Pelecehan Seksual Saint Monica, Guru H Dituntut 8 Tahun Penjara

Theodora menjelaskan, yang menjadi pertimbangan majelis karena bukti visum yang menyatakan ada luka di kemaluan korban.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 25 Jun 2015, 01:22 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2015, 01:22 WIB
Pelecehan-Saint-Monica
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Guru sekolah Saint Monica H atau S, terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap L (3,5) pasrah, saat JPU Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Theodora menuntut dirinya 8 tahun penjara dengan denda 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Sidang tuntutan itu berjalan tertutup selama 45 menit. Sidang itu dipimpin Majelis Hakim Ifa Sudewi dengan Majelis Hakim Anggota Tenri Muslinda, dan IBN Oka Diputra.

"Terdakwa kita tuntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, sesuai Pasal 80 ayat 1 dan Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak," terang JPU Theodora usai persidangan di PN Jakut, Rabu (24/6/2015).

Theodora menjelaskan, yang menjadi pertimbangan majelis karena bukti visum yang menyatakan ada luka di kemaluan korban. Hal yang meringankan JPU menganggap, terdakwa sopan selama persidangan dan belum pernah tersangkut hukum. Jadi tidak harus dituntut maksimal 15 tahun penjara.

Tuntutan itu hanya separuh dari harapan keluarga korban, yang meminta JPU mengajukan tuntutan maksimal 15 tahun penjara berdasarkan pasal tersebut.

"Terdakwa selaku pendidik seharusnya mengayomi murid. Sedangkan, korban mengalami trauma tidak mau sekolah, serta luka lecet di bagian kelaminnya," ujar dia.

H atau S sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jakut, pada 6 Agustus 2014 lalu. H diduga melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya L (3,5) pada April 2014 lalu.

Sementara pengacara terdakwa H, Petrus Ala Pattyona menuturkan, tuntutan Jaksa tidak masuk akal. Selain pasal yang digunakan dinilai sudah kadaluarsa, barang bukti CCTV atau kamera pengintai yang diklaim bisa membuktikan dugaan pelecehan seksual itu tidak pernah dihadirkan.

Karena, kata Petrus, pasal yang dituntutkan JPU yakni Pasal 82 UU No 23 Tahun 2002 dinilai sudah tidak berlaku dan telah diganti pada 17 Oktober 2014 dengan UU No 35 Tahun 2014.

"Tuntutan JPU tidak tepat apabila mengacu pada undang-undang yang lama, kan pada 17 Oktober 2014 telah diubah menggunakan Undang-undang No 35 Tahun 2014. Tidak ada bukti di lokasi serta tidak ada rekaman CCTV saat kejadian. Kami akan balas di sidang pledoi pekan depan," beber dia.

Guru H resmi duduk di kursi pesakitan pada Rabu 4 Maret 2015. Sedangkan, sidang selanjutnya akan kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan agenda mendengarkan pledoi atau pembelaan dari terdakwa, pada Rabu 1 Juli 2015 mendatang. (Rmn/Dan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya