Liputan6.com, Jakarta - Proses masuknya barang impor ke Indonesia dengan sistem nontarif barrier dan tidak berjalannya sistem pelayanan satu atap 18 kementerian terkait, membuat proses perizinan bongkar muat peti kemas di pelabuhan berbelit-belit.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan, sistem tersebut membuka peluang bagi para pemangku kepentingan melakukan praktik suap dan gratifikasi, agar surat perizinan keluar lebih cepat.
"Kita masih pakai sistem nontarif barrier, sementara di luar negeri sudah memakai sistem tarif barrier. Sistem nontarif barrier ini memerlukan perizinan yang cukup banyak, maka dari itu perizinan-perizinan yang cukup banyak di kementerian ini yang membuka peluang pelanggaran hukum," kata Iqbal dalam sebuah diskusi di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (1/8/2015).
Iqbal mengatakan, polisi memang menemukan indikasi suap dan gratifikasi pertama kali di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) Kementerian Perdagangan baru-baru ini. Karena, Ditjen Daglu merupakan muara dari 17 kementerian yang mengeluarkan proses perizinan bongkar muat peti kemas. Namun polisi akan menganalisis proses perizinan dari hulu ke hilir.
"Ini yang kita selidiki, apakah proses ini banyak terkait dengan pelanggaran hukum di 17 kementerian atau bagaimana. Kami concern betul. Bapak Kapolda sudah membentuk satgas khusus dengan beberapa penyidik yang qualified. Kami akan mengembangkan kasus ini sampai tuntas," jelas Iqbal.
'Lagu' Lama
Perizinan bongkar muat peti kemas yang tertunda lantaran sistem birokrasi berbelit-belit, menyebabkan kontainer yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok mengalami dwelling time. Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wahyu Hidayat mengakui hal tersebut.
"Dwelling time memang masalah dari dulu. Lama. Pada umumnya dwelling time itu ada di pre clearance. Persoalannya memang di tahap pertama itu," kata Wahyu dalam kesempatan sama.
Akibatnya, fungsi pelabuhan sebagai tempat bongkar muat bergeser menjadi tempat penampungan kontainer. Wahyu pun berharap, Pemerintah segera mengeluarkan peraturan yang menegaskan target waktu bongkar muat peti kemas, sehingga ketersendatan arus distribusi barang dapat diurai.
"Pak Menteri Perhubungan (Ignatius Jonan) sudah berkali-kali mengingatkan pelabuhan itu tempat bongkar muat, bukan tempat penumpukan barang. Ke depannya harus ada ketegasan (dari Pemerintah) berapa lama sih waktu (bongkar muat) peti kemas itu ditargetkan?" pungkas Wahyu.
Advertisement
18 Kementerian
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menuturkan, proses perizinan bongkar muatan kontainer di Tanjung Priok melibatkan 18 kementerian. Semestinya masing-masing kementerian menempatkan staf di pelabuhan dengan sistem pelayanan satu atap, untuk memudahkan perusahaan mengurus surat perizinan.
Namun kenyataannya, lanjut Tito, tidak ada perwakilan masing-masing kementerian. Hingga perusahaan harus berkeliling ke tiap kantor kementerian untuk mengurus surat izin bongkar muatan. "Ada yang namanya pre clearance, yang meliputi kegiatan perizinan. Orang mau impor itu harus ada izinnya," ujar dia, Jakarta, Jumat 31 Juli 2015.Â
"Yang kedua, adalah kegiatan clearance yang ada di Bea Cukai. Yang ketiga adalah post clearance untuk mengeluarkan barang yang sudah dinyatakan clear. Problem yang kita lihat paling lama ada di pre clearance. Otomatis kami melihat di pre clearance ini ada apa masalahnya dengan sistemnya?" tanya dia
Ternyata, kata Tito, sistem satu atap itu tidak begitu berjalan. Seharusya 18 instansi ada perwakilan dan juga tanpa dikenakan biaya. "Cukup 1 hari (proses bongkar muatan) selesai. Tapi ini karena adanya di kantor masing-masing, tidak ada di Tanjung Priok, pengusaha jadi harus lari ke sana-ke mari," sambung Tito.
Tito melanjutkan, setelah mempelajari letak kelemahan sistem perizinan, Tim Satgas Dwelling Time mendapati kejanggalan dalam proses perizinan tersebut. Aroma suap dan gratifikasi di Pelabuhan Tanjung Priok pun mulai terendus pihak Kepolisian.
"Ada oknum-oknum yang memanfaatkan, dalam arti untuk meminta uang. Ada yang meminta uang agar izinnya bisa (dikeluarkan) lebih cepat. Dan itu melibatkan beberapa calo. Kemudian ada juga beberapa pengusaha yang sudah tahu (perizinan) bisa dibayar, sengaja dia barangnya masuk dulu. Harusnya ada izin dulu baru barang masuk ke Pelabuhan. Terjadi permainan seperti itu," pungkas Tito.
Advertisement
4 Tersangka
Satgas Khusus Dwelling Time yang dibentuk Tito bergerak cepat melakukan pemeriksaan terhadap oknum-oknum di Ditjen Daglu Kemendag, serta pihak-pihak eksternal yang dicurigai melakoni praktik tindak pidana suap tersebut.
3 Hari pasca-penggeledahan di ruang Ditjen Daglu Kemendag, penyidik menetapkan 4 orang sebagai tersangka dan menahan 3 di antaranya di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya.
Rabu 29 Juli 2015, polisi menetapkan seorang pekerja harian lepas (PHK) Ditjen Daglu Kemendag MU, seorang calo surat perizinan bongkar muat peti kemas, N, sebagai tersangka dan menahannya. Seiring penyidikan, status hukum N diubah menjadi saksi, karena ternyata ia hanyalah kurir suruhan atasannya berinisial ME. Jadilah MU, ME, dan Imam Aryanta ditetapkan sebagai tersangka pada hari itu.
Kasubdit Barang Modal Bukan Impor Ditjen Daglu Kemendag Imam Aryanta juga ditetapkan sebagai tersangka, namun belum diringkus karena ia sedang berada di luar negeri.
Pada Kamis 30 Juli 2015 malam, penyidik menetapkan Dirjen Daglu Partogi Pangaribuan sebagai tersangka. Pukul 10.00 WIB pagi tadi, polisi mengumumkan mantan Staf Ahli Menteri Perdagangan itu akan ditahan.
"Sebelumnya yang sudah ditahan ada 2, tambah 1 ini jadi 3 (yang ditahan). Penyidikan tidak berhenti di sini, masih dikembangkan. 1 Lagi tersangka IM (Imam Aryanta) masih nunggu perkembangan, masih ada upaya-upaya penyidik untuk menangkap dia," tandas Direktur Reserse Kriminal Khusus Komisaris Besar Mujiyono di Mapolda Metro Jaya, Jumat 31 Juli 2015 kemarin. (Rmn/Mvi)