PDIP: Ada Agenda De-Sukarnoisasi di Balik Survei Poltracking

Hasto menilai survei Poltracking itu sudah ditungganggi agenda politik de-Sukarnoisasi.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 23 Mar 2015, 12:07 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2015, 12:07 WIB
Hasto Kristiyanto Mengikuti RDP Dengan Komisi III DPR RI
Hasto Kristiyanto saat tiba di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (04/02/2015). Rapat membahas terkait pertemuan Abraham Samad dengan sejumlah petinggi PDIP menjelang Pilpres 2014. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Poltracking menyebut trah Sukarno tak lagi diminati publik untuk kembali memimpin PDIP. Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disebut paling rendah tingkatannya untuk memimpin partai wong cilik tersebut.

Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai ada agenda politik de-Sukarnoisasi atau menghilangkan pengaruh Sukarno di balik publikasi hasil survei itu.

"Mereka yang menyederhanakan survei kepemimpinan PDIP dengan mempersoalkan kepemimpinan Trah Sukarno tidak menyadari bahwa Bung Karno memang hidup dalam kepemimpinan dan urat nadi PDIP," kata Hasto kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (23/3/2015).

Padahal di sisi lain, menurut Hasto, Kongres PDIP 2015 nanti beragendakan kembali mengukuhkan Megawati memimpin partai untuk periode 2015-2020. Karena itu, dia menilai survei Poltracking itu sudah ditungganggi agenda politik de-Sukarnoisasi.

Hasto menjelaskan, sebagian besar anggota dan simpatisan PDIP bergabung ke partai karena menyatukan diri dengan ide, gagasan, perjuangan, dan cita-cita Bung Karno. Dengan begitu, sosok presiden pertama dan pendiri bangsa itu dinilainya akan selalu hidup.

"Ide, jiwa, dan gagasan BK (Bung Karno) bahkan tidak pernah mati karena menyatu dengan kondisi aktual bangsa. Karena itulah berbagai proyek politik sejak zaman Orde Baru tidak pernah bisa menyingkirkan BK dari hati sanubari rakyat," ujar Hasto.

Demikian halnya saat Megawati berjuang menempuh jalan sunyi dengan keliling seluruh Indonesia melantik koordinator kecamatan dalam masa sulit di bawah tekanan rezim otoriter.

Hasto menyatakan, apa yang dilakukan Megawati merupakan praktik mengorganisir rakyat karena keyakinan politiknya atas didikan Bung Karno untuk berani menyuarakan suara rakyat yang tersumbat kekuasaan.

Atas hal itu, Hasto menegaskan bahwa lembaga survei belum kredibel bila menggunakan hasil surveinya untuk agenda politik tertentu. Termasuk mengambil keputusan sepihak dengan melupakan realitas politik dan suasana kebatinan anggota PDIP.

"Itu hanya merendahkan tingkat kepercayaan survei itu sendiri. Saya meyakini bahwa BK, Megawati, dan PDIP justru akan semakin hidup dengan berbagai bentuk agenda setting yang mencoba meminggirkan Trah Sukarno tersebut," tandas Hasto Kristiyanto.

Poltracking melakukan survei terhadap tokoh yang cocok untuk menjadi ketua umum PDIP periode 2015-2020. Hasil survei menyebutkan, Megawati Soekarnoputri merupakan sosok yang paling tidak direkomendasikan kader.

"Incumbent Megawati adalah figur elite partai yang paling tidak direkomendasikan memimpin PDIP ke depan," kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 22 Maret.

"Tentu saja, meski Megawati masih cukup kuat, tapi banyak figur potensial dari PDIP yang juga memiliki kapasitas, kapabilitas, akseptabilitas ekseternal untuk jadi ketua umum," tambah Hanta.

Survei ini dilakukan pada Desember 2014 sampai Februari 2015. Riset dalam pengambilan survei ini dilakukan dengan metode uji kelayakan figur melalui 3 tingkatan penyaringan, yakni meta analisis, focus group discussion, dan penilaian beberapa aspek dari masing-masing figur di PDIP. Metode melalui 3 tingkatan penyaringan itu dilakukan oleh 200 pakar atau opinion leaders yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. (Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya