Liputan6.com, Jakarta - Tower Jasmine dan Tower Harbras di Apartemen Kalibata City pada Sabtu 25 April 2014 malam digerebek jajaran Polda Metro Jaya. Penggerebekan itu diduga terkait praktik prostitusi online yang mempekerjakan anak-anak.
Juru Bicara Komunitas Warga Kalibata City Umi Hanik menyayangkan, bisnis prostitusi online baru terbongkar belakangan ini. Padahal ia dan warga lainnya sudah mengetahui bisnis esek-esek itu sejak 2011.
"Kalau indikasinya sejak dari 2011 sudah kelihatan, cuma kan dari dulu media kita nggak begitu ngeh. Misalnya saya ambil contoh, kalau di dalam lift ada cewek-cewek, tapi bocah-bocah, kok sampai bisa segitu akrabnya dengan teman lawan jenisnya," kata Umi kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu 26 April 2015.
Umi mengatakan, pihaknya juga menemukan modus lain bisnis esek-esek ini selain prostitusi online. Beberapa waktu lalu, ia dan sejumlah warga menemukan brosur yang menjajakan pijat berikut dengan pemuas syahwat.
"Metode menjajakan memang macam-macam. Kami menemukan pembagian brosur pijat di tiap unit diselipkan di depan pintu," tutur Umi.
Umi pun heran dengan sikap dan kebijakan pihak pengelola apartemen Kalibata City yang dianggap tidak serius menghentikan indikasi praktik prostitusi ini. Padahal sebagai penanggungjawab, pengelola wajib mengetahui keluhan warganya.
"Sangat aneh jika pihak pengelola tidak mampu mengendus jaringan prostitusi yang sudah menggurita ini, yang modusnya macam-macam ini," sambung dia.
Keheranan Umi dan warga lainnya bukannya tak mendasar. Sebab, saat ini jumlah pos pengaduan warga atau customer service yang sebelumnya ada di setiap tower, malah ditutup dan hanya berada di tower Herbras.
"Sekarang pos pengaduan cuma ada di Herbras saja, kami kan yang tinggal di sini ada 18 Tower. Kita kan warga sangat kritis, dan peduli dengan lingkungan, tapi saluran untuk menyampaikan keluhan malah dihilangkan," ucap Umi.
Umi dan warga lainnya juga mengeluhkan tidak adanya kontrol dari pengelola, terkait pendataan warga baru di tiap unit apartemen. Sebab ini juga dapat memicu timbulnya tindak pidana yang dilakukan warga.
"Nggak ada kontrol dari pengelola. Bagaimana kita mau mendata kalau RT/RW saja tidak ada di sini. Padahal kami ingin ada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), agar bisa membentuk RT/RW, tetapi tidak diperbolehkan," keluh Umi.
Tahap Proses
Tahap Proses
General Manager Badan Pengelola Apartemen Kalibata City Evan T Wallad mengatakan, saat ini pihaknya memang belum membentuk RT/RW. Sebab, saat ini masih mencoba bermusyawarah dengan warga apartemen terkait pembentukan P3RS.
"Nah kita masih bergabung ke lingkungan belakang apartemen, untuk pembuatan KTP baru. Nanti mungkin setelah P3RS ini kita bikin RT/RW," ucap Evan.
Terkait adanya brosur pijat esek-esek yang beredar di warga apartemen, pihak pengelola sebenarnya sudah melarangnya. Namun, ada sejumlah kesulitan yang ditemui petugas apartemen untuk mengantisipasi adanya brosur itu.
"Yang pertama itu sebenarnya tidak boleh. Kami sudah larang, karena sulitnya gini, kalau ada orang baru masuk kita nggak bisa langsung tanya-tanya ke dia. Kecuali kalau yang sebarin brosur itu tertangkap tangan baru kita eksekusi. Baru kita tindak," tambah Evan.
"Pengawasannya itu, nggak bisa kita lakukan seluruhnya, kita hanya punya 100 sekuriti dalam 1 shift. Di pintu-pintu masuk towernya juga kita jaga," tutup Evan.
Jumat 24 April 2015 malam jajaran Polda Metro Jaya menggerebek 2 unit apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan yang diduga digunakan sebagai lokasi praktik prostitusi online. Dalam penggerebekan tersebut, polisi mengamankan 6 pekerja seks komersil yang diduga menjadi korban perbudakan seks di bawah umur. Mereka berumur antara 16 sampai 20 tahun. (Rmn)
Advertisement