Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RIÂ Fahri Hamzah mencurigai pelaporan yang dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, tidak didasari keinginan pribadi. Kecurigaan itu telah disampaikannya kepada Ketua DPR Setya Novanto.
"Saya juga ngomong ke Pak Ketua (Setya Novanto), 'Pak ketua, ini saya yakin ada yang memanfaatkan ketidaktahuan Pak Sudirman ini sehingga mendorong dia untuk melakukan tindakan-tindakan di luar kapasitas dia dan di luar posisi dia sebagai menteri untuk kepentingan-kepentingan tertentu'," ujar Fahri ditemui di Gedung DPR, Senayan, Kamis (26/11/2015).
Â
Baca Juga
Ia mengaku mengenal Sudirman Said secara personal. Dalam pengamatannya, ia menilai Sudirman sebagai pribadi yang polos dan ikhlas. Dengan sifatnya itu, Fahri menganggap Menteri ESDM itu mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Saya kenal Pak Sudirman secara pribadi. Memang beliau orang yang bisa dibilang polos, nothing to lose, dan sebagainya," ujar Fahri.
Advertisement
Terkait tudingan ini, jauh sebelumnya Sudirman Said telah menegaskan bahwa tidak ada pihak yang menginstruksikan secara spesifik untuk melaporkan kasus tersebut ke ranah hukum.
"Tugas saya kan bukan lapor-lapor. Tugas saya membereskan sektor energi kemudian jika ada kerikil saya coba atasi. Saya melihat kasus ini urusannya soal etika. Oleh sebab itu, saya laporkan ke Mahkamah Konstitusi Dewan Perwakilan Rakyat (MKD). Kalau masalah hukum ya ke penegak hukum," jelas Sudirman Said di Jakarta, Jumat (20 November 2015).
Dia menambahkan, "tidak ada yang spesifik Pak JK atau siapa mendorong ini, tapi lebih kepada inisiatif saya yang merasa harus masalah ini harus diselesaikan," tambah dia.
Sudirman Said juga mengatakan, tidak akan membawa kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh anggota DPR ini ke ranah hukum.
Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh anggota DPR yang diduga Setya Novanto, terkait perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pertengahan November lalu.
Kasus ini kini sudah bergulir, MKD DPR telah mengundang seorang saksi untuk menjelaskan isi UU terkait dan menggelar rapat pleno. Belakangan muncul isu yang menyebutkan, anggota MKD dirayu Rp Rp 20 miliar untuk tidak melanjutkan kasus pencatutan nama tersebut. (Din/Sun)