Komnas Perempuan: Revisi KUHP Belum Akomodir Korban Perkosaan

Azriana mengkritisi rumusan tindak pidana kekerasan seksual atau pemerkosaan yang tertuang dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

oleh Audrey Santoso diperbarui 19 Jun 2016, 07:07 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2016, 07:07 WIB
Johan Tallo/Liputan6.com
Ketua Komnas Perempuan Azriana (tengah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Azriana mengkritisi rumusan tindak pidana kekerasan seksual atau pemerkosaan yang tertuang dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP).

Menurut dia, revisi KUHP belum sepenuhnya mengakomodir keadilan bagi korban pemerkosaan karena masih disetarakan dengan tindak asusila.

"Perkosaan masih diletakkan pada bagian tindak pidana kesusilaan, di revisi KUHP juga begitu. Artinya tindak pidana kekerasan seksual itu masih termasuk kesusilaan," kata Azriana dalam diskusi 'Regulasi Kekerasan Seksual' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 18 Juni 2016.

Azriana menjelaskan, beberapa literatur ahli mendefinisikan kesusilaan sebagai hal yang tak pantas dilakukan di tengah masyarakat seperti berzina dan pornoaksi. Padahal aksi pemerkosaan, ujar Azriana, jauh lebih berbahaya karena ada kekerasan di dalamnya yang berimplikasi pada hancurnya integritas tubuh perempuan.

"Perkosaan bukan hanya mengganggu kesusilaan masyarakat, tapi yang dihancurkan oleh perkosaan adalah integritas tubuh perempuan, korbannya," tandas Azriana.

Ia pun tak sependapat jika dalam revisi KUHP, perkosaan dibahasakan dengan persetubuhan karena indikasi penafsiran dari kata tersebut adalah pertemuan dan penetrasi antara dua alat kelamin.

Meski dalam ayat selanjutnya dijelaskan mendetail tentang bentuk lain perkosaan seperti penetrasi alat kelamin ke mulut, anus atau organ lain yang bukan alat kelamin.

"Dari hasil pemantauan Komnas Perempuan, ada perkosaan terjadi menggunakan jari. Dalam draft revisi KUHP disebutkan (kata) 'atau benda-benda lain yang bukan anggota tubuh'. Kalau alat tubuh diartikan cuma alat kelamin, rumusan itu tidak mengenal ada bagian tubuh lain yang bisa digunakan untuk memperkosa," jelas Azriana.

Azriana mencatat serius poin tersebut, dimana perlu diralatnya kalimat 'atau benda-benda lain yang bukan anggota tubuh' menjadi 'atau benda-benda lain yaitu anggota tubuh dan bukan anggota tubuh'.

Selanjutnya, revisi KUHP pun dinilai belum mengakomodir kejahatan pemaksaan masturbasi di mana sasarannya memang bukan alat kelamin korban, melainkan bagian tubuh korban lainnya.

"Kami meletakan kondisi itu sebagai pemerkosaan karena buat korban traumanya sama," ucap Azriana.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya