Polda: Dibilang Polisi Duluan Serang Demonstran KPK, Itu Bohong

Kepolisian telah bersikap sesuai Prosedur Tetap saat menghadapi pendemo yang rusuh di Gedung KPK.

oleh Audrey Santoso diperbarui 24 Mei 2016, 06:13 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 06:13 WIB
20160520- Demo Anti Ahok di KPK Berakhir Ricuh-Jakarta-Yoppy Renato
Suasana ketegangan akibat bentrok antara Aliansi Masyarakat Jakarta Utara dengan aparat Kepolisian di depan KPK, Jakarta, Jumat (20/5). Aksi menuntut KPK untuk segera mengusut Ahok terkait RS Sumber Waras ini berakhir ricuh. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono menegaskan, keributan antara aparat dan massa demonstran di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berawal dari tindak anarkis massa. Polisi hanya bertahan agar tidak pecah formasi dan massa semakin beringas.

"Yang anarkis, mancing (keributan) siapa? Dibilang polisi duluan, itu bohong!" tegas Awi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin 23 Mei 2016.

Awi berujar kepolisian telah bersikap sesuai Prosedur Tetap (Protap) atau Standar Operasi Prosedur (SOP) saat menghadapi pendemo yang rusuh. Pedoman polisi adalah Undang-Undang Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

"Sudah jelas itu (tahap pengamanan), harus dengan menyampaikan perintah-perintah, lalu gunakan kekuatan tangan kosong, lalu tangan keras, kemudian gunakan gas air mata, laras licin, dan water canon. Sudah kita terapkan," jelas Awi.

 

Evaluasi Pola Pengamanan

Polda Metro Jaya dan jajaran Polres Metro Jakarta Selatan mengadakan analisa dan evaluasi (anev) pola pengamanan demonstrasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca keributan antara pendemo dan aparat yang pecah dua kali sepanjang Mei 2016. Kapolda Inspektur Jenderal Moechgiyarto meminta anggotanya mengoreksi pola pencegahan kerusuhan yang diterapkan di KPK.

"Kejadian kemarin, sudah dua kejadian rusuh di depan KPK dan hari ini Kapolda mengumpulkan staf untuk evaluasi kejadian tersebut. Maksudnya pencegahan dari polisi bagaimana? Menghadapi massa anarkis tentu tahapan-tahapan yang harus diperjelas," jelas Awi.

"Sejauh mana toleransinya, eskalasinya sudah dibahas pagi hari ini," imbuh dia.

Kapolda Moechgiyarto, kata Awi, tidak ingin ada lagi kericuhan saat unjuk rasa, sehingga polisi harus mengantisipasi bilamana komitmen para demonstran untuk melancarkan aksi damai, berubah menjadi niat rusuh saat di lapangan.

"Ke depan kita tidak mau hal tersebut terjadi. Tapi kenyataan di lapangan beda dengan apa yang di atas meja. Dari pendemo awalnya sudah niatnya rusuh. Buktinya dia bawa telur, ngelempar-lempar petugas. Berarti memang sudah niat dari awal," terang Awi.

Awi berujar Kapolda juga sudah memerintahkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti untuk menyelidiki pemicu keributan tersebut. Satu pesan Kapolda untuk Krishna, polisi tidak boleh salah tangkap.

Massa merusak motor polisi yang terparkir di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5). Aksi menuntut KPK untuk segera mengusut keterlibatan Ahok di Sumber Waras ini berakhir ricuh. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

"Terakhir, sudah diperintahkan Pak Dirkrimum oleh Pak Kapolda untuk lidik kejadian tersebut dan kemarin masih menganalisa terus siapa, berbuat apa, harus jelas. Jangan sampai kita salah tangkap," tutup Awi.

Aksi demonstrasi organisasi masyarakat (ormas) dari berbagai elemen di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berakhir dengan situasi menegangkan, Jumat 20 Mei 2016. Penyampaian aspirasi dan tuntutan menggulingkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diwarnai adegan lempar batu, telur busuk, merusak halte Bus Transjakarta.

Pendemo juga kalap 'menghajar' motor dinas milik perwira Polsek Setiabudi lalu melemparnya ke dalam sungai kecil. Data kepolisian mencatat adanya 5 korban luka-luka akibat kericuhan tersebut, yaitu 4 pendemo dan 1 polisi Brimob.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya