Antareja Menembus Bumi Jakarta

Proyek MRT di Jakarta akan menjadi solusi berarti untuk transportasi dan perekonomian.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Sep 2015, 22:05 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2015, 22:05 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Antareja memang istimewa. Sebagai putra dari Bimasena, ia memiliki ajian yang mampu mengusir pasukan Kurawa, musuh dari Pandawa.

Dalam kisah pewayangan, Antareja merupakan saudara dari Gatotkaca, namun berbeda ibu. Ia lahir dari perut Nagagini, putri Batara Anantaboga, dewa bangsa ular.

Sebagai putra dari Bima dan Nagagini, Antareja menyimpan banyak kesaktian. Ia memiliki ajian Upas Anta, pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, makhluk apa pun yang dijilat bekas telapak kakinya akan menemui kematian.

Anatareja juga berkulit Napakawaca sehingga kebal terhadap senjata. Selain itu, ia memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah.

Kesaktian lain dari Antareja adalah dapat hidup dan berjalan di dalam bumi. Cerita pewayangan mengenai Antareja inilah yang mengilhami Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menamakan bor raksasa yang melubangi Jalan Sudirman, Jakarta.

Bor itu merupakan bagian dari proyek pembuatan jalur terowongan untuk fase pertama proyek Mass Rapid Transit, MRT Jakarta.

"Kamu harusnya ngerti. Coba tanya ke yang ngerti pewayangan, siapa Antareja, yang jago ambles bumi ya Antareja itu," kata Jokowi saat meresmikan beroperasinya mesin bor bawah tanah yang didatangkan langsung dari Jepang tersebut, Senin (21/9/2015).

Presiden Jokowi memperhatikan proyek rancangan MRT, Jakarta, Senin (21/9/2015). Dalam kesempatan itu, Jokowi meresmikan pengoperasian perdana mesin bor bawah tanah

Bor ini sebenarnya telah tiba di Jakarta pada Mei 2015, tapi belum semuanya. Masih ada potongan lain yang dalam tahap pengiriman. Secara teknis, bor Antareja baru bisa dirakit pada Agustus lalu hingga akhirnya selesai dan langsung dioperasikan pada 21 September kemarin.

‎Antareja akan melubangi jalur terowongan untuk fase pertama proyek MRT Jakarta. Fase pertama adalah jalur dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia. Dari jalur sepanjang 16 kilometer itu, 6 kilometer merupakan terowongan bawah tanah dan 10 kilometer merupakan jalan layang. Untuk fase 2, dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 9 kilometer berupa terowongan.

Pada lubang sedalam 12 meter di dekat Patung Pemuda, mesin bor mulai beroperasi. Nantinya posisi bor menghadap ke arah Jalan Sudirman, sedangkan ekor bor sepanjang 80 meter lebih akan memanjang di bawah Patung Pemuda hingga Jalan Sisingamangaraja.

Antareja memiliki diameter luar 6,65 meter dan diameter dalam 6,05 meter. Mata bornya memiliki panjang hampir 10 meter, sedangkan ekornya sepanjang 80 meter lebih.

Mesin bor itu memiliki pisau bor yang dirancang khusus dan disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi proyek. Karena itu, mesin bor senilai hampir Rp 70 miliar per satu unit ini hanya bisa dioperasikan untuk proyek tertentu.

Seperti cerita dalam pewayangan, Antareja cukup sakti sehingga tak memerlukan istirahat. Bor ini akan bekerja 24 jam. Di mesin pengendali bor akan ada tiga orang yang mengoperasikan bor secara terkomputerisasi. Dalam 24 jam, terowongan yang digali dan diselesaikan sepanjang sekitar 8-10 meter.‎

Menanti MRT Jakarta

Proyek MRT Jakarta  rencananya akan membentang kurang lebih  110,8 kilometer, yang terdiri dari Koridor Selatan- Utara, yaitu koridor Lebak Bulus menuju Kampung Bandan sepanjang kurang lebih 23.8 km dan Koridor Timur–Barat  sepanjang kurang lebih 87 kilometer.

Proyek MRT ini adalah proyek bersama antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) juga ikut mendukungnya.

Dukungan JICA diberikan dalam bentuk penyediaan dana pembangunan dalam bentuk pinjaman. JICA menyiapkan pinjaman US$ 1,9 miliar atau setara dengan Rp 27,55 triliun (estimasi kurs Rp 14.500 per dolar AS).

"Komitmen pinjaman proyek MRT sendiri senilai US$ 1,9 miliar, tapi angka itu masih bisa bergerak tergantung keperluan," papar Wakil Presiden JICA, Arakawa Hiroto beberapa waktu lalu.

Hadirnya MRT di Jakarta ini sangat membantu perekonomian nasional. pembangunannya, Proyek MRT mampu menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru saat periode pengerjaannya.

Dalam situs jakartamrt.com, adanya MRT tersebut juga bisa menurunkan waktu tempuh dan  meningkatkan mobilitas. Waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam sibuk menjadi 30 menit. Sedangkan dari Lebak Bulus sampai Kampung Bandan target waktu tempuh sekitar 52,5 menit.

Penurunan waktu tempuh ini akan meningkatkan mobilitas warga Jakarta. Meningkatnya mobilitas warga kota ini memberikan dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota.

MRT tersebut juga bisa mendorong restorasi tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada peningkatan jumlah penumpang MRT Jakarta.

Proyek pembangunan sarana transportasi massal atau Mass Rapid Transit (MRT) di Senayan, (29/5/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Anggota Komisi V DPR, Nusyirwan Soejono, menjelaskan, langkah Jokowi menggolkan proyek MRT patut diapresiasi.

"Ini sebuah langkah berani mengingat proyek MRT telah masuk dalam tata ruang Pemda DKI Jakarta sejak 1985, tapi tak pernah dimulai. Setelah melalui penantian panjang sekitar 25 tahun lamanya, hari ini kereta bawah tanah dimulai pengeborannya oleh Presiden Jokowi," kata Nusyirwan.

Menurut dia, transportasi publik menjadi kebutuhan yang sangat mendesak apalagi di tengah perkembangan ibu kota saat ini. Jadi proyek MRT bersama program kereta rel ringan atau light rail transit (LRT) yang juga dalam tahap pelaksanaan bisa menjadi solusi.

"Memang sangat banyak tantangan dan kendala yang dihadapi untuk memulai pekerjaan yang berlabel transportasi publik. Baik itu menyangkut soal lahan, pembiayaan dan administrasi yang rumit. Begitu lamanya rentang waktu sejak proyek MRT dalam rancangan tata ruang Pemda DKI Jakarta hingga sekarang baru bisa proyek tersebut bisa dijalankan," papar Nusyirwan.

Warga Menentang MRT

Pembangunan MRT ini bukan perkara mudah. Banyak tentangan dari masyarakat, terutama pemilik lahan yang digunakan untuk jalur MRT tersebut. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, sampai Agustus 2015, tinggal 16 persen lahan yang akan digunakan sebagai jalur MRT yang belum dibebaskan.

Menurut Ahok, dalam pembebasan lahan untuk MRT tersebut, pemerintah DKI Jakarta berpegang pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan.

Langkah yang harus dilewati adalah melakukan negosiasi dahulu untuk mendapatkan kesepakatan. Pemerintah harus menawarkan harga appraisal.

"Bagi kami sederhana, kita datangin satu, dua, tiga kali, kalau tidak mau, ya sudah. Kalau sama kami, baik-baik sajalah," kata dia.

Sebelumnya memang sempat terjadi tentangan dari beberapa warga. Pada 2013 lalu, warga jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, menolak pembangunan proyek MRT layang.

Penampakan pembangunan proyek pengerjaan MRT di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (22/7/2015). Pembangunan proyek masih berhenti sementara hingga sepekan setelah Lebaran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengamat perkotaan Nirwono Joga menjelaskan, protes warga terhadap pembangunan transportasi MRT lebih disebabkan karena analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek yang buruk.

"Sekarang, kalau amdalnya sudah bagus, pasti tidak ada resistensi dari warga Fatmawati. Faktanya, hingga pembangunannya diresmikan, masih muncul protes warga," ujarnya.

Menurut Nirwono, amdal tidak hanya meliputi masalah lingkungan, tapi juga meliputi masalah sosial-ekonomi warga yang tinggal di area pembangunan MRT.

"Pedoman dalam membuat Amdal ada tiga, yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi. Jika memenuhi tiga unsur ini, artinya pembangunan proyek pembangunan itu berkelanjutan. Kalau tiga hal tadi tidak ada, pembangunan tidak berkelanjutan," kata Nirwono.

Karena itu, dengan munculnya protes warga Fatmawati terhadap pembangunan jalan layang MRT yang melewati pemukiman mereka menandakan, amdal proyek MRT tidak siap dan belum memenuhi standar pembuatan Amdal. (Gdn/Hmb)*

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya