Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan terhadap bandar narkoba. Dengan bukti 145 kilogram ganja, terdakwa Jayadi terancam hukuman mati. Sidang berlangsung dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan atas nama terdakwa.
Jayadi dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) diberi hukuman mati. Tuntutan itu lantaran Jayadi terbukti secara sah dan meyakinkan dengan dakwaan primer Pasal 114 pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Atas tuntutan yang berat itu, Jayadi meminta agar diringankan.
"Tadi kami sampaikan pledoi, dan kami minta hukuman yang seringan-ringannya dari majelis hakim. Ini karena yang dituntut JPU pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009 tidak terbukti," ujar pengacara Jayadi, Wiradharma Harefa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/10/2015).
Advertisement
Terlebih, kata Wiradharma, Jayadi bukan tersangka utama dalam kasus tersebut. Sebab Jayadi bukan pemilik ganja seberat 145 kilogram yang disimpan dalam mobil Daihatsu Luxio itu.
"Pemiliknya kan masih DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata dia.
Selain itu, Wiradharma juga meminta mobil Daihatsu Luxio yang kini disita oleh pihak kejaksaan segera dikembalikan. Sebab kendaran tersebut milik perusahaan rental yang disewa Jayadi.
Sidang akan kembali digelar dengan agenda putusan pada Selasa 27 Oktober 2015. "Putusannya Selasa pekan depan," kata dia.
Sebelumnya, Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Selatan berhasil menangkap 4 orang bandar narkoba. Mereka adalah Jayadi alias Aji Yahya, Sudaryatmo alias Nano, Ponto Khair Iskandar, dan Muhammad Iqbal.
Keempat orang itu diringkus di rumah kontrakannya di Jalan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Dari tangan pelaku, polisi berhasil mengamankan 145 kilogram ganja yang disimpan di dalam mobil Daihatsu Luxio.
2 dari 4 tersangka yakni Jayadi dan Sudaryatmo dituntut hukuman mati. Sementara Ponto Khair Iskandar dan Muhammad Iqbal dalam kasus yang sama hanya dituntut 20 tahun penjara.
Pada tuntutannya, JPU juga menyatakan selama persidangan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit. Selain itu, terdakwa juga melakukan perbuatan yang melanggar program pemerintah dalam pemberantasan narkotika. Hal tersebut dinilai JPU sebagai hal yang memberatkan.
"Dan tidak ada hal yang meringankan," kata JPU Abdul Kadir Sangaji saat membacakan tuntutannya di ruang sidang, PN Jakarta Selatan, Senin 12 Oktober lalu. (Nil/Mut)