Liputan6.com, Jakarta - Setelah lebih dari 3 jam melakukan aksi di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) akhirnya diterima perwakilan Istana.
Mereka diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.
Pantauan Liputan6.com, Kamis (21/5/2015), puluhan mahasiswa dari perwakilan tiap BEM itu masuk dari pintu Istana melalui Kantor Kementerian Sekertaris Negara (Kemensesneg). Mereka terlihat didampingi oleh Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Eko Sulistyo yang mengantar ke ruang pertemuan di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Kepresidenan.
"Ini pertemuannya di lantai dua Bina Graha, nanti akan ditemui oleh Pak Luhut, Mensesneg Pratikno dan Pak Seskab (Andi Widjajanto)," ujar Eko kepada Liputan6.com.
Menurut Eko, perintah untuk menerima perwakilan mahasiswa atas instruksi langsung dari Presiden Jokowi yang saat ini sedang tidak berada di Istana Kepresidenan. Sang Presiden saat ini tengah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.
‎"Saya diminta Pak Luhut untuk berkomunikasi dengan mahasiswa untuk masuk. Pak Luhut sendiri mendapatkan perintah dari Presiden untuk menerima mahasiswa di Istana," ucap dia.
Koordinator pusat BEMSI Ahmad Khairuddin Syam dalam orasinya mengancam akan tetap bertahan di depan Istana hingga Jumat 22 Mei 2015 bila Presiden Jokowi atau perwakilannya tidak mau menemui mahasiswa. Â
"Yang penting Pak Jokowi keluar. Nah kalau tidak bisa ya Pratikno tapi infonya dia ke Malang. Tinggal Luhut Binsar Pandjaitan yang kemungkinan bisa kita temui. Kalau tidak, kita tidak akan unjuk rasa malam-malam, hanya menginap," tandas Ahmad.
Dalam orasinya, mahasiswa menyerukan protesnya atas kebijakan pemerintahan Jokowi-JK dalam menetapkan harga bahan bakar (BBM) yang tidak stabil.
Selain itu mereka juga menuntut Pemerintah mengambil alih pengelolaan lahan minyak seperti Blok Mahakam dan Freeport yang akan habis masa kontraknya serta menolak kebijakan ekonomi yang dinilai mengarah pada liberalisme. (Ndy/Mut)