Liputan6.com, Jakarta - Draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) tengah disusun. Ini merupakan salah satu cara untuk melindungi warga dari segala bentuk kekerasan seksual.
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menjamin draf RUU PKS tidak akan tumpang tindih dengan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Keduanya tidak akan tumpang tindih asal materi kekerasan seksual yang dimaksud tidak sama dengan pelanggaran asusila.
"Dia (R-KUHP) tak akan tumpang tindih dengan RUU PKS kalau rumusan pemerkosaan dalam R-KUHP diperbaiki dengan mengakomodasi masukan kita (Komnas Perempuan). Sepanjang KUHP tidak meletakkan perkosaan dalam bagian kejahatan kesusilaan," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 18 Juni 2016.
Menurut dia, materi kekerasan dalam RUU PKS yang sudah disusun, mampu mengakomodasi keadilan bagi korban kekerasan seksual. Komnas Perempuan mengklasifikasi kekerasan seksual dalam 8 wujud yaitu, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan penetrasi, perkosaan, pemaksaan atau prostitusi paksa, perbudakan seks, pemaksaan perkawinan, dan penyiksaan seksual.
Azriana berujar, pembuatan bab baru khusus kekerasan seksual, sangat diperlukan untuk mengakomodir 8 kelas kejahatan seksual yang dipaparka Komnas Perempuan dalam RUU PKS.
"RUU PKS mendefinisikan perkosaan dengan bunyi seperti ini, 'Setiap orang yang melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi sehingga seseorang tak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya'," terang Azriana.
Komnas Perempuan merupakan salah satu lembaga pemerintah yang dimandatkan untuk menyusun draf RUU PKS.