‎Pro-Kontra Capim KPK soal Hukuman Mati Koruptor

Johan Budi sangat setuju dengan wacana hukuman mati terhadap koruptor. Sanksi itu untuk memberi efek jera.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 25 Agu 2015, 16:16 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2015, 16:16 WIB
20150825-Capim KPK Jimly Asshiddiqie Tak Setuju Hukuman Mati untuk Koruptor -Jakarta
Calon pimpinan KPK Jimmly Asshiddiqie mendengarkan pertanyaan saat mengikuti wawancara tahap akhir di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/8/2015). Dalam paparannya, mantan Ketua MK itu menolak koruptor dihukum mati. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tes seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK‎) memasuki tahap akhir. Sejumlah kandidat ditanya soal langkah apa yang akan dilakukan nanti jika menjabat sebagai Pimpinan KPK. Termasuk soal wacana koruptor layak dihukum mati.

Salah satu Capim KPK Jimly Asshiddiqie mengatakan, koruptor tidak seharusnya dihukum mati. Menurut dia, hukuman mati di Indonesia seharusnya dikurangi karena berpotensi bertentangan dengan dasar negara Sila ke-2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Terkait pernyataan kerasnya yang sempat ia lontarkan kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, ia menegaskan itu hanya efek kemarahan sesaat.

"Kalau ikut emosi kita setuju saja (hukuman mati). Bahkan pas saya marah pada kasus Akil Mochtar 'hukum mati saja orang itu'. Tapi itu konteks orang marah,"‎ ujar Jimly saat diwawancara Pansel Capim KPK di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

"Namun sesuai konteks Pancasila, sila ke-2 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab' maka seyogyanya kebijakan hukum kita itu (hukuman mati) pelan-pelan harus dikurangi. Bukan malah ditambahi. Sehingga apakah untuk koruptor juga hukum mati. Saya rasa harusnya tidak," imbuh dia.

Calon pimpinan KPK Jimmly Asshiddiqie usai mengikuti wawancara tahap akhir di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/8/2015). Dalam paparannya, mantan Ketua MK itu menolak koruptor dihukum mati. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jimly mengatakan, wacana hukuman mati terhadap para koruptor ‎hanya merupakan bentuk kemarahan publik. Menurut dia, sanksi yang tepat terhadap koruptor adalah dengan memiskinkan mereka.

"Saya rasa hukuman mati bagi koruptor sebaiknya tidak. Malah yang dieksekusi adalah harta. Perspektif uang negara harus lebih ditonjolkan karena ada pergeseran yang dikorupsi itu adalah uang negara. Jadi sanksinya perampasan harta benda," kata Jimly.

Dia menegaskan, pembuktian terbalik dan merampas harta koruptor untuk negara jauh, lebih efektif daripada hukuman mati. Soal kemarahan publik, saya pun sebagai warga negara marah juga, hukum mati saja. Tapi itu konteks orang marah," pungkas mantan Ketua MK itu.

Johan Budi Setuju

Pernyataan berbeda muncul dari Capim KPK lainnya, Johan Budi SP. ‎Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK itu justru sangat setuju dengan wacana hukuman mati terhadap koruptor. Sanksi berat tersebut diharapkan mampu memberi efek jera terhadap semua masyarakat.

"Ya, saya setuju koruptor dihukum mati. Tapi kita mesti lihat dulu tingkat kesalahannya," ujar Johan usai tes wawancara oleh Pansel Capim KPK.

Tak hanya itu, mantan Juru Bicara KPK ini juga menegaskan, dirinya termasuk orang yang tidak setuju dengan usulan remisi terhadap napi koruptor. Menurut Johan, kejahatan korupsi terbilang sangat tinggi sehingga tidak layak bagi tahanannya diberikan keringanan oleh pemerintah.

"Saya juga tidak setuju napi koruptor dapat remisi. Korupsi itu kejahatan luar biasa. Tidak seimbang dengan pencuri ayam Rp 60 ribu. Jadi nggak boleh diremisi," pungkas Johan. (Mvi/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya