Liputan6.com, Pangkalan Bun - Hutan tropis di Indonesia mulai rusak. Populasi orang utan terancam punah. Merasakan itu semua, ilmuwan Birute Mary Galdikas mengabdikan 45 tahun hidupnya membangun konservasi orang utan di Kalimantan Tengah.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Minggu (15/5/2016), Birute Mary Galdikas, wanita kelahiran jerman 70 tahun silam mengabdikan 45 tahun dalam hidupnya membangun konservasi orang utan.
Kecintaan Birute pada orang utan membawanya menetap di Tanah Air dan menjadi WNI. Sejak tahun 1971, Birute fokus menyelamatkan orang utan liar. Dengan mendirikan Orang Utan Care Center and Quarantine.
Advertisement
Baca Juga
"Misi kita nomor satu untuk melindungi orang utan liar, dan Taman Nasional Tanjung Puting adalah populasi orang utan yang paling besar di dunia, ada 6 ribu ekor," ujar Birute yang juga pendiri Orang Utan Foundation International.
Bayi orang utan tanpa induk dirawat dan dilatih hingga siap dilepas ke hutan belantara. Setiap hari bayi orang utan dilatih mencari minum, memanjat dan bergelantung.
Di sore hari, mereka dikembalikan ke kandang dan diberi makan. Lebih dari 200 orang warga sekitar telah menjadi pegawai. Bersama mereka Birute terus mengembangkan permainan asah otak orang utan, diantaranya bola anyaman bambu dan kacang dalam kayu.
Birute juga menyediakan rumah sakit orang utan, masing-masing orang utan memiliki rekam medis atau riwayat kesehatan. Rumah sakit ini juga dilengkap kamar operasi dan laboratorium.
Dengan pemeriksaan berkala, Birute berharap bayi orang utan sehat dan siap dilepas ke belantara.
Dalam 45 tahun mengabdi melestarikan orang utan, sudah hampir 1.000 orang utan selamat dan dikembalikan ke alam bebas.
Tak ingin habitat orang utan berkurang, Birute menginisiasi penanaman 2,5 juta anak pohon. Birute berharap kesadaran menjaga hutan muncul dari kita semua.
"Bila kita mau lepas orang utan kembali ke hutan, masalahnya orang utan sudah siap tapi tidak bisa lepas karena tidak ada hutan yang aman. Setengah mati cari hutan yang aman, yang dilindungi dan tidak ada konsesi kelapa sawit, memang masalahnya hutan mau habis," kata Birute.