Kasus Perambahan TNGL, Tersangka Baru Akan Ditetapkan

Polisi hutan pun sedang mengusut pengusaha-pengusaha kayu yang ada di dalam Taman Nasional Gunung Leuser untuk ditangani lebih lanjut.

oleh Reza Efendi diperbarui 09 Mar 2015, 05:46 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2015, 05:46 WIB
Perambah Hutan
Kayu hasil sitaan yang dirambah dari hutan Taman Nasional Gunung Leuser (Liputan6.com/Reza Perdana)

Liputan6.com, Medan - Polisi Hutan (Polhut) dari Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat dan petugas POM Subdenpom Binjai, Sumatera Utara telah menangkap 4 tersangka kasus perambahan hutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), beberapa waktu lalu. Hasil pengembangan kasus tersebut akan ada penambahan tersangka.

"Memang itu kayunya berasal dari dalam TNGL. itu yang mengelola perambah. Saat ini sedang kita proses untuk yang mana para tersangkanya masih kita tahan di Rutan Tanjung Gusta dan masih penyidikan pemberkasan tahap kedua. Ini kita proses selama 2 x 30 hari, dan ini masuk ke 30 hari kedua. Kalau selesai semua, akan kita limpahkan ke kejaksaan," kata Seksi Pengawetan, Perlindungan dan Perpetaan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Adi Nurul Hadi, Minggu (8/3/2015).

Dia menambahkan, dari hasil pengembangan kasus ini, pihaknya tengah mengidentifikasi pengusaha-pengusaha kayu yang ada di dalam kawasan untuk ditangani lebih lanjut. Dari yang sudah diketahui, hasil perambahan dari dalam kawasan TNGL tidak hanya dijadikan gagang cangkul melainkan juga dibuat menjadi kayu olahan seperti kusen dan kayu jendela.

"Gagang cangkul itu hanya tambahan saja karena ada pesanan dan oleh perajin dibuatnya, yang utama tetap untuk kayu broti, kusen, dan lain-lain. Dan kita juga sudah mencoba menelusuri dari hulu sampai hilirnya. Karena itu akan ada kemungkinan tersangka lainnya," ungkap Adi.

Adi menjelaskan, di kawasan yang menjadi sumber kayu tersebut selama beberapa tahun terakhir sudah menjadi tempat tinggal pengungsi dari Aceh dan merambah di TNGL. Begitupun dengan populasi yang semakin bertambah, mendorong untuk pembukaan lahan di kawasan TNGL menjadi perkebunan karet dan sawit.

"Mereka juga semakin tak menghargai petugas yang masuk ke sana dan seolah-olah mereka sudah sah di sana. Karena mereka masih butuh pendapatan, akhirnya merambah. Jadi kalau dikatakan parah, ya memang parah," tukas Adi.

Dengan kondisi demikian, pihaknya menilai bahwa kasus perambahan ini menjadi fokus untuk ditangani.

"Informasi yang kami dapat, ada 3 titik perajin mesin pemotong kayu. Ini bisa disebut juga sebagai pemodal besar. Kita tahu, yang bawa gagang cangkul itu udah besar. Bayangkan, dari perambahan itu, dia sudah bisa beli mobil 4, sekolahkan sampai kuliah, mobil itu untuk angkut kayu.

"Pun kalau dihitung, gagang cangkul itu senilai Rp 25 jutaan, tapi kita juga harus paham, bahwa kawasan konservasi itu tak bisa dihitung seperti itu, karena memang bukan untuk dimanfaatkan seperti itu, tapi lebih ke pemanfaatan yang tidak langsung, yakni jasanya, seperti air dan karbonnya," papar Adi.

Sebagaimana diketahui, Polisi Hutan (Polhut) dari Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat menangkap dua orang tersangka pemanfaatan hasil hutan kayu tanpa disertai dokumen yang sah di daerah Kecamatan Sawit Sebrang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara pada Jumat, 13 Februari lalu.

Barang bukti yang disita 1.050 gagang cangkul berbahan meranti batu, 1 mobil Mitsubishi pikap L300, 1 lembar fotokopi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Buku Uji Kendaraan Nomor: C 345309, 1 lembar Surat Keterangan Ketua Koperasi Indonesia Produksi Pipa Makmur Nomor: V/KI- PPM/23/11/2014, tanggal 23 November 2014 dan 8 buah jeriken kosong.

Dalam kasus ini, dua tersangka tersebut yakni R (54) dan F (32) merupakan pengungsi konflik Aceh yang tinggal di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser wilayah Barak Kentongan, Barak Induk, Kabupaten Langkat. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya