Liputan6.com, Jakarta - Suasana lantai 2 Gedung Nusantara II DPR berbeda dari hari sebelumnya. Puluhan Pengamanan Dalam (Pamdal) DPRÂ berdiri membentuk barikade. Mereka berbaris rapi saling bergandengan tangan satu sama lain mulai dari ujung eskalator gedung hingga depan ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Aksi Pamdal itu dipersiapkan untuk Ketua DPR Setya Novanto agar leluasa saat memasuki ruang sidang MKD.
Baca Juga
Advertisement
Memang pada Senin 7 Desember 2015 ini, MKD menjadwalkan persidangan terhadap Setya Novanto terkait dugaan pelanggaran kode etik. Dia dimintai keterangan atas kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia.
Sidang yang diagendakan pukul 09.00 WIB diundur hingga pukul 13.00 WIB. Hal itu sesuai permintaan Setya Novanto lantaran sang Ketua DPR mengaku kelelahan.
Setelah dinantikan, persidangan itu akhirnya digelar. Namun persidangan yang sebelumnya berlangsung terbuka, kali ini dilakukan secara tertutup.
"Permintaan dari Pak Setya Novanto sendiri karena beberapa alasan," kata Anggota MKD Guntur Sasono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 7 Desember 2015.
Sontak keputusan itu menuai pro dan kontra. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyatakan akan melaporkan proses persidangan tersebut kepada Presiden Jokowi.
"K‎arena baru diputuskan (tertutup) maka saya akan melapor kepada beliau‎," ujar Pramono sesaat sebelum rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 7 Desember 2015. ‎
Pramono mengatakan, sejak proses persidangan di MKD DPR dimulai, Presiden Jokowi terus memantau jalannya persidangan. Ia berharap, persidangan dapat digelar secara adil dan menghasilkan keputusan terbaik.
"Presiden memantau langsung. Yang paling penting adalah apapun yang diputuskan," kata dia.
Lobi Politik
Bahkan menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam proses persidangan MKD yang tertutup itu tak lepas dari adanya lobi politik. Ia yakin hal itu terjadi.
"Yang namanya lembaga politik pasti ada lobi politik," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 7 Desember 2015.
Meski yakin terjadi praktik lobi politik, JK menuturkan tidak tahu apa yang menjadi sasaran dari lobi itu. Ia menuturkan, hal itu merupakan urusan anggota Dewan.
"Saya tidak tahu, itu urusan DPR lah, tapi saya bilang ya namanya lembaga politik pasti ada praktik lobi politik dan itu wajar saja‎," tutur dia.
Tak hanya menuai kontroversi, persidangan MKD secara tertutup juga mendapat dukungan. Sidang etik itu dianggap memang seharusnya dilakukan secara tertutup untuk publik.
"Setiap sidang harusnya begitu," kata Wakil Ketua Majelis Kehormatan Dewan Sufmi Dasco Ahmad di sela skors sidang etik Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 7 Desember 2015.
Politikus Partai Gerindra ini berujar, 2 sidang MKD sebelumnya yang digelar terbuka untuk umum bukan kebiasaan lembaga etik DPR. Itu digelar terbuka lantaran mempertimbangkan adanya tekanan dari publik.
"Itu bukan suatu kebiasaan. Jadi tertutup dulu. Kemarin terlalu ikut tekanan publik untuk menggelar sidang terbuka," tandas Sufmi.
Setnov Kecoh Wartawan
Melalui ruang Sekretariat MKD di sebelah ruangan sidang, Setya Novanto tiba di ruang MKD di Gedung Nusantara II kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada pukul 13.50 WIB. Ia dijaga ketat aparat kepolisian dan Pamdal DPR ketika datang ke MKD. Mereka membuat barikade penjagaan di jalur yang dilewati Setnov.
Dia sempat mengecoh awak media. Sedianya, Setnov memberikan keterangan terlebih dulu sebelum masuk ruangan MKD. Nyatanya, dia langsung masuk ruang yang sudah ditutup sejak beberapa jam lalu.
Di dalam ruang sidang yang dipimpin Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir itu, Setnov hanya memberikan pembelaannya terkait pengaduan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Ini tadi mendengar pembelaan, beliau ya kurang bisa menerima apa yang disampaikan oleh pengadu, sehingga beliau mencoba untuk membela, beliau kan juga punya hak untuk membela diri," ujar Anggota MKD Guntur Sasono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Dalam nota pembelaan yang diterima Liputan6.com, Setnov membantah semua tudingan yang disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Saya, Setya Novanto tidak pernah memanggil pimpinan PT Freeport Indonesia, melainkan saya diminta oleh saudara Maroef Sjamsoeddin selaku pimpinan PT Freeport Indonesia untuk bertemu pertama kalinya di kantor saya di Gedung Nusantara II, DPR RI," tulis Setya dalam nota pembelaannya, Senin 7 Desember 2015.
Setnov lalu menyatakan tidak pernah menjanjikan penyelesaian Kontrak PT Freeport Indonesia dan tidak pernah meminta PT Freeport Indonesia memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia mengaku selalu mengutamakan kepentingan nasional Republik Indonesia secara transparan dan tidak pernah bertindak yang merugikan kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia.
3 PermintaanÂ
Selain itu, Sudirman Said juga dinilai tidak mempunyai legal standing untuk mengadukan dirinya ke MKD. Karena laporan tersebut berdiri atas tindakan selaku menteri ESDM bukan dalam kapasitasnya sebagai pribadi.
"Karena itu, pengaduan ini harus ditolak," tegas Setnov.
Ia merujuk Pasal 5 ayat 1 Peraturan MKD No 2 Tahun 2015 yang menentukan secara limitatif pihak yang diberi hak untuk mengadukan anggota/pimpinan DPR. Yakni, Pimpinan DPR atas aduan anggota terhadap anggota; Anggota terhadap Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD; Masyarakat secara perseorangan atau kelompok terhadap anggota, Pimpinan DPR, atau Pimpinan AKD.
"Bahwa berdasarkan uraian di atas, Saudara Pengadu Sudirman Said selaku Menteri ESDM tidak mempunyai pintu masuk atau legal standing/kualitas hukum untuk mengajukan pengaduan terhadap anggota DPR RI ke MKD, dengan kata lain tidak memungkinkan pengaduan kepada MKD dilakukan seorang Menteri ESDM," kata Setya.
Karena itu, Setnov menyampaikan 3 permohonannya terkait putusan yang akan diambil MKD. Pertama, meminta MKD menolak atau tidak menerima pengaduan Menteri ESDM Saudara Sudirman Said.
Kedua, menyatakan alat bukti rekaman yang diajukan oleh Sudirman Said, selaku Menteri ESDM adalah ilegal/tidak sah sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti.
"Ketiga, menyatakan saudara Setya Novanto tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Atau bilamana Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," tutup Setya Novanto.
Apa pun yang akan dihasilkan dari sidang MKDÂ itu, Menteri Sudirman Said mengaku akan menerimanya. Sebab menurut dia, publik kini sudah dapat menilai mana yang baik dan buruk.
"Saya kan warga negara biasa. Kebetulan kemarin datang sebagai menteri yang bertanggung jawab pada sektor yang diperkirakan akan ikut terpengaruh kasus ini," ujar Sudirman usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
Sudirman mengaku, sesuai dengan perintah Presiden, dirinya akan tetap mengikuti proses yang telah berjalan di MKD. Selain itu, ia juga siap diminta keterangan oleh penegak hukum seperti Polri maupun KPK dalam penyelidikan proses hukum kasus tersebut.
"Saya tidak ‎punya hak apa pun untuk memaksakan kemauan saya. Jadi apapun hasilnya kita terima sebagai pembelajaran bangsa," tukas Sudirman.