Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang menyangka nasib yang menimpa seorang pengusaha minyak Indonesia berdarah Arab saat dirinya berada di Malaysia pada 24 September silam. Pengusaha bernama Hadi Yahya Assegaf (39) yang akan bertolak ke Yaman untuk memulai kembali usahanya itu, harus berurusan dengan aparat setempat.
Ia dikenakan dugaan terlibat terorisme lantaran dianggap akan menyerang Kedutaan Besar Amerika Serikat, tempat wisata, dan area makan di Jalan Alor, Kuala Lumpur. Kabar itu didapat dari laporan masyarakat di sana. Sebelumnya, Deputi Inspektur Jenderal Polisi Malaysia Noor Rashid Ibrahim mengatakan, yang ditahan berencana untuk menyerang aset nasional yang penting serta aset milik negara Barat dan lokasi publik.
Bukan hanya Hadi. Keluarganya yang berada di Jakarta pun tak menduga mendapat kabar Hadi telah ditangkap di Malaysia atas dugaan kasus terorisme.
Baca Juga
Ayahanda Hadi, Habib Sayid Yahya Assegaf (78) merasa yakin anaknya tidak terlibat dengan terorisme. Dia mengungkapkan anaknya ditangkap karena ada laporan dari penjual kebab berkebangsaan Suriah yang sudah menetap lama di Malaysia, di mana Hadi dan kerabatnya seorang agen travel, yang mengurusi kepergiannya ke Yaman.
"Dilaporin sama orang Suriah yang sudah lama di Malaysia, yang jual kebab dan segala macam. Ini saya mendapatkan informasi langsung dari KBRI, kalau Suriah itu yang melapor ke Kedutaan Amerika, ke mana-mana, akan mengebom Kedutaan Amerika. Langsung digerebek bersama seorang Melayu yang suka beliin dan ngurusin tiketnya. Dan kenapa dari Malaysia, karena dari Malaysia banyak pesawat," kata Habib Sayid saat dijumpai Liputan6.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2015).
Advertisement
Habib Sayid yang merupakan mantan staf khusus Badan Intelijen Negara (BIN) untuk Timur Tengah di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY itu menduga anaknya yang bekerja sebagai pengusaha minyak dijebak oleh mafia migas atau digunakan sebagai alat kekuasaan Malaysia untuk menjatuhkan pemerintahan Indonesia di mata internasional. Sebab, Hadi menjadi orang asing pertama yang dijerat kasus terorisme di negeri jiran itu.
"Siapa yang suruh? Pasti ada yang suruh. Lapor penyidik (Kepolisian Malaysia) si Suriah ini ditangkap juga. Orang Melayu juga ditangkap. Anehnya, yang Malaysia (Melayu) dilepas, yang Suriah dilepas dideportasi ke Turki dengan alasan dia tak bisa terbang ke Suriah. (Ada dugaan politis) ya pasti, kalau enggak kenapa mereka dilepas. Kalau tidak ada politisnya. BNPT, KBRI ini kan mau kasih pengacara. Pak Saud Nasution (Kepala BNPT) pun marah-marah (sama pemerintah Malaysia). Kalau sampai warga saya jadi tersangka saya kirim pembelanya, tapi ini kan baru dugaan. Akhirnya diubah karena terlibatan kepemilikan buku (buku terorisme)," beber Habib Sayid.
Buku Singapura
Menurut Habib Sayid, pemerintah Malaysia melalui Perdana Menteri dalam keterangannya mengatakan itu bukanlah terorisme. Karena, ujar Habib, kepemilikan buku oleh Hadi yang akhirnya dipermasalahkan. Memang selain laporan dari masyarakat, pihak Kepolisian juga menduga Hadi terlibat jaringan terorisme Al Qaeda di Semenanjung Arab, karena menemukan buku-buku tentang terorisme di apartemen yang disewanya di Malaysia.
"Kan pas digebrek ditemukan buku-buku Al Qaeda. Buku-buku yang dia punya bukan cetakan Al Qaeda tapi buku bahasa Inggris yang dijual di Singapura di Apartemennya (Hadi). Menurut undang-undang Malaysia tidak boleh mempunyai buku-buku terorisme. Tapi itu buku umum, yang nulis orang Inggris, orang Amerika; bahasanya Inggris. Dia bilang (Hadi) buku ini enggak saya sebarin di Malaysia. Sekarang itu Yaman sedang perang, ada Al Qaeda, ada ISIS, ada yang palsu. Ada Al Qaeda palsu, ada ISIS yang palsu. Harus belajar benar, jadi tahu seperti apa di sana. Emang kalau masuk Malaysia harus tahu. Kalau tahu enggak dibawa," jelas Habib Sayid.
Meski dituduh melakukan terorisme, Habib Sayid menjelaskan tidak ada penyiksaan yang dilakukan pihak Kepolisian Malaysia. Hadi hanya dipaksa tidak tidur berhari-hari, untuk melengkapi Berkas Acara Pemeriksaan (BAP).
Kini, menurut Habib Sayid, pihak keluarga hanya meminta pemerintah Malaysia membebaskannya dan pemerintah Indonesia bisa melakukan perundingan dengan Malaysia.
"Kami minta pemerintah Malaysia untuk membebaskan. Karena memang tidak terbukti, apalagi PM Malaysia sudah mengatakan itu bukan terorisme. Saya juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri (Retno) untuk berbicara dengan pihak Kedutaan Malaysia di sini. Saya ingin anak saya bebas saja," pungkas Habib Sayid. (Ans/Mar)*