Liputan6.com, Jakarta - Sikap Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan yang tidak akan mengambil langkah hukum soal pencatutan namanya dalam transkrip perbincangan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia disesalkan Ketua DPP Partai Nasdem Martin Manurung. Padahal, ia menyebut isi pembicaraan itu sebagai persekongkolan untuk menjual kekayaan negara.
"Pak Luhut jangan melihat ini sebagai kepentingan pribadinya saja karena namanya disebut. Akan tetapi, ini adalah kepentingan negara sebab isi transkrip tersebut merupakan persekongkolan untuk menjual kekayaan negara," kata Martin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/11/2015).
Ketua Umum Garda Pemuda Nasdem itu mengatakan, persekongkolan tersebut bukan hal remeh karena menyangkut kekayaan negara yang bernilai strategis bagi masyarakat banyak. Apalagi, pembicaraan itu menyinggung nama presiden dan wakil presiden yang dicatut oleh SN yang diduga sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Setya Novanto.
Baca Juga
"Orang yang bicara adalah pimpinan lembaga tinggi negara. Nama-nama yang disebut adalah kepala negara dan wakil presiden, serta menteri koordinator. Topik yang dibicarakan pun adalah kekayaan negara yang selama puluhan tahun ini ingin diubah pengelolaannya agar mendapat manfaat yang lebih besar bagi negara, tetapi justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Hal ini tentu jangan dianggap enteng oleh Pak Luhut," jelas Martin.
Karenanya, ia menilai proses hukum atas kasus tersebut sebagai langkah tepat untuk mencegah persoalan transkrip Freeport digunakan sekadar alat tawar menawar politik.
"Pak Rizal Ramli sudah mengatakan bahwa ini adalah sinetron perang antargank. Saya justru tidak ingin ini sekadar perang antargank. Sayang sekali, ini persekongkolan menjual negara yang harus diambil langkah hukum agar semua tuntas," tegas Martin. (Din/Mut)