Effendi PDIP: Indonesia Harus Waspadai Jebakan TPP

Trans-Pacific Partnership (TPP) sudah sangat bertentangan dengan Trisakti dan Nawacita.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 02 Nov 2015, 19:17 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2015, 19:17 WIB
Sejumlah Politisi Bicarakan 'Bola Panas BBM'
Effendi M Simbolon (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mengatakan, Indonesia sebagai negara yang baru bergabung dalam forum Trans-Pacific Partnership (TPP) harus mewaspadai anggota lama yang sudah bergabung dalam TPP agar tidak dijadikan pasar dari negara-negara itu.

"Persoalannya, sekarang kalau Indonesia ingin masuk tentu harus berhitung juga apakah produk unggulan yang akan kita pasarkan di 12 negara itu lebih besar, atau sebaliknya kita akan dijadikan pasar empuk negara yang sekarang sudah menjadi anggota tetap dari TPP itu," ujar Effendi saat dihubungi Liputan6.com, Senin (2/11/2015).

Effendi menjelaskan, presiden sudah pasti mempelajari konsekuensi yang diambil atas bergabungnya Indonesia dalam TPP. Karena pakta perdagangan bebas di negara-negara kawasan itu memang didirikan dengan latar belakang persoalan rivalitas dari sisi perdagangan dengan Tiongkok.

Namun, pihaknya semakin prihatin melihat arah kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang saat ini mengarahkan Indonesia menjadi negara yang liberal.

"Jadi kalau sudah seperti itu, ini (TPP) kan sudah sangat bertentangan dengan Trisakti dan Nawacita. Tidak ada lagi esensi roh dan jiwa dari kedaulatan itu," papar dia.

Jadi, lanjut politisi PDI Perjuangan itu, Nawacita sebagai pengejawantahan dari semangat Trisakti yang menjadi pegangan Presiden Jokowi jelas bertentangan dengan sejumlah kebijakan, baik di tingkat kebijakan umum, politik, termasuk tataran operasionalnya.

"Kebijakan ekonomi yang semakin jauh dari harapan rakyat semata-mata bukan kesalahan menteri tetapi Presiden sebagai pemegang kekuasaan," kata Effendi

Menurut Effendi, presiden selaku pemegang kekuasaan seolah-olah memberikan kemudahan bagi investasi asing tetapi tidak memperhatikan pelaku ekonomi kecil.

"Ini yang kita harus terang-terangan minta penjelasan. Jangan nanti Presiden mengatakan tidak berpikir ke sana, tapi dalam kenyataannya arahnya ke sana," ujar dia.

Hingga saat ini sudah ada 12 negara-negara di Asia-Pasifik yang tergabung, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Brunei, Cile, Selandia Baru, Singapura, Australia, Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru dan Vietnam. (Dms/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya