar dan bandar narkoba.
"Jadi sepanjang hukuman mati itu masih menjadi hukuman positif, menjadi hukum positif yang masih berlaku di suatu negara. Putusan pengadilan yang menyangkut hukuman itu tetap harus dijalankan saya kira begitu," tegasnya.
Mengenai adanya penolakan dari para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) tentang eksekusi hukuman mati, Tony menilai hal tersebut sejak dulu, sekarang hingga masa mendatang akan tetap menjadi pro kontra.
"Sampai akhir hayat itu akan menjadi pro dan kontra karena perspektifnya tentu cara memandangnya akan berbeda. Dari segi mereka melihat dari perspektif HAM misalnya, kok kita melaksanakan eksekusi ini dari perspektif korban. Korban ini diwakili negara dalam hal ini penuntut umum, jaksa," jelas Tony.
"Dan putusan pengadilan, yang seharusnya dilaksanakan itu pada prinsipnya tidak boleh diganggu gugat, karena itu putusan pengadilan merupakan undang undang yang harus dilaksanakan secara konsisten," petinggi Kejagung tersebut. (Riz/Ein)