Tahan Tersangka Korupsi, Kajari Bengkulu Dituntut Rp 1 M

Adrianto adalah tersangka kasus korupsi dana bansos Kota Bengkulu tahun 2012-2013 senilai Rp 11,4 miliar.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 11 Mar 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2015, 08:00 WIB
Ilustrasi Korupsi

Liputan6.com, Bengkulu - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkulu Wito dituntut Rp 1 miliar karena menahan Adrianto Himawan. Adrianto adalah tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Kota Bengkulu tahun 2012-2013 senilai Rp 11,4 miliar.

Tersangka melalui pengacaranya M Yunes dan Alimar dari LBH Shiratal Mustaqim melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Adrianto mengaku diperlakukan dengan semena-mena dan melanggar hak asasi manusia.

"Sebagai pegawai negeri sipil, klien kami merasa dipaksa dalam pemeriksaan, mau izin salat saja saat diperiksa tidak diizinkan. Penahanan berupa kurungan badan di lembaga pemasyarakatan tidak melalui prosedur hukum yang sebenarnya," ujar pengacara tersangka Alimar SH dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bengkulu yang dipimpin hakim tunggal Sulthoni, Selasa (10/3/2015).

Pemaksaan itu lanjut Alimar, melanggar Pasal 55 KUHAP. Apalagi kliennya tidak diberi kesempatan untuk menunjuk pengacara saat pemeriksaan pada 12 Februari 2015. Pihak kejari juga menyita dokumen sebanyak 200 proposal bansos dan 200 unit kuitansi tanpa memberikan surat tanda terima berkas yang disita.

"Ini jelas melanggar Pasal 20 ayat 3 Undang Undang nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Kami minta majelis hakim menyatakan penahanan tersangka tidak sah dan membebaskan tersangka, kami juga menuntut kajari Bengkulu uang pengganti sebesar Rp 1 miliar dan mengembalikan nama baik tersangka serta meminta maaf lewat media lokal dan nasional selama 3 hari berturut-turut," ucap Alimar.

Kajari Bengkulu Wito bersama 4 orang tim penyidik kasus bansos menyatakan bahwa Pasal 17 KUHAP menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama di mata hukum. Jadi tidak ada diskriminasi terkait status tersangka sebagai PNS. Dan penahanan yang dilakukan sudah sesuai prosedur hukum acara pidana.

"Perlu dipahami bahwa gugatan praperadilan ini tidak tepat, mereka harus memahami aspek hukumnya terlebih dahulu. Penahanan ini sudah sesuai dengan aspek objektivitas dan subjektivitas hukum yang berlaku sesuai Pasal 21 KUHAP. Sebab tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka ancamannya lebih dari 5 tahun," tegas Wito. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya