Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai babak baru kasus dugaan suap penanganan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina‎ Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu. Babak baru ini dimulai dengan pemeriksaan 5 tersangka kasus itu.
Kelima tersangka tersebut, yakni hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu Syafri Syafii, serta mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr M Yunus Bengkulu Edi Santroni.
"BAB (Badaruddin Amsori Bacsin) dan SS (Syafri Syafii) diperiksa untuk ES (ES) Edi Santroni," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati saat fikonfirmasi, Selasa (31/5/2016).
"ES diperiksa untuk BAB. JP (Janner Purba) diperiksa untuk T (Toton). Dan T diperiksa untuk JP," lanjut Yuyuk.
Baca Juga
‎Adapun pemeriksaan ini merupakan perdana bagi kelima tersangka usai tertangkap tangan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
KPK menetapkan 5 tersangka kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.
Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy. Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Awal Mula Kasus
Janner, Toton, serta Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi‎. Diduga uang sebanyak itu merupakan 'pelicin' agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.
Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Adapun perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu ini bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.
Kasus itu pun bergulir ke persidangan di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan perkara tersebut, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.
Advertisement